Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 02 April 2023

Hari ke-11 Ramadhan: Mengenang Ummul Mukminin Sayyidah Khadijah binti Khuwailid


islamindonesia.id – Sayyidah Khadijah binti Khuwailid merupakan istri pertama Nabi Muhammad s.a.w. Bukan hanya menjadi penopang dakwah Nabi, Sayyidah Khadijah juga merupakan perempuan pertama yang dapat merasakan jiwa Nubuwah (kenabian) pada diri suaminya.

Sejak muda, Nabi Muhammad mempunyai kebiasaan merenung dan menyepi. Kebiasaan ini tidak surut meskipun Nabi Muhammad sudah menikah dengan Sayyidah Khadijah. Para Sejarawan mengistilahkan kebiasaan Nabi tersebut dengan upaya pencarian dan kegelisahaan spiritual.

Dalam keadaan yang sering gelisah dan menyendiri itu, Sayyidah Khadijah adalah pelipur dan penenang Nabi Muhammad yang paling utama. Awal pertemuan dengan Nabi Muhammad, Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad (1980) mengungkapkan, Sayyidah Khadijah saat itu menyebarkan kabar bahwa dirinya bermaksud memberi upah orang-orang Quraisy untuk menjalankan perdagangannya ke Syam. Kebetulan, Nabi Muhammad dengan pamannya itu pernah mengadakan perjalanan ke negeri tersebut tatkala berusia 12 tahun.

Nabi Muhammad yang saat itu umurnya sudah beranjak 25 tahun didorong oleh pamannya, Abi Thalib untuk mengambil kesempatan tersebut sebagai tambahan rezeki karena kondisi ekonomi pamannya itu tidak mencukupi.

Sebelumnya, Nabi Muhammad telah menjalani pekerjaan sebagai penggembala agar memperoleh rezeki dari kambing-kambing yang digembalakannya.

Pertemuan Sayyidah Khadijah dengan Nabi Muhammad diawali dengan laporan Maisarah, seorang perempuan budak milik Khadijah. Maisarah menceritakan sosok Muhammad kepada Sayyidah Khadijah bahwa pemuda tersebut berwatak halus dan tinggi budi pekertinya.

Sayyidah Khadijah semakin tertarik bahwa barang dagangan yang dibawa Nabi Muhammad laku dengan untung besar karena begitu amanah. Nabi Muhammad lebih banyak mendatangkan keuntungan daripada yang dilakukan orang lain sebelumnya.

Dalam waktu singkat, kegembiraan Sayyidah Khadijah tersebut telah berubah mejadi rasa cinta sehingga dia yang kala itu sudah berumur 40 tahun tertarik untuk menikahi Nabi Muhammad.

Sebelumnya, beberapa pemuka Quraisy pernah melamar Sayyidah Khadijah, tetapi semua ditolaknya. Sayyidah Khadijah yakin bahwa pemuka-pemuka tersebut melamar hanya karena memandang hartanya.

Awalnya Nabi Muhammad juga tidak yakin karena beliau merasa tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan. Setelah diyakinkan seorang bernama Nufaisa bahwa Sayyidah Khadijah menaruh hati kepadanya dan mau menikahinya, Nabi Muhammad hanya bertanya, “Dengan cara bagaimana saya (menikahi Sayyidah Khadijah)?”

Akhirnya keluarga dari kedua belah pihak bertemu untuk menentukan tanggal perkawinan. Sejak menikah dengan Sayyidah Khadijah, Nabi Muhammad semakin dermawan kepada para fakir miskin dan budak. Perilaku ini sesungguhnya sudah ada sejak Nabi Muhammad belum menikah dan menjadi semakin intens ketika ia berumah tangga.

Nabi Muhammad berumah tangga dengan Sayyidah Khadijah selama kurang lebih 25 tahun. Dalam rentang waktu tersebut, mereka dikaruniai enam anak yaitu dua putra dan empat putri. Dua putra mereka dinamai Qasim dan Abdullah, sementara empat putri mereka adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.

Ringkasnya, 25 tahun rumah tangga Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah diliputi kebahagiaan dan keriangan. Dan selama itu pula Nabi Muhammad tidak mengambil istri lagi. Baru setelah Khadijah meninggal, beliau “memilih” poligami. Ini berarti periode poligami Nabi Muhammad lebih singkat (hanya 12 tahun) dibanding masa monogaminya.

Ringkas kisah, Ummul Mukminin, Sayyidah Khadijah menghembuskan napas terakhir di pangkuan Rasulullah s.a.w. Sayyidah Khadijah wafat pada hari ke-11 bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian, tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Yatsrib (Madinah).

Sayyidah Khadijah wafat pada usia 65 tahun saat usia Rasulullah sekitar 50 tahun.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *