Satu Islam Untuk Semua

Monday, 20 December 2021

Kolom Muzal Kadim: Hikmah Kisah Nabi Yunus


islamindonesia.id – Kolom Muzal Kadim: Hikmah Kisah Nabi Yunus

Hikmah Kisah Nabi Yunus

Oleh Muzal Kadim | Staf Pengajar di FKUI dan Anggota IDI

Nabi Yunus termasuk Nabi yang kisahnya diceritakan berkali-kali dalam Al-Quran, bahkan namanya diabadikan menjadi salah satu nama surah.

Nabi Yunus diutus oleh Allah untuk menyampaikan wahyu di kota Ninawa, daerah Irak sekarang. Nabi Yunus mengajak para penduduk kota itu untuk beriman dan meninggalkan berhala. Namun, para penduduk kota itu menolak ajakan Nabi Yunus dan tetap memilih sesat dalam kekafiran. 

Nabi Yunus pun marah, sedih dan kecewa kepada kaumnya karena tidak mau menerima petunjuk Allah, sehingga Nabi Yunus menyampaikan kepada kaumnya itu, bahwa Allah akan memberikan azab kepada mereka.

Setelah menyampaikan hal itu, Nabi Yunus pergi meninggalkan kota tersebut. Setelah Nabi Yunus pergi, kaumnya mulai melihat pertanda azab Allah itu, maka mereka baru meyakini bahwa nabi Yunus memang benar utusan Allah dan bertaubat. Kisah ini menunjukkan bahwa hampir saja Allah menurunkan azab kepada kaum Nabi Yunus karena Nabi Yunus pergi dengan marah, sedih, dan kecewa.

Surah Al-Anbiya’ ayat 87—88:

“Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, (sedih dan kecewa) lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyempitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Tidak ada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim.’ Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kesedihan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.”

Al-Quran merupakan petunjuk yang mengandung pesan dan perumpamaan yang tidak terbatas, berlapis-lapis, dan sangat dalam, selaras dengan pesan dan perumpamaan yang ada di alam semesta dan manusia itu sendiri.

Allah dinisbahkan sebagai “Yang Zahir dan Yang Batin”. Setiap makna dalam Al-Quran pun selalu ada makna “zahir” maupun “batin”.

Alfuryabi meriwayatkan dari Hasan al-Basri. Sesungguhnya Nabi bersabda, “Setiap ayat itu mempunyai makna zahir dan batin, setiap huruf terdapat batasan, dan setiap batasan terangkat.”

Di dalam setiap kisah para nabi dalam Al-Quran selalu ada hikmah dan makna batin yang lebih dalam.

Ibnu Arabi menulis kitab Fusush al Hikam, yang khusus membahas hikmah dan makna batin dari kisah para nabi dalam Al-Quran. Setiap kisah nabi mempunyai hikmah yang khusus. Kisah Nabi Yunus tentunya juga mempunyai hikmah dan makna batin tersendiri.

Kebanyakan kisah Nabi Yunus yang kita baca dan dengar sejak kecil menekankan makna zahir saja. Seperti ketika Nabi Yunus dilempar ke laut, kemudian secara ajaib Nabi Yunus ditelan oleh ikan besar dan hidup dalam perut ikan selama 40 hari. Dikisahkan bahwa Nabi Yunus mengalami “penderitaan” yang merupakan “hukuman” karena “melanggar” perintah Allah.

Ada tiga makna batin dalam kisah Nabi Yunus ini. Pertama, ketika Nabi Yunus pergi dalam kondisi marah, sedih, dan kecewa, secara makna batin ini sebenarnya adalah suatu bentuk “makar” kapada Allah (Surah Yunus ayat 21).

Dalam The Message of the Quran karya Muhammad Asad, kata makar diterjemahkan sebagai “rekayasa”, yaitu suatu cara Allah merancang segala hal, sehingga membuat kita merasa selalu berada dalam ketidakpastian tentang kebijaksanaan mutlak (hikmah) Allah yang terselubung hijab. Mungkin kata ini bisa juga diartikan sebagai “pengelabuan” atau “penyamaran” Allah.

Jadi, kepergian Nabi Yunus dari kaumnya bukanlah merupakan “pelanggaran” kepada Allah.

Kedua, ketika Nabi Yunus dilempar ke laut lalu ditelan ikan besar, secara batin ini mempunyai makna uzlah, yang bertujuan memberikan ketenangan dan memperkuat batin, pencerahan, sekaligus hiburan bagi kesedihan Nabi Yunus.

Peristiwa ini seperti Isra’ dan Mi’raj, ketika Nabi Muhammad berada demikian dekat dengan Allah, yang merupakan hiburan bagi kesedihan Nabi Muhammad, pencerahan, sekaligus puncak kesempurnaan tertinggi.

Jadi, Nabi Yunus ketika berada dalam perut ikan, bukan karena dihukum dan mengalami penderitaan, tapi justru merupakan hiburan dari Allah. Di sana dia mendapatkan ketenangan batin, pencerahan, serta kesempurnaan.

Ketiga, ketika Nabi Yunus pergi dalam keadaan marah, sedih, dan kecewa, hampir saja Allah menurunkan azab kepada kaum Nabi Yunus. Allah mencintai para nabi dan wali-Nya, sedemikian sehingga kemarahan dan kekecewaan para nabi adalah kemarahan dan kekecewaan-Nya.

Namun sebenarnya kaum Nabi Yunus adalah bagian dari diri Nabi Yunus sendiri, jadi kemarahan dan kekecewaan Nabi Yunus tehadap kaumnya adalah kemarahan dan kekecewaan terhadap dirinya sendiri. Nabi Yunus belum mencapai maqam kesempurnaan, masih terdapat kemarahan, kesedihan dan kekecewaan pada dirinya yang menunjukkan belum tercapainya maqam “ridha”.

Allah ingin mendidik, menghibur, serta menyempurnakan Nabi Yunus dengan berbagai peristiwa tersebut. Sehingga ketika kembali kepada kaumnya, Nabi Yunus sudah mencapai maqam yang sempurna yang membuat kaumnya juga ikut terimbas dan mereka menjadi beriman.

Semuanya adalah “makar” Allah Yang Maha Berkehendak. Semua Kehendak-Nya adalah indah dan sempurna.

Wallahualam bissawab. []

PH/IslamIndonesia/Foto utama: jw.org

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *