Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 18 July 2015

Luka Lama di Srebrenica


BOSNIA-SREBRENICA/

Pagi itu, Sabtu 11 Juli 2015, suasana Potocari, 172 km dari Sarajevo tak seperti biasa. Kota dekat Srebrenica di timur Bosnia-Herzegovina itu berubah jadi lautan manusia. Puluhan ribu warga Bosnia datang untuk mengenang pembantaian massal etnis Bosnia 20 tahun silam. Beberapa tokoh internasional yang sengaja diundang seperti eks presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan Perdana Menteri Serbia, Aleksandar Vucic juga terlihat di sana.

Di antara lautan manusia itu, tergeletak 126 peti mayat bertutup kain hijau. Siap dikembumikan. Peti-peti sedikit berbeda dari peti mayat biasa, dengan lebar hanya seukuran jengkal tangan orang dewasa. Di dalamnya, tersimpan sisa-sisa tulang belulang warga etnis Bosnia yang baru saja selesai diidentifikasi ahli forensik.

Kedukaan yang begitu menggelayuti wajah warga tiba-tiba berganti jadi amarah lepas Vucic meletakkan karangan bunga di sebuah monumen. Teriakan-teriakan menggema. Batu-batu beterbangan ke arah Vucic. Para pengawal Vucic segera bertindak, melindungi dan membawanya keluar dari lokasi. Tapi ia tak terluka, hanya kacamatanya yang retak kena sambit batu.

BOSNIA-SREBRENICA/SERBIA

Luka akibat pembantaian etnis Bosnia dua dekade silam seolah tak akan pernah kering dari dada warga Srebrenica. Hajra Catic, sampai sekarang masih menunggu kabar tentang anaknya Nino, 26 tahun yang hilang saat itu. Ia bilang, “…Setiap malam aku bangun berpikir tentang dia. Bagi kami ini bukan sejarah. Bagi kami, itu seperti terjadi kemarin.”

Pada 11 Juli 1995, pasukan dikomandoi Jenderal Ratko Mladić memasuki Srebrenica yang didiami banyak etnis Bosnia. Mereka membunuh lebih dari 8.372 pria dan anak laki-laki di ladang-ladang di sekitar Srebrenica. Empat ratus tentara Belanda yang bertugas menjaga perdamaian di sana gagal mencegah aksi pasukan Serbia. Institute Orang Hilang Bosnia mencatat 7.100 dari korban sudah ditemukan tulang belulangnya dan diidentifikasi. Masih ada 1.200 yang harus ditemukan.

Upaya mencari sisa korban berlangsung cukup sulit. Lepas genosida, pemimpin perang Serbia kala itu memerintahkan penggalian kuburan massal dan penguburan kembali mayat-mayat dengan buldozer dan truk demi menutupi jejak pembunuhan.

“Kami adalah generasi pertama dalam peradaban manusia di mana tubuh dikuburkan dan kemudian digali dan [tulang belulangnya] berserakan,” kata Ketua Institut Orang Hilang Bosnia Amor Masovic.

Ia percaya mayat 1.200 orang itu berada di suatu tempat, di pegunungan atau di kuburan sekunder di mana tentara Serbia menguburkan kembali mayat mereka setelah digali dari kuburan massal.

Kini etnis Bosnia hidup berdampingan dengan etnis Serbia di Srebrenica, Republik Srpska. Hanya saja, pembicaraan tentang genosida 1995 seolah jadi tabu. Kepala Staf Walkota Srebrenica Nermin Alivukovic berkata, “Anda bisa berbicara tentang apa pun kecuali ketika Anda mulai berbicara tentang [genosida] 95, itulah akhir dari pembicaraan.”

Map_of_Bosnia_and_Hercegovina_showing_Srebrenica

Menurut Alivukovic, menjelang peringatan 11 Juli, ketegangan terasa meningkat di kota itu. Orang-orang Serbia mulai menarik diri secara sosial dan berhenti berbicara atau berkumpul dengan kami, katanya.

Suad Mujic, seorang pelajar etnis Bosnia yang setiap pulang pergi sekolah melewati kuburan massal Srebrenica, menuturkan, “Jika kami ingin berbicara tentang [itu], guru Serbia di sekolah akan memihak mereka. Mereka ingin mengecilkannya, seolah-olah itu tidak pernah terjadi.”

Meski ribuan pria dan anak lelaki dibunuh dalam peristiwa itu, sebagian kalangan menolak menyebut pembantaian Srebrenica sebagai sebuah genosida. Bahkan pemimpin Serbia Milorad Dodik mempertanyakan fakta pembunuhan Srebrenica dan menyebutnya sebagai “tipuan terbesar abad ke-20.” Pendapatnya didukung oleh nasionalis di Serbia dan Moskow yang kini berupaya memblokir draft resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyebut pembunuhan itu sebagai genosida.

Tapi dosen hubungan internasional di Royal Holloway, University of London, Lara Nettelfield mengatakan, “Dua puluh tahun setelah genosida, Serbia dan Republika Srpska terus menghina dan merusak hak-hak warga Srebrenica yang selamat…Hanya karena mereka yang selamat sedang mempersiapkan peringatan khusyuk ini, mereka dipaksa untuk memperjuangkan legitimasi perjuangan dan sifat genosida [pembantaian].”

Terlepas dari apakah pembantaian itu akan disebut sebagai genosida atau tidak, yang pasti ribuan nyawa tak berdosa sudah melayang. Jangan sampai luka yang sama terulang kembali.

Anisa/Islam Indonensia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *