Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 30 September 2018

Resensi Buku Kekuatan Memaafkan


islamindonesia.id – Resensi Buku Kekuatan Memaafkan*

 

 Buku Kekuatan Memaafkan

Buku: Kekuatan Memaafkan

Editor: Amy Newmark dan Deborah Norville

Penerbit: Gramedia

Tebal: 485

Cetakan: I, 2018

ISBN: 9786020375083

 

Memaafkan tidak selalu mudah dilakukan, apalagi terhadap seseorang yang pernah melukai. Rasanya lebih menyakitkan dari luka itu sendiri. Namun, menyimpan dendam terlalu lama juga membuat hidup jauh dari rasa damai. Tak sedikit orang mencoba belajar memaafkan, meski membutuhkan waktu lama dan disertai dengan rasa penolakan dari dalam diri. Rasa marah dan kekecewaan yang terlalu dalam juga bisa menyebabkan tidak mudah memaafkan.

Kesulitan memaafkan ternyata tidak hanya untuk orang lain, tapi juga diri sendiri. Hal ini terjadi karena rasa marah dan bersalah yang terlalu dalam. Memberi maaf pada diri sendiri juga butuh keberanian luar biasa, di samping waktu yang tidak sebentar. Buku ini menghadirkan cerita-cerita tentang seseorang memaafkan orang lain. Ada pula yang menuturkan perjuangannya untuk memaafkan diri sendiri.

Ditulis oleh 101 kontributor dari beragam latar belakang sosial dan profesi, buku setebal 485 halaman bisa dibaca dari bagian mana saja dengan santai sembari menikmati secangkir kopi. Tulisan-tulisan dalam buku ini bisa jadi inspirasi pembaca untuk menggunakan kekuatan memaafkan demi melanjutkan kehidupan yang lebih baik, tanpa bayang-bayang rasa bersalah.

Kata-kata mutiara yang menjadi ciri khas Chicken Soup for the Soul dimunculkan sebagai pembuka pada setiap kisah. Menjadi renungan tersendiri sebelum menyusuri lebih jauh cerita yang dibagikan para penulisnya. Contoh, “Memaafkan itu seperti ini sebuah ruangan bisa menjadi gelap karena kau telah menutup jendela, kau telah menutup tirai. Tetapi, di luar matahari sedang bersinar, di luar udara sangat segar. Untuk mendapat udara segar itu, kau harus bangun, lalu membuka jendela dan membuka tirai (hlm 1). Atau Memaafkan tidak selalu mudah. Memaafkan seseorang yang pernah melukai kita terkadang terasa lebih menyakitkan dari luka itu sendiri. Tetapi, tidak ada damai, tanpa memaafkan (hlm 22).

Sejumlah kisah antara lain tentang memaafkan orang tua dan pasangan, memperbaiki hubungan dengan keluarga dan teman, serta betapa pentingnya mengampuni diri sendiri. Ditulis dengan gaya bahasa mengalir, jujur dan reflektif, setiap cerita menyimpan banyak pesan moral yang menyentuh.

Dalam tulisan ”Ayah Sang Perfeksionis,” (hlm 19-21), Ferida Wolff, seorang penulis menuturkan masa kecilnya penuh tekanan karena ayahnya perfeksionis. Melalui sikap ayahnya yang keras, tak ada toleransi bagi Ferida untuk tidak mendapat hasil terbaik dalam apa pun. Hal itu membuatnya depresi. Namun akhirnya, Ferida mampu bersikap positif dan asertif setelah mengeluarkan rasa amarahnya dan berjanji tidak melakukannya pada anak-anak.

Ada pula kisah berjudul ”Para Ibu Memang Seperti Itu” menceritakan menantu yang terus ditolak ibu mertuanya. Sallie A Rodman menuturkan, akhirnya menghindari untuk berelasi dan mengenal lebih jauh ibu mertuanya sejak awal menikah. Hingga si ibu mertua meninggal dunia. Perasaan bersalah dicurahkan kepada adik iparnya yang menyebut ibunya memang bersikap demikian kepada pasangan anak-anaknya karena tak ingin kehilangan anaknya (hal 112).

Cerita-cerita lain sarat kontemplasi dan menyentuh. Buku ini menyebut memelihara amarah, dendam, dan luka hanya akan mengundang penyakit seperti ketegangan otot, sakit kepala, dan sakit rahang akibat dari mengatupkan geligi dengan kuat. Dengan memaafkan akan menghadirkan tawa dan hidup terasa lebih ringan.

Puisi Christina Galeone ”Jalan yang Merentang di Depan” (hlm 451) mengisahkan pengampunan yang melahirkan pengampunan dan rasa damai. Rata-rata penulis mengungkapkan bahwa setelah memaafkan, ada perubahan besar dalam diri. Hati menjadi lebih tenang, penuh damai, dan bahagia.

* Diresensi Yeti Kartikasari, alumnus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

 

EH / Islam Indonesia

One response to “Resensi Buku Kekuatan Memaafkan”

  1. Yeti says:

    Kenapa naskah ini dimuat di sini? Artikel ini hanya saya kirimkan ke Koran Jakarta DNA sudah dimuat di sana.

    Kenapa diunggah ulang tanpa seizin saya? Media tidak bermutu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *