Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 05 June 2019

Renungan Pagi – Abdillah Toha: Fitrah


islamindonesia.id –  Kolom Abdillah Toha: Fitrah

Fitrah

Oleh Abdillah Toha

Fitrah pada dasarnya berarti original, asli, asal-usul, ketika roh kita ditiupkan ke dalam rahim ibu sampai kita lahir di dunia dalam keadaan suci dan tak tersentuh dosa. Semua manusia, dari manapun asalnya dengan latar belakang agama, etnis, maupun tempat kelahirannya, dilahirkan suci. Kemudian orang tua dan lingkungannya yang membentuknya menjadi dia seperti sekarang. Demikian sabda Nabi.

Fitrah yang berasal dari kata fathara juga berarti mencipta. Allah lah yang mencipta (fathara) seluruh jagad raya ini dan isinya. Fathara juga berarti membelah (split) untuk memberi kehidupan. Membelah langit dan bumi yang tadinya satu, memecahkan kulit telur agar lahir makhluk baru, membelah sel-sel dalam tubuh kita dan membentuk sel baru yang segar agar kita bertahan hidup sampai tua.

Karena Allah Maha Suci dan kematian adalah kembalinya roh kita kepada asalnya, maka roh yang telah ternoda harus dibersihkan lebih dahulu sebelum dikembalikan kepada Yang Asal. Itulah yang dinamakan azab sebagai proses penyucian kembali sebelum roh kita bisa mencapai rumah asalnya.

Allah berkali kali mengingatkan kita sebaiknya kita sendiri yang membersihkan roh kita dari semua polusi yang melekat ke jiwa kita karena dosa, sebelum azab sebagai proses pencucian dosa diberlakukan kepada kita setelah nyawa dicabut. Bertaubat dan mengoreksi diri dari dosa jauh lebih ringan daripada menundanya sampai koreksi dilakukan melalui azab.

Satu-satunya jalan agar manusia bebas dari kendali luar yang menjanjikan kesenangan sementara dan ancaman ketakutan yang ilusif, adalah kembali kepada-Nya sebelum saat kembali sebenarnya. Menaikkan derajat kemanusiaannya dengan memperkuat sisi ilahiyah dalam tubuh halusnya sesuai dengan rancangan awal fitrahnya.

Agama yang tidak menekankan kepada penguatan sisi fitrah manusia adalah agama yang gagal atau bahkan agama yang justru mengacaukan tertib kehidupan dan menjadikan manusia bukan sebagai hamba Allah tetapi budak makhluk lain.

Dengan demikian, cita-cita dan upaya manusia yang paling benar dan mulia sesungguhnya adalah kembali kepada fitrahnya sebelum kita terpental lebih jauh. Makin jauh kita tersesat jalan, makin sulit mencari jalan kembali di hutan belantara yang penuh dengan serigala dan kegelapan.

Islam disebut sebagai din al fithrah, agama fitrah. Menurut Prof Nagib Alatas, wahyu dan petunjuk Allah dalam agama Islam tidak boleh diartikan sebagai pembatas kebebasan menentukan nasib sendiri manusia. Justru sebaliknya. Agama Islam selalu mengajak dan mengingatkan kita  kepada fitrah manusia, khususnya dalam tauhid dan keesaan Tuhan. Ketika mengabaikan aturan agama, kita justru sebenarnya sedang kehilangan kebebasan mengikuti desakan hati dan kecenderungan kita untuk kembali kepada alam fitrah.

Manusia itu lemah tetapi mengaku kuat. Lingkungan kita lah yang bertanggung jawab atas makin mendekat atau menjauhnya kita dari fitrah. Karenanya kita harus memilih sendiri lingkungan dan kawan berjalan serta guru pemandu dalam perjalanan di dalam hutan kehidupan. Pilhan yang akan sangat menentukan sampai tidaknya kita ke tujuan utama kembali ke fitrah dengan cepat, lambat, atau bahkan tersesat selamanya.

Kehidupan modern yang serba instan menawarkan kepada kita berbagai pilihan yang menggiurkan berupa kenikmatan materi, kekuasaan, popularitas, bahkan ilmu pengetahuan yang ilusif. Semuanya itu tidak dilarang dalam Islam tetapi bisa berisiko menjauhkan kita dari fitrah kita yang suci. Selalu ingat kepada fitrah manusia dan berupaya kembali kepadanya adalah jalan paling selamat agar tidak terjerumus lebih jauh ke dalam lubang kebinasaan.

Setiap orang harus menyisihkan waktu bersendiri, untuk merenung dan berbicara dengan diri sendiri. Berdialog dengan fitrah kita. Apakah itu dinamakan bertapa, uzlah, atau meditasi, telah terbukti menghasilkan manusia manusia istimewa yang sukses membawa perubahan besar. Tidak terkecuali para Nabi dan utusan Allah melakukan hal yang sama. Hanya dengan berbicara kepada diri sendiri kita akan mendapatkan diri kita yang jujur dan otentik.

Sebagai manusia, kita baru bisa menghargai makna fitrah ketika kita sadar bahwa kenikmatan hidup tertinggi bukan terletak pada apa yang kita miliki, tetapi pada kesadaran kita bahwa dalam hidup ini tiada ada yang kekal kecuali roh fitri kita yang akan kembali kepada-Nya.

Mudah mudahan Allah membantu kita semua menemukan kembali fitrah kita, memeliharanya, dan membimbing kita menempuh jalan yang bebas hambatan dan halangan, menuju ke tujuan akhir sang hamba ke haribaan-Nya. Amiin.

Selamat Idulfitri, mohon maaf lahir dan batin, bila selama ini ada kesalahan dan kekhilafan yang mengganggu hubungan kamanusiaan kita.

PH/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *