Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 15 August 2023

Meneladani Rasulullah Soal Sangka Baik kepada Allah dan Manusia


islamindonesia.id – Rasulullah s.a.w dikenal sebagai pribadi dan teladan terbaik dalam hal sikap husnuzan kepada Allah dan sesama manusia. Sikap inilah yang membuat Rasulullah s.a.w senantiasa sehat. Dalam psikologi modern sikap husnuzan dikenal dengan istilah positive thinking. Hal ini telah dipraktikkan jauh sebelum adanya ilmu kejiwaan.

Berprasangka baik kepada Allah merupakan pengakuan seorang hamba kepada Sang Pencipta bahwa apa saja yang sudah menjadi ketetapan Allah adalah baik bagi dirinya.

“Aku bersama prasangka hambaku dan Aku akan selalu bersamanya. Selama dia mengingat-Ku maka Aku akan mengingatnya di dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dengan begitu banyaknya, maka Aku akan mengingatnya lebih banyak darinya. Dan apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Dan apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari” (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Tirmidzi)

Hadis ini menjelaskan bagaimana Islam sangat memotivasi manusia optimis dan sebisa mungkin menjauhi sikap prasangka (kurang baik) kepada Allah. Sikap optimis kepada Allah akan menimbulkan semangat berprilalu lebih baik dan menambah amal badah.

Ajaran Islam melarang bersikap pesimis atas dosa yang telah diperbuat sehingga merasa bersalah yang berlebihan, ini bisa memunculkan prasangka buruk kepada Allah. Jika seseorang pada kondisi tersebut, maka akan sulit bekerja keras, mudah rapuh dan tidak percaya diri.

Berpikir positif merupakan cara berpikir yang dihargai dalam ajaran Islam. Karena dengan demikian manusia akan terbebas dari beban hidup dan problem traumatik yang pernah dialaminya. Adapun salah satu indikator seseorang berprasangka baik kepada Allah adalah sikap tawakkal. Berserah diri kepada Sang Pencipta menjadikan dia tenang, tidak ada kekhawatiran karena percaya bahwa Allah akan memberinya kehidupan yang terbaik bagi dirinya.

Dalam surah al-Hujurat ayat 12 Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Dalam ayat tersebut jelas bahwa Allah telah memerintahkan untuk menjauhi prasangka (kecurigaan) kepada orang lain, karena kebanyakan prasangka bersifat destruktif dan membawa dosa. Kebencian dan permusuhan tentu tidak akan menghasilkan kebaikan, dan oleh karena itu sikap tersebut harus dijauhi dan dilawan.

Kondisi psikologis (suasana hati) seseorang akan memengaruhi kesehatannya, karena otak menghasilkan hormon. Jika sedang bahagia, otak akan menghadirkan zat endorfin yang sangat berguna bagi tubuh. Jika sedang benci, marah, cemas dan suntuk, maka otak menghadilkan zat cortisol, dopamin dan adrenalin yang bisa mengganggu keseimbangan sistem tubuh.

Bila kondisi imun tubuh menurun, maka akan memudahkan terinfeksi oleh virus. Itulah mengapa sikap berprasangka baik kepada Allah, merupakan bentuk keimanan paripurna. Sedangkan prasangka baik kepada manusia merupakan kemuliaan akhlak seseorang.

Dengan meneladani Rasulullah s.a.w, semoga kita senantiasa bisa menjaga prasangka baik kepada Allah dan sesama manusia. Dengan begitu, maka Allah akan melindungi kita kapan dan di manapun.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *