Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 09 May 2021

Kolom Muzal Kadim: Antara Khalifah dan Hamba


islamindonesia.id – Kolom Muzal Kadim: Antara Khalifah dan Hamba

Antara Khalifah dan Hamba

Oleh Muzal Kadim | Staf Pengajar di FKUI dan Anggota IDI

Kehidupan manusia di dunia mempunyai dua sisi yang saling terkait seperti koin mata uang, yaitu sebagai khalifah dan hamba Allah.

Manusia diberi hak dan kemampuan oleh Allah sebagai khalifah (wakil Allah) di dunia, sehingga mereka boleh mengeksploitasi segala sesuatu yang ada di dunia ini untuk kepentingannya, termasuk tanah, air, udara, tumbuhan, dan hewan.

Sejak zaman dahulu, yaitu peradaban manusia dimulai di Mesopotamia (3500 SM) sampai revolusi industri 1.0 hingga 4.0, bahkan Jepang kini sudah memasuki revolusi industri 5.0, manusia telah melakukan berbagai usaha tanpa batas untuk mengeksploitasi dunia ini.

Peperangan, penjajahan, penindasan, perbudakan, dan semuanya adalah bagian dari usaha tanpa batas manusia untuk mengeksploitasi segala sesuatu, termasuk eksploitasi ekonomi, budaya, ideologi, dan bahkan agama menurut persepsi mereka masing-masing.

Para malaikat pun tidak mengerti dan bertanya kepada Allah:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS al-Baqarah [2]: 30)

Sesuai dugaan para malaikat, manusia sebagai khalifah terbukti sudah banyak membuat kerusakan di bumi karena ketamakannya, hidup berkelimpahan, tidak pernah merasa cukup, dan selalu mengeksploitasi apa saja.

Mengapa itu terjadi? Karena manusia melupakan sisi lain dari fitrahnya, yaitu sebagai hamba Allah. Hakikat dari kehambaan Allah adalah ketaatan, kepatuhan, ketertundukan dan kepasrahan.

Sebagaimana firman Allah:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS az-Zariyat [51]: 56)

Makna penghambaan secara luas meliputi seluruh aktifitas manusia yang semata-mata untuk mencari ridha Allah. Hal ini mudah diucapkan tetapi sebenarnya sulit dilakukan, serta harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dilandasi dengan niat yang kuat.

Menurut Imam al-Ghazali, dalam menempuh jalan penghambaan ini manusia akan dihalangi oleh empat hal, yaitu manusia, setan, kesenangan dunia, dan hawa nafsu. Dari keempat hal tersebut yang paling berat adalah kesenangan dunia dan hawa nafsu.

Banyak riwayat yang menggambarkan bahwa manusia luar biasa seperti Nabi Muhammad saw, para nabi lainnya, para sahabat, dan awliya, yang meskipun bisa hidup dengan berkelimpahan melebihi raja-raja tetapi mereka memilih hidup secukupnya saja.

Sebagai hamba Allah yang hanya mencari ridha-Nya semata mata, tidak ada contoh yang paling sempurna selain Nabi Muhammad saw.

Dalam perang Badar, jumlah kekuatan kaum Muslimin hanya sekitar 313 orang yang tidak terlatih. Mereka sudah berjalan jauh dan kelelahan dengan hanya membawa dua kuda dan tujuh puluh unta, setiap dua atau tiga orang saling bergantian mengendarai satu unta.

Sangat berbeda jauh dengan jumlah pasukan yang dimiliki oleh kaum kafir Quraisy yang dipimpin Abu Jahal, jumlah mereka mencapai 1.300 orang. Mereka membawa 100 tentara berkuda, 600 tentara berbaju besi, dan unta yang sangat banyak jumlahnya.

Secara rasional tidak mungkin kaum Muslimin menang.

Tetapi kegagalan dan keberhasilan tidak berada di tangan manusia, melainkan atas izin dan kuasa-Nya. Surga dan neraka bukan lagi menjadi tujuan, melainkan hanya keridhaan-Nya lah yang menjadi pengharapan. Allah berkehendak bahwa kaum Muslimin menang dalam perang ini.

Ketika Nabi Ibrahim as diminta mengorbankan Ismail, putra yang sangat dicintainya, dia tidak ragu sedikitpun karena dia hanya mencari ridha-Nya. Inilah inti dan puncak dari penghambaan.

Berhati hatilah menjaga perilaku kita sebagai khalifah di bumi agar tidak melupakan sisi lain dari fitrah kita sebagai hamba Allah. Wallahualam. []

PH/IslamIndonesia/Foto utama: SehatQ

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *