Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 24 February 2018

Bimaristan, Rumah Sakit Pertama dalam Peradaban Islam


islamindonesia.id – Bimaristan, Rumah Sakit Pertama dalam Peradaban Islam

 

Rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan yang berperan sangat vital bagi masyarakat modern. Keberadaan rumah sakit di suatu daerah menjadi indikator aspek kesehatan masyarakat.

Pengobatan bukanlah bidang yang bisa dikuasai secara sembarangan. Dibutuhkan keilmuan dan fasilitas yang mumpuni untuk terjun di dunia pengobatan.

Tidak hanya pada masyarakat modern, catatan sejarah banyak menyinggung tentang peran penting rumah sakit pada masyarakat masa lampau. Ini termasuk pula pada masyarakat Islam.

Di zaman Rasulullah Muhammad SAW, rumah sakit dapat disebut sebagai layanan medis bergerak mengiringi pasukan Islam. Para tenaga medis kala itu kebanyakan adalah sahabat dari golongan wanita, termasuk pula istri Rasulullah.

Catatan Rahman dalam artikelnya ‘The Development of Health Sciences and Related Institutions During the First Six Centuries of Islam’ menyebutkan ketika pulang ke Madinah bersama para sahabat yang sebagian terluka pada perang Khandaq, Rasulullah memerintahkan didirikan tenda di pelataran Masjid Nabawi.

Tenda-tenda itu dijadikan tempat untuk merawat para sahabat yang terluka dalam perang sampai sembuh. Meski begitu, rumah sakit belum menjadi institusi kesehatan yang permanen. Rumah sakit baru muncul di masa pemerintahan Khalifah Al Walid dari Dinasti Umayyah.

Rumah sakit ini didirikan awalnya untuk menangani orang buta dan mengobati penderita lepra. Setidaknya sudah ada semacam Standart Operational Procedure (SOP) untuk menangani buta dan lepra, yang di zaman itu belum dikenal di belahan dunia manapun.

Rumah sakit ini dinamai Bimaristan, berasal dari Bahasa Persia yang berarti ‘tempat orang sakit’. Berdiri di Damaskus, Bimaristan berkembang menjadi pusat pengobatan dan kesehatan masyarakat.

Bimaristan juga tercatat sebagai rumah sakit pertama yang menerapkan sistem gaji bagi para dokter, perawat dan apoteker. Keberadaan Bimaristan pun awet meski kepemimpinan telah berganti-ganti.

Pada kepemimpinan Khalifah Harun Al Rasyid dari Dinasti Abbasiyah, pengelolaan sedikit berubah dengan adanya dokter yang bernama Abu Said Ubaidallah yang merupakan seorang non-Muslim. Artinya, pengelolaan Bimaristan kala itu sudah terbuka ditandai dengan digunakannya tenaga medis dari non-Muslim.

Seratus tahun kemudian, tercatat ada sekitar lima Bimaristan berdiri Baghdad. Kemudian pada abad ke-10 Masehi, layanan kesehatan dikembangkan dengan adanya dokter dan apoteker yang datang ke pelosok-pelosok untuk memberikan pengobatan.

Sistem layanan kesehatan di masa kekhalifahan Islam diberikan secara egaliter. Artinya, semua orang tanpa pandang bulu boleh menikmati layanan kesehatan.

Dalam catatan United State National Library of Medicine, Bimaristan adalah rumah sakit yang benar-benar mementingkan urusan kesehatan bagi semua orang tanpa memandang latar belakang pasien maupun sentimen antar golongan. Fakta ini kemudian menjadi patokan bagi dunia medis, bahwa rumah sakit haruslah berdiri untuk semua golongan.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *