Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 19 January 2022

Kolom Haydar Yahya: Agama, Jebakan Manusia Beragama


islamindonesia.id – Kolom Haydar Yahya: Agama, Jebakan Manusia Beragama

Agama, Jebakan Manusia Beragama

Oleh Haydar Yahya | The Founder of Cinta Rasul Family;  Pemerhati Sosial, Budaya, dan Islam

Manusia beragama percaya, perjalanan hidup seseorang, adalah sebuah ujian dan sekaligus jebakan.  Ibaratnya sebuah garis nafas yang panjang, ia terdiri dari titik-titik nafas yang bersambung sampai titik nafas terakhir di ujung kematiannya. Setiap titik nafas, adalah jebakan.

Setiap kali keluar dari satu titik jebakan, manusia langsung masuk ke titik jebakan berikutnya, begitu seterusnya. Kaya dan miskin, derita dan bahagia, sukses dan gagal, sehat dan sakit, dan jalan yang lurus, berliku, mendaki, dan menurun, adalah jebakan sekaligus ujian.

Layaknya makhluk sosial, adalah niscaya, sunnatullah manusia berinteraksi dalam kelompok pergaulan sesama manusia yang penuh warna.  Tingkah laku seorang khalifah dalam interaksi sosial, mengelola alam semesta, bumi,  lautan, angkasa, semuanya dipercaya sebagai ujian, sekaligus juga jebakan dalam perjalanan manusia.

Sikap, reaksi, dan respon dalam menghadapi ujian jebakan, itu yang akan dinilai. Di peringkat mana maqam kita berada. Pahala surga bagi yang lulus.  Mereka yang mengatasi jebakan secara positif, melahirkan keteladanan amal saleh, kemanfaatan kemaslahatan bagi diri, umat manusia, dan alam semesta.

Hukuman neraka, bila manusia mengatasi jebakan mengikuti hawa nafsunya, yang mana membawa kerusakan, mudarat kezaliman bagi dirinya, orang lain, dan jagat raya.

Namanya jebakan ujian, ada yang mudah diinderai, kasat mata, dan dirasakan, seperti contoh-contoh di atas, yaitu yang dialami dan dirasakan manusia secara umum. Tapi ada jebakan yang khusus dialami oleh sebagian manusia saja,  jebakan Batman yang hakiki. Jebakannya halus, lembut, merayu, menggoda hati, sehingga lebih sering, tidak dirasakan sebagai jebakan.

Jebakan semacam ini begitu menyilaukan mata, menyihir pikir, mempesona, menghibur, memberi kenikmatan lahir dan kepuasan batin tanpa tanding.  Alih-alih dirasa sebagai jebakan, ia bahkan dinikmati layaknya mimpi panjang nan indah dan enggan terjaga.

Kelembutan kelicikan rayuannya, hanya tertandingi oleh setan.  Dan memang, itulah kerja setan sesuai janji sejak mula ia diciptakan. Rayuannya, mengalir bersama aliran darah memenuhi sekujur syaraf, dan banyak manusia yang terlena.  

Dalam ajaran Islam, dikenal kalimat sirotol mustaqiem yang secara populer diterjemahkan sebagai jalan lurus. Sebagai idiom agama, sirotol mustaqiem, diriwayatkan ibarat jembatan menuju surga, yang di bawahnya ada neraka yang membara.  

Jembatan itu sehalus rambut yang dibelah tujuh dan setajam pedang. Bayangkan betapa halus dan ngerinya. Dengan melewati jembatan itulah, dipercaya, semua manusia harus melewatinya untuk mencapai surga. Yang tergelincir dan terjatuh, neraka siap memangsa di bawahnya.

Begitulah ujian berat nan halus dilukiskan. Agaknya, riwayat sirotol mustaqiem itu,  menggambarkan titian jalan ujian  jebakan manusia di dunia ini dan bukan di akhirat kelak. Di sana, tidak ada lagi ujian atau jebakan. Semua serba nyata terang benderang.

Jembatan misteri setipis itu, tak mampu diinderai secara nalar biasa. Pastinya, tidak mudah bisa lulus dari ujian jebakan semacam itu.  Jebakan apakah gerangan yang begitu mengerikan?  

Para korbannya tidak merasa sedang dalam jebakan, malah mereka merasa dan mengaku, bahkan berteriak nyaring sedang kaffah beriman. Itulah, godaan orang-orang beriman, kata seorang Wali Allah.

Jebakan ujian manusia beragama, adalah agama itu sendiri.  Saat orang beragama dan merasa agama telah kaffah menjadi identitas dirinya.  

Bila membaca ayat yang berbunyi “….ya ayyuhal ladzina amanu….,” nah itulah kami sedang disapa Allah. Bila sampai pada ayat “….innal munafiqina…innal ladzina kafaru….,” nah itu mereka sedang diancam Allah.

Diri dan pikirannya menjadi tolok ukur tafsir wahyu suci. Dia merasa sebagai makhluk super yang berbeda. Selainnya tidak setara dan sebanding dengan dirinya. Dia merasa sebagai makhluk spesial yang merasa berhak, mampu bebas “menciptakan” dirinya seperti apa, sesuai selera.  

Dia merasa dirinya terlahir sebagai makhluk yang sama sekali baru. Hijrah, katanya. Menjelma menjadi makhluk ajaib, satria pembela Tuhan dan agama. Bahkan, Tuhanpun diyakini membutuhkan pembelaan dirinya.  

Kata-katanya, ijtihad, dan perbuatannya adalah agama. Hakim penentu jalan kebenaran dan kesesatan. Bukan hanya tasbih, kunci surga juga dirasakan  berada di tangannya. Jadilah mereka sekumpulan para demagog yang mengecoh masyarakat awam yang malang.

Bagaimana tidak !? Tidak tanggung-tanggung, manusia jadi-jadian ini, berani menjanjikan surga. Siapa tidak larut dengan janji rayuan surga? Meski gombal juga!

Di saat seperti itu, membunuh diri sendiri atau orang lain, dia tidak lagi merasa berdosa. Hal itu bisa dilakukannya dengan tersenyum, apalagi sekadar berdusta dan menyebar fitnah.  Semua perbuatan buruk yang dimurka Tuhan, bisa dilakukannya dengan enteng.  

Alhasil, perbuatannya hanya berbeda alasan dengan perbuatan setan. Setanpun bertepuk tangan, sukses misinya. Orang-orang yang mengaku dan merasa beriman itu, telah berada dalam jebakan, menikmati dan enggan keluar. Alih-alih bertobat.

Begitulah godaan orang-orang beriman. Sementara agama bukan untuk Tuhan. Melainkan untuk manusia!

Agama, demi kemaslahatan manusia, manakala tidak, bahkan melahirkan kegaduhan, kebencian, permusuhan, pembunuhan, dan berbagai kerusakan, pastilah itu  bukan Agama Tuhan, melainkan agama setan!

Maha Suci Tuhan,  bagi-Nya tidak membutuhkan kemaslahatan, kemanfaatan, kesejahteraan, kedamaian, dan semua yang didamba makhluk-Nya.  Subhanallah…. Fahuwa Ghoniyyun….

Oiya, Bib, mengaku Ahlul Bait Nabi atau merasa Habib yang suci termasuk dalam jebakan halus nan lembut yang berbahaya itu…. []

PH/IslamIndonesia/Foto Utama: Dok. Pribadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *