Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 21 June 2016

OPINI – Hidup ini Persis Pantograph


Oleh Endang Kurnia*

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al-Zalzalah [99] : 7-8)

Dari ayat itu kiranya bisa kita pahami bahwa kita hidup di bumi ini sebenarnya sedang mengukir kehidupan kita di akherat.

Barangkali segala macam aktivitas kita sehari-hari terasa sebagai aktivitas biasa-biasa saja, namun itu sebenarnya adalah pahatan sebuah bangunan kehidupan. Dan selayaknya sebuah pahatan, tentu akan punya corak. Apakah coraknya indah, atau mengerikan, itu tergantung dari yang mengukir. Inilah sebenarnya urgensi amal-amal kita.

Bisa jadi, di sini, di tempat kita hidup ini, kita hanya merasa sedang makan, tapi jika kita makan sambil bersyukur, itu adalah sebuah guratan keindahan atas kehidupan kita di alam lain itu. Bisa jadi, di sini kita sedang shalat, itu berarti guratan besi pahat kita semakin membangun corak yang semakin indah. Tiap gerakan shalat, sekecil apapun, juga tiap ucapan shalat, sependek apapun dan selirih apapun, itu adalah ukiran keindahan. Tiap suku kata dalam shalat, tiap pergeseran badan dalam shalat, itu adalah ayunan pengukir kehidupan surga. Begitu juga tiap kita bicara dengan orang lain, setiap kita menasihati orang lain, setiap kita memberikan pendapat yang makruf pada orang lain, itu adalah ayunan pengukir kehidupan surga.

Semua ucapan dan gerakan yang tampaknya sepele itu semuanya adalah ayunan pengukir kehidupan kita di surga.
Yang perlu kita perhatikan juga di sini, semua ukiran itu bukan ukiran biasa tapi ukiran berskala. Kita mungkin tahu alat penggambar berskala, atau pantograph. Ya seperti itulah sebenarnya. Namun, yang perlu kita pahami, skalanya luar biasa, mungkin jutaan kali lipat.

Tampaknya hanya keluar satu kata makruf dari mulut kita, padahal itu adalah kehidupan indah dengan sungai-sungainya yang sangat elok dan permai, lebih indah dari Green Canyon di Ciamis ataupun sungai-sungai bawah tanah di Selandia Baru. Dan kehidupan yang luar biasa sejuk itu akan kita rasakan ribuan tahun.

Dalam surga yang tinggi, tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna. Di dalamnya ada mata air yang mengalir. Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan. Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya), dan bantal-bantal sandaran yang tersusun, dan permadani-permadani yang terhampar. (QS.Al-Ghasiyah [88]: 10-16)

Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. (QS. Al-Insan [76]: 11)
Tampaknya kita hanya berjuang untuk kemuliaan Islam dengan aktivitas yang tampaknya sepele, padahal dengan itu Allah akan berikan istana yang indah dan luasnya tak terbayangkan, lebih indah dan lebih luas dari Istana Buckingham di Inggris atau Camp Elysse di Prancis.

Begitu juga dengan perbuatan munkar. Mungkin hanya satu kata “uhh” dari mulut kita atas orang tua kita, tapi itu adalah ukiran suasana mengerikan yang siksaannya tak terampunkan. Di sana kita akan berlipat-lipat lebih menderita daripada para tawanan perang di penjara Guantanamo. Selama ribuan tahun. Selama waktu itu bara api, nanah, darah, aspal, ular berbisa, bercampur jadi satu menyimuti dan menggulung kita di dalam gelombangnya.

Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka), diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar. (QS. Al-Ghasiyah [88] : 2-7)

Oleh karena itu, marilah kita renungi betul hidup kita ini. Bagaimana ucapan kita? Bagaimana perbuatan kita? Bagaimana penggunaan kita atas setiap nikmat Allah yang telah diberikan-Nya atas kita? Energi kehidupan kita tiap hari, ke mana kita arahkan dan sejauh mana kita optimalkan? Ilmu yang telah Allah limpahkan atas kita untuk apa? Dan yang pasti, waktu hidup yang tentunya ada batas akhirnya, yang Allah berikan atas kita, kita manfaatkan untuk apa dan sejauh mana efektivitasnya?

Itu semua adalah ukiran. Itu semua adalah ukiran kehidupan akherat. Itu semua adalah ukiran berskala dengan skala jutaan kali lipat.

Di sini, di bumi ini, yang waktunya singkat ini, sebenarnya kita sedang mengukir kehidupan di tempat lain, yang luasnya luar biasa, dan di waktu lain, yang lamanya bahkan tak ada batasnya. Kehidupan di tempat yang luar biasa luas, dan kita nikmati dalam waktu lebih dari setrilyun trilyun trilyun trilyun tahun itu, kita ukir dari sini, di tempat berpijak kita ini, dan sedang kita lakukan detik ini.

Termasuk ukiran surga yang sangat penting adalah menegakkan syariah Islam. Ini karena dengan itu kita bisa menjalankan berbagai perintah Allah dengan syamilan kamilan, menyeluruh dan sempurna.
Hanya dengan itulah amal kita benar dan lengkap. Ketika kita di tanya di hari akhir, tak ada perintah Allah yang kita tinggalkan. Sehingga ukiran kita adalah surga, bukan neraka.[]

*Penulis buku “Catatan Rindu pada Sang Rasul” dan novel “Curahan Hati Iblis”.

 

RQ/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *