Satu Islam Untuk Semua

Monday, 24 October 2016

Cak Nun: Hati-hati Meletus Balon Hijau


islamindonesia.id — Cak Nun: Hati-hati Meletus Balon Hijau

Dalam melontarkan kritik sosial demi memperbaiki situasi yang kian kelam, Emha Ainun Nadjib kerap memakai ilustrasi yang menukik. Salah satunya dalam ceramahnya di Padhangmbulan seri Menata Hati Menjernihkan Pikiran, budayakan yang akrap dipanggil Cak Nun ini menyatakan bahwa dia mendirikan jamaah Maiyah untuk melepaskan diri dari konsep-konsep kenegaraan.

Nah, apakah ini berarti Cak Nun menolak NKRI? Dengan tegas penulis buku Kiai Mbeling ini menyatakan bahwa dia tidak menolak NKRI. Hanya saja, dengan mimik serius, “Aku ga ngakoni,” tegasnya disambut tawa hadirin. Loh, apakah ini makar? “Aku ga makar,” jawabnya. Buktinya, kata Cak Nun, dia membuat KTP. Tapi KTP itu adalah bentuk sedekah. “Yo wes ta’ nggae KTP. Sakno koen (Ya sudah saya buat KTP. Saya kasihan kamu).”

Lanjut dia, semua itu adalah sedekah untuk membangun sikap toleran atau tasamuh. Apalagi juga, katanya, dia tidak melanggar hukum. “Apa salah saya dalam soal ini,” ungkap Cak Nun. “Saya memenuhi semua peraturan kok. Saat lampu merah saja saya berhenti,” katanya.

Jika ada yang tanya, “Sampeyan warganegara apa bukan?” Cak Nun menjawab bahwa ada perbedaan antara istilah warganegara dengan penduduk. Yang pasti Cak Nun mengaku sebagai penduduk, tapi belum tentu sebagai warganegara. Alasannya, karena yang ada sekarang belum dapat benar-benar disebut sebagai negara. “Iki negoro ta koyok ngene iki? Kok ngongkon aku dadhi wargane (Negara kah yang ada sekarang ini? Kok minta saya jadi warganya). Mana ada imam kentut?!”

Menurut intelektual pendiri grup musik Kiai Kanjeng ini, negara sering dianggap sama dengan pemerintah. Padahal keduanya berbeda. Presiden itu kepala pemerintah, bukan kepala negara. Kita sejauh ini belum memiliki kepala negara. Saling sengkarut adalah dua konsep inilah yang menyebabkan ketidakhadiran negara dan pemerintah di Indonesia.

Sebagaimana yang sudah jamak diketahui, salah satu fungsi negara adalah melakukan pemerataan kesejahteraan. Dan fungsi dasar ini belum terlaksana secara nyata. Bahkan, banyak ketimpangan yang alih-alih dicegah justru tak jarang difasilitasi oleh kebijakan dan aturan pemerintah. Pemerintah seolah menggugurkan fungsi dasar negara, sehingga pemerintah jadi kendala kehadiran negara.

Cak Nun lalu melontarkan adanya kegelisahan di kalangan akar rumput umat Islam yang merasa terpinggirkan oleh roda pembangunan. Sambil menirukan lagu Balonku Ada Lima, pria berambut gondrong ini berdendang: “Meletus balon hijau…DOR! Hatiku sangat kacau.”

Cak Nun mengingatkan bahwa dia tidak anti etnis China atau Nasrani, karena banyak sekali bukti di media sosial yang menunjukkan bahwa dia selalu bersikap merangkul mereka. Tapi ini masalahnya bukan itu, tapi masalahnya pada sikap ngragas (tamak, serakah). “Jangan keterlaluan kamu. Sudah boleh kos di sini, kok sekarang malah beli kamarnya. Setelah beli kamarnya kok mau beli rumahnya. Lalu semua halaman dibeli dan lama-lama penghuni rumah yang jadi babu. Gmana maksudmu ini? Jangan keterlaluan lah…”

AJ / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *