Ramalan Akhir Zaman (2), Cak Nun: Jaman Wis Akhir Dunyane Sungsang, Makmume Kintir Imame Ilang
IslamIndonesia.id — Ramalan Akhir Zaman (2), Jaman Wis Akhir Dunyane Sungsang, Makmume Kintir Imame Ilang.
Seolah galau tingkat dewa menyaksikan makin karut-marutnya situasi-kondisi negara dan bangsa kita, khususnya dalam kurun waktu jelang 20 tahun terakhir pasca Reformasi, baik dalam banyak kesempatan di depan Jamaah Maiyah maupun dalam rentetan tulisannya belakangan ini, Cak Nun lagi-lagi mengungkapkan hasil perenungannya yang mendalam dalam bentuk lagu dan puisi.
Dalam alunan syahdu lagu dan puisi, ditingkah rancak instrumen musik Kiai Kanjeng, seperti biasa kita seolah benar-benar diajak oleh budayawan asli Jombang ini untuk secara sungguh-sungguh kembali introspeksi diri tanpa henti; betapa akhir zaman sudah kian dekat, tampak dari makin banyaknya tanda-tanda yang tambah nyata terlihat. Di hampir seluruh belahan dunia.
Sedangkan khusus di negeri kita sendiri, betapa Indonesia belum juga bangkit bermartabat, karena terutama para pemimpinnya seolah tak segera paham bahwa negara dan pemerintahannya masih berstatus darurat. Ibarat ritual ibadah, Indonesia dalam pandangan punggawa Kiai kanjeng itu masih dalam kondisi tayamum dan belum sampai pada taraf wudhu.
Sementara di sisi lain justru sebaliknya, hampir seluruh rakyatnya sudah sedemikian bertambah kuat oleh derita, oleh penindasan demi penindasan yang ditimpakan ke atas pundak mereka, oleh kesedihan bertubi yang diguyurkan ke dalam hati-sanubari mereka. Hingga mereka tak lagi bisa diharapkan bakal menyerah, bahkan mustahil mati dengan mudah meski diinjak-injak sepanjang hidup.
Jika sejenak saja kita mau menyimak dengan sepenuh hati, lagu dan puisi yang dibawakan dengan apik oleh Cak Nun bersama Kiai Kanjeng, maka kita akan segera mampu menangkap kegetiran dan amarah, bercampur hujatan keras namun tetap diimbangi tuntunan tulus penuh kasih, sekadar agar kita segera terbangun dan sadar dari kelalaian dan tidur panjang.
Sampai disini, tak bisa tidak mesti kita akui, begitulah cara unik Cak Nun memotret realitas akhir zaman. Mungkin itulah sebabnya, sebelum tampil melantunkan lagunya, berikut ini puisi yang terlebih dahulu dibacakannya.
Kalau yang sunyi engkau anggap tiada,
Maka bersiaplah terbangun mendadak dari tidurmu oleh ledakannya.
Kalau yang diam engkau remehkan,
Bikinlah perahu agar di dalam banjir nanti engkau tidak tenggelam.
Kalau yang tidak terlihat oleh pandanganmu engkau tiadakan,
Bersiaplah jatuh tertabrak olehnya.
Dan kalau yang kecil, kalau yang kecil engkau sepelekan,
Bersiaplah menikmati kekerdilanmu di genggaman kebesarannya.
Kalau memang yang engkau pilih bukan kearifan untuk berbagi,
Melainkan nafsu untuk menang sendiri
Maka terimalah kehancuran bagi yang kalah dan terimalah kehinaan bagi yang menang.
Kalau memang yang mengendalikan langkahmu adalah rasa senang dan tidak senang,
Dan bukannya pandangan yang jujur terhadap kebenaran,
Maka buanglah mereka yang engkau benci,
Dan bersiaplah engkau sendiri akan memasuki jurang.
***
Setelah membacakan bait demi bait puisi tersebut, Kiai Kanjeng pun menyusulnya dengan lantunan lagu Jaman Wis Akhir yang menggambarkan tanda-tanda akhir zaman, berikut ini.
Jaman wis akhir, jaman wis akhir bumine goyang
Akale njungkir, akale njungkir negarane guncang
Awan berarak, nyawa manusia berserak-serak
Badai menghantam, laut terbelah, bumi terpecah
Orang bikin luka, orang menganiaya diri sendiri
Sirna akalnya, lenyap imannya, hilang jejaknya
Jaman wis akhir, jaman wis akhir dunyane sungsang
Makmume gingsir, makmume kintir, imame ilang
Jaman wis akhir, jaman wis akhir dunyane sungsang
Makmume kintir, makmume gingsir, imame ilang
Orang menangis, keranda berbaris di bawah gerimis
Hamba bersimpuh, hamba bersujud, ngeri dan takut
Orang mencakar, orang menampar wajahnya sendiri
Hamba terkapar, jiwa terbakar oleh sepi
Jaman wis akhir, jaman wis akhir langite peteng
Atine kafir, atine kafir uripe meneng
Jaman wis akhir, jaman wis akhir langite peteng
Atine kafir, atine kafir uripe meneng
Duh Gusti Allah adakah sisa kasih sayang-Mu
Hamba celaka, hamba durhaka tidak terkira
Dimanakah hamba sembunyi dari murka-Mu
Selain dalam tak terbatasnya cinta kasih-Mu
Jaman wis akhir, jaman wis akhir banjire bandang
Sing mburi mungkir, sing mburi mungkir, sing ngarep edan
Jaman wis akhir, jaman wis akhir banjire bandang
Sing mburi mungkir, sing mburi mungkir, sing ngarep edan
***
Di akhir pementasannya, sekali lagi mengajak kita untuk merenung, Cak Nun pun berpesan:
Kalau memang yang bisa engkau pahami hanyalah kemauan, kepentingan, dan nafsumu sendiri
Dan bukannya kerendahan hati untuk merundingkan titik temu kebersamaan,
Maka siapkan kekebalan dari benturan-benturan dan luka
Untuk kemudian orang lain menggali tanah untuk menguburmu…
EH/Islam Indonesia
Leave a Reply