Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 23 August 2018

Renungan Pagi – Abdillah Toha: AGAMA DAN KEBERAGAMAAN


islamindonesia.id – Kolom Abdillah Toha: AGAMA DAN KEBERAGAMAAN

 

Peristiwa baru-baru ini di Tanjung Balai Sumatera Utara di mana 14 Vihara Budha dibakar dan seorang wanita berumur 40 tahun dijatuhi hukuman penjara 18 bulan karena menyampaikan keberatan secara terbuka terhadap pengeras suara masjid, sungguh menyayat hati.

Beberapa waktu yang lalu, karena ditekan masyarakat setempat, bupati Bangka meminta Jamaah Ahmadiyah meninggalkan kampung halamannya dan Kabupaten Bangka karena dianggap sesat. Kita belum lupa peristiwa Cikeusik yang menimbulkan hilangnya jiwa anggota Ahmadiyah, pengusiran dan pengasingan Jamaah Ahmadiyah di Lombok yang sudah hampir 9 tahun tanpa solusi, dan pengusiran, pembakaran rumah, serta penistaan Jamaah Syiah di Sampang dan Madura.

Di Kuningan, Jawa Barat, Jamaah Ahmadiyah tidak diberi KTP dan Surat Nikah karena mereka dianggap bukan Islam atau bukan agama yang diakui pemerintah.

Di belahan lain dunia di Saudi, di negeri yang mengklaim berdasarkan syariat Islam, seorang perempuan aktivis yang menganut mazhab minoritas telah dipenjara dan saat ini sedang menunggu keputusan nasibnya di tiang gantungan karena dituduh mengkritik pemerintah nya sendiri.

Andaikata tidak ada agama, barangkali kehidupan di Tanjung Balai, Bangka, Madura dan lain-lain bisa damai dan tenang dan tak ada bakar-bakaran dan tak ada orang yang dihukum dengan tuduhan menista agama atau sesat. Di Saudi tak akan ada yang digantung karena berbeda pendapat dan kritis terhadap penguasanya.

Belum lagi kita berbicara tentang kelompok kelompok teroris seperti ISIS, al-Qaeda, dan sejenisnya yang menghalalkan perampokan, perbudakan, dan menggorok leher orang kafir atas dasar penafsiran yang diyakini pada agama yang dianutnya.

Tentu saja hal ini bukan monopoli muslim. Fanatisme dan ekstrimisme ada di hampir semua agama, baik Kristen, Hindu, maupun Buddha dan agama-agama lain. Di era modern ini tidak jarang kita membaca liputan peristiwa radikal dan ekstrim di Amerika, India, Myanmar maupun negeri-negeri lain oleh para penganut agama. Sejarah hitam inkuisisi di gereja Katolik juga baru berhenti pada akhir abad ke 19.

Karena berbagai peristiwa sejenis ini sering terjadi di berbagai belahan dunia, maka sebagian orang menyimpulkan bahwa dunia akan lebih tentram bila tak ada agama. Beragama lebih berbahaya daripada tidak beragama

Tentu saja kita tidak sependapat bahwa sumber permasalahan ada pada agama karena agama diturunkan tiada lain untuk kebaikan manusia di bumi ini. Masalahnya bukan pada agama tetapi pada keberagamaan penganutnya.

Kalau sudah begitu kemudian siapa sebenarnya yang bertanggung jawab? Apakah pemerintah, ulama, pendeta, pendidik, guru, tokoh masyarakat, cendekiawan, atau siapa? Perjalanan sejarah agama bisa jadi telah beratus milenium sejak manusia pertama Adam dan karenanya tidak satu pihak pun yang dapat disalahkan sendirian.

Kita semua ikut bertanggung jawab dan harus berani mengambil langkah dimulai dari lingkungan kita masing-masing untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh penghayatan agama yang tidak semestinya. Bila tidak, kekacauan akan terus terjadi atau sebagai alternatif orang akan meninggalkan agama atau merevisi agama sesuai dengan selera masing-masing.

Kalau saja agama tidak dibuat sulit tetapi disederhanakan menjadi kaidah moral dan etika, kalau saja agama tidak dijadikan identitas kesukuan dan tribalisme, kalau saja agama tidak dijadikan ideologi dan dipolitisasi, kalau saja agama tidak menjadi bahan untuk bersaing mencari pengikut, kalau saja pendidikan agama lebih ditekankan pada sisi batin dan spiritual daripada sisi zahir dan material, maka barangkali kekacauan akan terhindarkan dan agama akan menjadi sumber inspirasi kehidupan manusia yang lebih baik.

Wallah a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *