Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 15 May 2018

KOLOM – Pendidikan Atau Indoktrinasi


islamindonesia.id – KOLOM – Pendidikan Atau Indoktrinasi

 

 

 

Oleh Abdillah Toha, Pemerhati Sosial, Politik dan Keagamaan

 

 

Dalam salah satu tulisan yang mengingatkan dan mengimbau pemerintah baru Malaysia disebutkan bahwa salah satu masalah besar disana yang harus segera diatasi adalah masalah agama. Pendidikan agama dengan cara yang salah telah menimbulkan fanatisme yang memecah belah bangsa. Karenanya penulis itu kemudian mengatakan bahwa apa yang disebut sebagai “pendidikan agama” itu sebenarnya tidak ada. Yang ada hanyalah indoktrinasi agama. Benarkah demikian?

Apa yang disampaikan di atas sebenarnya juga menjadi masalah kita di Indonesia pada saat ini. Pengajaran dan dakwah agama di negeri kita sebagiannya telah menciptakan muslim fanatik yang salah memahami esensi agama Islam sehingga mereka menjadi benih-benih manusia yang menakutkan. Padahal agama sebenarnya bertujuan menciptakan hamba-hamba Allah yang taqwa dengan hati yang damai dan tentram demi menularkan perdamaian di sekelilingnya. Di mana kesalahannya?

Karena agama itu bukan ilmu, katanya, maka tidak bisa diajarkan. Agama dianggapnya sebagai doktrin karenanya hanya bisa di indoktrinasikan.

Doktrin atau credo adalah sebuah keyakinan bukan ilmu. Dia harus diterima apa adanya tanpa dipertanyakan. Dalam militer umpamanya ada doktrin ‘bunuh atau kamu akan dibunuh’. Dalam agama ada berbagai doktrin umpamanya surga, neraka, hari akhir, hari pembalasan, takdir, dan sebagainya.

Dengan demikian apakah kemudian pendidikan agama di sekolah dan di luar sekolah sebaiknya dihapuskan? Praktisi dan ahli pendidikan Haidar Bagir tidak sependapat. Haidar berpandangan bahwa agama adalah juga ilmu dalam arti luas yang bisa diajarkan. Dia yakin pendidikan agama masih dirasakan sangat perlu karena setiap orang sejak kanak-kanak harus sudah dididik mengembangkan hubungan spiritualitas dengan Tuhan.

Tapi memang tidak salah bahwa pendidikan agama jenis tertentu sangat mungkin merusak murid. Sering kali kerusakannya lebih dahsyat dibanding kerusakan yang tidak dimotivasi agama. Karenanya, pendidikan agama yang benar harus mengajarkan bahwa akhlak, amal saleh, dan hubungan kemanusiaan adalah bagian penting dan tak terpisahkan dari agama.

Masalah lain yang cukup pelik adalah adanya sejenis anarki dalam pembelajaran agama. Khususnya pembelajaran agama di luar sekolah. Orang bebas memilih ustad atau guru favoritnya sedangkan guru yang dipilih belum tentu memenuhi persyaratan dan bisa juga guru memiliki ideologi tertentu yang disisipkan kedalam materi pembelajarannya.

Guru-guru jenis inilah yang menyebarkan agama dengan cara cuci otak atau indoktrinasi satu arah dan tidak memberikan kesempatan kepada murid-muridnya untuk berpikir kritis dan menggunakan akalnya. Padahal agama Islam menuntut kita menggunakan akal dalam memahami wahyu dan tuntunan Allah dan rasulnya.

Otoritas pemerintah sampai batas tertentu masih mungkin campur tangan dalam menentukan persyaratan guru di sekolah-sekolah formil. Namun ketika memasuki wilayah luar sekolah, pemerintah menghadapi dilema untuk mengatur atau menentukan persyaratan ustad atau pendakwah karena bisa dituduh mencampuri dan mengganggu kebebasan berpendapat dan beragama.

Di sinilah letak tantangan yang dihadapi anggota masyarakat yang berakal sehat. Semua kita tidak boleh diam dan membiarkan dunia pendidikan agama, baik didalam maupun diluar sekolah, diambil alih oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Berbagai prakarsa harus kita ambil bersama baik dengan tindakan mendirikan sekolah-sekolah yang berkualitas maupun dengan menyampaikan pendapat kita secara terbuka melalui masyarakat madani dan media. Tanpa semua itu, kita juga yang akan menanggung akibat buruk yang menimpa bangsa ini.
Wallah a’lam.

AT – 15052018

 

 

 

YS/islamindonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *