Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 23 May 2015

PERJALANAN – Mocha, Permata di Pucuk Kopi Yaman


Dengan serangan udara tanpa henti sejak 26 Maret,  Arab Saudi dan sekondannya mungkin berharap bisa mengubah sejarah perlawanan di Yaman. Tapi bagi penikmat kopi, serangan itu — sejauh ini menewaskan ribuan orang dan melukai ribuan lainnya, bisa jadi awal pengingat betapa dunia berhutang pada Yaman. Dari negeri inilah, dunia bisa mencecap kopi dan mengenal kata Mocha. Anisa Rahmawati menuliskannya untuk Islam Indonesia:

JET-JET TEMPUR Arab Saudi masih menari di langit Yaman sambil menjatuhkan bom di kota berpenduduk padat seperti Sa’ada, utara Yaman. Sa’ada terkenal sebagai benteng pertahanan milisi Houtsi yang sukses menguasai ibukota Sana’a sejak Januari silam. Tapi bom itu acap kali ‘meleset’, melukai dan menewaskan warga sipil tak berdosa.

haraz farm

Ladang kopi di pegunungan Haraz (roastmaster.com)

Sementara itu, nun jauh di sana, di pegunungan Haraz antara kota Sana’a dan Hodayda, para petani mocha masih sibuk merawat tananam mereka. Mocha adalah sejenis kopi. Masih satu spesies dengan kopi arabika, meski bentuknya lebih kecil dan bulat dengan kulit berwarna hijau zaitun pucat kekuning-kuningan.petani kopi yaman

Petani kopi Yaman (http://defence.pk)

Sejak pertengahan abad ke-15, minum kopi sudah jadi kebiasaan warga Yaman, utamanya dalam pertemuan-pertemuan kaum Sufi. Orang Eropa pertama yang meneguk kopi Yaman, kabarnya adalah pelaut Portugal yang singgah ke Pelabuhan Mokha di pantai Laut Merah pada abad ke-16. Kala itu, penguasa Mokha menyambut dan menyajikan mereka sebuah minuman hitam yang bisa menyegarkan tubuh dan menenangkan pikiran.

Sejak itu, perdagangan kopi di Yaman terus berkembang. Untuk mempertahankan harga yang kala itu cukup mahal dan menghindari penyebaran, pedagang kopi Yaman hanya menjual biji kopi yang sudah dipanggang. Pada tahun 1628, Belanda mulai membeli kopi Yaman dan mendistribusikan ke negaranya, juga barat laut India dan Persia. Delapan puluh tahun berselang, Belanda mendirikan pabrik di Mokha dan mulai mengekspor kopi secara besar-besaran ke seluruh dunia.

Tapi pada abad ke-19, perdagangan kopi Yaman mulai redup seiring ketatnya persaingan dengan jenis kopi lain dari berbagai belahan dunia. Selain itu, warga Yaman mulai beralih menanam lebih banyak gat, sejenis tumbuhan yang bisa meningkatkan stimulasi dan euphoria. Pada 2012, ladang kopi di Yaman hanya sekitar 34.000 hektar. Kalah jauh dari ladang gat yang lima kali lipat lebih besar atau sekitar 162.500 hektar.

Meski begitu, kopi Yaman masih bisa bertahan sebagai produk ekspor kedua Yaman, setelah minyak. Pengusaha kopi berusaha mempertahankan kualitas produk. Pohon kopi baru berbuah setelah ditanam lima tahun di atas lahan dengan ketinggian 2.500 meter. Keseimbangan antara kehangatan udara dan naungan cahaya membuat kopi Yaman berbeda dalam segi rasa. Biji-biji kopi juga baru dipetik saat sudah benar-benar matang, dengan tangan. Lalu lalu dikeringkan di bawah sinar matahari sekitar 1-2 minggu. Setelah itu, kulit luar dipisahkan secara mekanis untuk kemudian dihaluskan.

Kulit kopi tak terbuang begitu saja. Bisa dibuat minuan bernama qishr, cukup popular di Yaman, dengan campuran kapulaga dan jahe. Qishr dipercaya mengandung banyak antioksidan. Daun kopi juga dipakai sebagai minuman untuk wanita bersalin yang mengalami pendarahan persalinan (postpartum hemorrhage).Emblem_of_Yemen

 

Lambang Yaman (en.wikipedia.org)

“Kopi adalah segalanya bagi Yaman,” kata Sheikh Shabbir Ezzi, seorang pebisnis kopi Yaman. “Ini hadiah dari nenek moyang kami. Anda bisa melihat betapa pentingnya kopi bagi Yaman dari lambang negara. Di dalam hati burung [terdapat] tanaman kopi.”(AR/berbagai sumber)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *