Kolom Haidar Bagir – Kefakiran Adalah Kebanggaanku

islamindonesia.id – Kolom Haidar Bagir – Kefakiran Adalah Kebanggaanku

“Jadilah kosong, Dan merataplah seperti buluh perindu” (Rumi)

Kosong, artinya bebas egoisme.

Sebaliknya dari merasa self sufficient – serba cukup dan mandiri: pinter, menarik, ngetop, kaya, bahkan baik – kita merasa selalu berada di ujung tanduk.

Bahwa, kalau pun kita punya semua, sesungguhnya semua itu datang dari Allah, dan kapan saja, kalau mau, Allah bisa mengambilnya.

Dan kita bisa bangkrut total begitu saja. Kepinteran kita bisa hilang, juga daya tarik, kemakmuran, dan sebagainya.

Bahwa tiada daya upaya kecuali dalam ketergantungan total kita kepada Allah. Bahkan, sebelum itu, kita sama sekali tak boleh merasa pinter, menarik, kaya, ngetop, baik, dan lain sebagainya.

Bagaimana bisa, padahal semua itu bukan punya kita?!

Lagipula, semua kriteria bukanlah kriteria kebaikan dan kemuliaan kita.

Kriteria kebaikan dan kemuliaan kita satu-satunya adalah takwa (kesadaran kebergantungan total kita kepada Allah, dan kebersihan hati kita. Dan orang yang bertaqwa serta bersih hatinya pasti tak terkait dengan semua kriteria egoistik itu.

Bahkan kriteria takwa dan kebersihan hati itu tak terlihat. Maka merasa lebih baik dari orang lain menjadi mustahil.

Kita tak pernah tahu. Yang lebih aman, kita harus yakin orang lain, meski tak selalu kita tahu kelebihannya dari diri kita, sesungguhnya lebih baik dari kita.

Ya, kita harus merasa kosong. Faqir, tak punya apa-apa dibanding orang lain, apalagi di hadapan Allah Yang Maha Kaya.

Lalu kita meratap kepada Allah karena kita hanya faqir di hadapannya.

Inilah inti bertasawuf, bersuluk.

Ya, rasa kefakiran total adalah modal bertasawuf. Itu sebabnya Nabi Saw bersabda: “Al-faqru fachriy”  

Yang maknanya kurang lebih; “(Rasa) kefakiran (di hadapan makhluk dan Khaliq) adalah kebanggaanku. Bukan kepintaran, ketampanan/kecantikan, kemakmuran, daya tarik, perasaan baik, dan sebagainya…”

AL/ Islam Indonesia/ Featured Image: mataair.co