Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 12 January 2022

Kolom Muzal Kadim: Dampak Perbuatan Buruk Kita


islamindonesia.id – Kolom Muzal Kadim: Dampak Perbuatan Buruk Kita

Dampak Perbuatan Buruk Kita

Oleh Muzal Kadim | Staf Pengajar di FKUI dan Anggota IDI

Dampak dari perbuatan buruk kita tidak akan langsung hilang begitu saja, meskipun Tuhan sudah mengampuni dosa yang telah kita lakukan.

Ada dua hal yang berbeda antara pemberian ampunan atas dosa kita di satu sisi, dengan dampak dari perbuatan kita di sisi lain.

Seseorang yang berbuat dosa, dengan bertaubat yang benar, akan diampuni dosanya oleh Allah, karena Allah Maha Pengampun. Namun bukan berarti orang tersebut bebas dari dampak perbuatan buruk yang telah dilakukannya.

Dampak dari perbuatan tersebut merupakan suatu  sunnatullah, baik secara fisik, psikis, maupun spiritual yang muncul di alam mulk (alam dunia). Kemudian, ada juga dampak ruhani yang muncul di alam malakut (alam barzah).

Bahkan hal itu tidak hanya berdampak pada diri kita saja, tapi bisa berdampak pada orang yang paling kita cintai, keluarga kita, kerabat kita, teman kita, masyarakat di sekitar kita, lingkungan, dan seluruh unsur di alam ini.

Sunnatullah ini adalah pancaran kehendak ilahi yang mengisi seluruh celah di alam. Tak ada tempat yang tidak diisi oleh kehendak ilahi ini, yang merupakan manifestasi sifat Rahman yang menjalari seluruh alam semesta, tidak hanya kepada orang Mukmin saja. Sunnatullah ini bukan saja terjalin antara Allah dan alam semesta tapi juga di antara segenap unsur dalam alam semesta. Setiap unsur di alam bisa saling mempengaruhi dan saling berdampak.

Dampak dari perbuatan buruk kita dapat berupa fisik, yang bisa langsung dirasakan. Misalnya minum minuman keras dapat berdampak pada kerusakan hati; orang yang sering begadang menghabiskan waktu secara sia-sia, akan turun kondisi kesehatannya; dan orang yang banyak hasad, iri hati, dan dengki akan naik tekanan darah dan tonus simpatisnya, yang mana lebih memudahkan terkena serangan jantung.

Dampak fisik lainnya dapat berupa banjir, kerusakan lingkungan, pemanasan global, dan yang lain, yang juga merupakan akibat dari perbuatan buruk kita. Tak terhitung banyaknya dampak fisik dari perbuatan buruk kita, hanya kita sering tidak menyadarinya.

Dampak psikis dari perbuatan buruk juga sering tidak disadari. Seorang yang melakukan perbuatan buruk, dalam hati kecilnya pasti akan merasakan kegelisahan yang hebat sebanding dengan perbuatan buruknya. Kegelisahan yang berlangsung secara kronis itu bisa menimbulkan gangguan psikis berupa kecemasan, depresi, insomnia, dan yang lain, namun kita tidak menyadarinya.

Lebih-lebih, adalah dampak spiritual dari perbuatan buruk kita, dan ini sangat sulit untuk dilihat.  Misalnya para koruptor yang memberi makan keluarganya dengan uang haram, meskipun tidak terlihat dampak fisik dan psikisnya, namun ia mempunyai dampak spiritual yang dahsyat. Dampak spiritual tersebut bisa berupa terhambatnya hidayah, taufik, karunia, dan doa, baik untuk kita maupun anak, istri, dan keluarga lainnya.

Bila kita terbangun malam hari, Allah telah memberikan hidayah untuk mendorong kita salat malam. Namun meskipun kita sudah bangun, Taufik Allah menjadi terhambat akibat dampak perbuatan buruk kita sebelumnya sehingga kita tidak terdorong mengerjakan salat malam.

Demikian banyak contoh dampak spiritual dari perbuatan buruk kita, namun sangat sulit untuk menyadarinya.

Apalagi dampak ruhani yang akan timbul di alam barzakh, lebih lagi kita sebagai awam tidak mungkin bisa melihatnya. Bagi kita yang awam, yang hanya menggunakan mata lahiriah, seringkali tidak bisa melihat dampak perbuatan buruk kita tersebut, namun para wali, yang menggunakan mata batiniah dapat melihatnya.

Dampak perbuatan kita, sebenarnya jelas dan sangat dekat dengan kita, namun kita masih terhijab oleh tabir sehingga tidak bisa melihatnya.

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai, maka ketika Kami singkapkan daripadamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (QS Qaf ayat 22).

Para wali yang sudah tersingkap hijabnya, sangat takut dan sangat menjaga agar tidak terkena dampak tersebut.

Mereka tidak mengharapkan pahala atau surga, dan mereka tidak takut neraka, tapi mereka sangat takut akan dampak perbuatan mereka yang bisa menyebabkan kedekatan mereka kepada Allah menjadi berkurang.

Para wali sangat menjaga perbuatannya, sehingga bagi mereka tidak ada istilah wajib, Sunah, makruh, mubah, atau haram. Bagi mereka segala hal yang disukai Allah adalah wajib untuk dikerjakan, dan perbuatan yang tidak disukai Allah adalah haram.

Semua hal yang meragukan (syubhat), hal yang sia-sia (mubah) meskipun dibolehkan, apalagi hal yang makruh, bagi mereka haram untuk dikerjakan.

Ini adalah ciri orang Mukmin yang disebutkan dalam surah al-Mukminun ayat 3:

“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang sia-sia.”

Semoga Allah memberi kekuatan agar kita bisa menjaga perbuatan kita, sehingga tidak terkena dampaknya yang sering tidak kita sadari. Wallahualam. []

PH/IslamIndonesia/Foto utama: Getty

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *