Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 12 September 2019

BJ Habibie: Tanpa Cinta, Kecerdasan Itu Berbahaya


islamindonesia.id- BJ Habibie: Tanpa Cinta, Kecerdasan Itu Berbahaya

“Jawa, gendut jelek. Kamu kok hitam kayak gula Jawa,” kata Rudy Habibie kepada Ainun semasa keduanya masih duduk di bangku SMA, Bandung. Namun siswi asal Semarang itu tidak marah.

Sepulang dari Jerman, RA Tuti Marini Puspowardjojo, ibu Rudy, mendekatkan kembali Rudy dan Ainun. Ketika dua sejoli bertemu, pria kelahiran Kota Pare-Pare itu kaget.

“Ainun, cantiknya. Kok, gula Jawa jadi gula pasir,” kata Rudy sembari terkekeh.

Demikian potongan kisah cinta Bacharuddin Jusuf Habibie yang ia ungkapkan ketika menghadiri acara di sebuah stasiun televisi. Ainun menikah dengan Habibie pada 12 Mei 1962 di Rangga Malela, Bandung. Akad nikah Habibie dan Ainun digelar secara adat dan budaya Jawa, sedangkan resepsi pernikahan digelar keesokan harinya dengan adat dan budaya Gorontalo di Hotel Preanger.

Perempuan yang bernama lengkap Hasri Ainun Besari inilah yang kemudian menemani perjalanan hidup Habibie dalam suka dan dukanya selama lebih daripada 48 tahun. Termasuk ketika Habibie memegang amanat sebagai Presiden Republik Indonesia menggantikan Soeharto. Dari pejalanan hidup kedunya, mereka dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie, serta mendapatkan 6 orang cucu.

Sembilan tahun silam, tepatnya 22 Mei 2010, kekasih Habibie itu meninggal dunia setelah berjuang melawan kanker ovarium. Hingga detik-detik menjelang wafatnya, Ainun masih ditemani oleh kekasihnya, Habibie, di rumah sakit, Munchen, Jerman.

Ainun kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Sejak kepergian Ainun, Habibie tak pernah melupakan kekasinya itu. Setiap Jumat, sekitar pukul 07.00-08.00, ia duduk berlama-lama di pusara Ainun sembari membaca doa. Ketika ziarah, ia juga selalu mengenakan syal pemberian istrinya itu.

Di pusara itu, Habibie membaca surat Yasin dan puisi yang ia tulis. “Dengan berdoa dan membaca puisi, saya tidak merasa sendiri,” katanya di sebuah acara nonton bareng film Rudy Habibie pada 2016.

Kisah perjalanan keduanya digambarkan dengan runtut dalam film Habibie & Ainun (2012) yang disutradarai oleh Faozan Rizal. Sementara film Rudy Habibie yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo menggambarkan masal awal hidup sebelumnya.

Biopik Habibie & Ainun diambil dari buku Habibie yang bertitel sama setelah dokter dari Jerman memberi terapi kepadanya. Sang terapis menyarankan agar Habibie menulis untuk “menyembuhkan” kesedihannya mendalam setelah ditinggal pergi oleh sang kekasih.

Hanya dalam beberapa bulan, pria yang pernah melanjutkan studi teknis penerbangan dengan spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Aachen, Jerman, itu merampungkannya. Dalam satu bagiannya, ia menulis: “Tanpa cinta, kecerdasan itu berbahaya dan tanpa kecerdasan, cinta itu tidak cukup.”

Kemarin, pada 11 September 2019, ketika matahari membenamkan dirinya di ufuk barat, Habibie menghembuskan nafasnya yang terakhir Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Jakarta. Ia pergi meninggalkan dunia ini pada usia 83 tahun.

Kini, lelaki bersyal itu tidak lagi pernah terlihat berziarah ke pusara istrinya di Kalibata. Ia justru akan menemaninya sepanjang waktu. “(Almarhum) akan dimakamkan di sebelah almarhumah Bu Ainun,” kata Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, 11 September. []

YS/Islamindonesia/Sumber: Tempo, Wikipedia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *