Satu Islam Untuk Semua

Monday, 05 October 2020

Kelompok Intoleran dan Sejarah Penyebaran Paham Wahabi di Pakistan


islamindonesia.id – Kelompok Intoleran dan Sejarah Penyebaran Paham Wahabi di Pakistan

Pakistan memperoleh kemerdekaannya pada Agustus 1947. Negara ini awalnya terdiri dari dua bagian, Pakistan Barat dan Pakistan Timur, yang dipisahkan oleh sekitar 1.600 km wilayah India. Pada Desember 1971 Pakistan Timur memisahkan diri dan menjadi republik yang merdeka, yaitu Bangladesh.

Pakistan memiliki nama resmi Republik Islam Pakistan. Di dunia, hanya ada empat negara yang menggunakan awalan “Republik Islam” pada negaranya, mereka adalah Afghanistan, Iran, Mauritania, dan Pakistan.

Meski negara ini menggunakan nama sebagai Republik Islam, namun konstitusi Pakistan menjamin kebebasan beragama bagi penduduknya.

Hal ini tercermin dalam komposisi keberagamaan penduduknya, sekitar tiga perempatnya adalah Suni, sementara seperempatnya adalah Syiah. Beberapa sekte Muslim kecil lainnya pun ada, seperti Ahmadiyah dan Zikris.

Sementara itu agama minoritasnya adalah Hindu dan Kristen, mereka adalah kelompok minoritas agama terbesar. Kelompok agama minoritas lainnya adalah Sikh, Parsis, dan sejumlah kecil umat Buddha.

Muhammad Ali Jinnah, Bapak pendiri Pakistan, diketahui bermazhab Syiah, mazhab minoritas terbesar di Pakistan. Meskipun hal ini masih menjadi perdebatan, namun adik perempuan Ali Jinnah, Fatima Jinnah, setelah kematiannya menyatakan bahwa Ali Jinnah adalah seorang Syiah.

Lingkungan keluarga Ali Jinnah sendiri, diketahui memang bermazhab beragam, mulai dari Suni, Syiah Ismailiyah, hingga Syiah Itsna Asyariyyah, demikian seperti yang dilaporkan oleh Khaled Ahmed, seorang jurnalis Pakistan.

Apa yang terjadi dalam lingkungan keluarga Ali Jinnah, tampaknya menjadi cerminan dari visi bapak pendiri Pakistan tersebut, yaitu negara yang beragam namun harmonis.

Demonstrasi Anti Syiah

Namun, belakangan ini, visi Jinnah tampak tenggelam, bulan lalu (11/9) ribuan pengunjuk rasa anti-Syiah, termasuk di antara mereka diketahui memiliki afiliasi dengan kelompok Suni radikal, berunjuk rasa di Karachi Pakistan.

Para pengunjuk rasa menuduh bahwa tokoh utama Syiah di Pakistan dalam acara Asyura bulan sebelumnya telah meremehkan tokoh-tokoh bersejarah Islam.

Ribuan pengunjuk rasa tersebut kemudian melakukan pawai ke dekat makam Muhammad Ali Jinnah, di sana mereka berteriak-teriak, “Kafir!” dan “Allahuakbar!”

“Kami tidak akan mentolerir pencemaran nama baik lagi,” kata Qari Usman dari partai politik Jamiat Ulema-e-Islam dalam pidatonya pada unjuk rasa tersebut.

Demonstrasi anti-Syiah di Pakistan (11/9). Foto: AFP

Beberapa bagian dari demonstran juga terlihat mengangkat-ngangkat bendera kelompok ekstremis anti-Syiah, Sipah-e-Sahaba (Tentara Para Sahabat Nabi), yang telah diduga terkait dengan pembunuhan ratusan penganut Syiah selama bertahun-tahun belakangan ini, demikian sebagaimana dilaporkan oleh Arab News.

Namun demonstrasi tersebut sebenarnya hanyalah peristiwa terakhir dari jalan panjang intimidasi terhadap kelompok minoritas. The Muslim Vibe melaporkan, bahwa dari sejak tahun 1963 hingga tahun 2015, terdapat 25.000 Muslim Syiah yang dibunuh oleh kelompok radikal.

Jumlah sebenarnya bahkan diduga lebih besar, sebab laporan tentang pembunuhan terhadap Syiah menurut mereka digarap dengan kurang serius oleh pihak-pihak berwajib.

Pengaruh Wahabi

Wahabi, salah satu sekte dalam Islam, yang kini menjadi sekte resmi Kerajaan Arab Saudi, diduga memiliki peran yang besar dalam pembentukan wajah intoleran di Pakistan.

Simon Wolfgang Fuchs, seorang pengajar Sejarah Islam dan Timur Tengah di Universitas Freiburg Jerman, dalam akun Twitter-nya (1/10) bertanya, “Apakah Arab Saudi sendiri yang bertanggung jawab untuk mempopulerkan sektarianisme anti-Syiah dalam skala global?”

Simon menjelaskan, bahwa Saudi memang tidak turun tangan secara langsung, melainkan dengan memanfaatkan para ahli agama dari Asia Selatan.

Pada tahun 1961, Arab Saudi mendirikan Universitas Islam Madinah (UIM/Jamiah al-Islamiyah bi-al-Madinah al-Munawwarah). Menurut Simon, universitas tersebut sengaja didirikan untuk menyebarkan Islam versi Saudi, yakni Wahabi, ke dunia.

Institusi ini kemudian mengumpulkan beragam pengajar, mulai dari Ikhwanul Muslimin, Salafi, Wahabi, hingga para ahli hadis dari Asia Selatan. Jejak-jejak kelompok ini terekam dengan jelas di Saudi.

Mahasiswa Pakistan pertama di UIM memiliki nama Ehsan Elahi Zaheer, dia memiliki latar belakang sebagai ahli hadis. Di UIM Ehsan dengan cepat menjadi pusat perhatian karena memiliki bakat sebagai ahli debat, kelompok pertama yang diserangnya adalah Ahmadiyah.

Sepak terjang Ehsan menarik perhatian Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, atau lebih terkenal dengan sebutan bin Baz saja, dia adalah seorang ulama kenamaan Saudi waktu itu. Setelahnya, ada juga wakil rektor, dan pada puncaknya Mufti Besar Arab Saudi.

Kembali ke Pakistan setelah lulus, Ehsan kemudian membidik kaum Syiah. Pada tahun 1973 dia menerbitkan sebuah buku dalam bahasa Arab yang berjudul Al-Shia wa-l-Sunna (Syiah dan Suni). Pada tahun 1984, buku tersebut sudah dicetak ulang sebanyak 19 kali.

Terjemahan bahasa Urdu buku itu dan beberapa karya anti-Syiah lainnya menyusul diterbitkan, seluruh buku-bukunya kemudian memberikan pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat.

Titik serang Ehsan terfokus pada masalah doktrinal: Penganut Syiah adalah kafir karena mereka diduga percaya bahwa ayat suci Alquran telah berubah atau ada yang kurang (tahrif).

Ragam aktivitas Ehsan Elahi Zaheer di Pakistan. Foto: Simon Wolfgang Fuchs/Twitter

Meskipun demikian Ehsan menghindari membuat tulisan yang bertema politik, padahal pada waktu itu Revolusi Iran sedang hangat-hangatnya dan menarik begitu besar perhatian dunia.

Ehsan tetap mempertahankan kedekatannya dengan Saudi. Bahkan ketika dia terluka dalam serangan bom di Lahore pada musim semi tahun 1987, Putra Mahkota Fahd sengaja menjemputnya dengan pesawat pribadinya.

Ehsan kemudian dirawat di rumah sakit militer di Riyad, tempat di mana akhirnya dia meninggal. Bin Baz sendiri yang kemudian menjadi imam dalam salat jenazahnya di Madinah. Demikian kisah hidup singkat Ehsan Elahi Zaheer sebagaimana disampaikan oleh Simon Wolfgang Fuchs.

Simon kemudian menceritakan pengalaman pribadinya ketika sedang melakukan penelitian di Kairo pada musim semi 2016, dia berkata, “Saya keheranan dengan betapa menterengnya toko-toko buku di sekitar Universitas Al-Azhar yang memajang karya Ehsan Elahi Zaheer.”

Simon melanjutkan, “Polemik anti-Syiah, yang ditulis oleh seorang ahli hadis Pakistan, adalah buku terlaris di dunia Arab.”

Simon juga menjelaskan, bahwa karya-karya Ehsan Elahi Zaheer kini menjadi buku rujukan dan ditinggikan oleh kelompok Deobandi tertentu di Pakistan, utamanya Sipah-i Sahaba, kelompok radikal anti-Syiah yang telah disebutkan di atas.

Dan bukan hanya melalui buku, the Muslim Vibe melaporkan bahwa dari sejak tahun 1980, Saudi telah secara aktif mendanai banyak Madrasah di Pakistan sehingga dengan pengaruhnya menimbulkan sikap intoleran yang menjadi bahan bakar perseteruan dengan Syiah.

Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Pakistan, per 2018, 2.000 orang suku Hazara Pakistan yang menganut Syiah telah dibunuh dari sejak 14 tahun lalu. Kebanyakan dari mereka dikubur di pemakaman massal.

PH/IslamIndonesia/Foto utama: Ehsan Elahi Zaheer/Sumber: Simon Wolfgang Fuchs/Twitter

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *