Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 20 September 2018

Kolom – Asyura Epos Indah dan Berjaya


islamindonesia.id – Kolom – Asyura Epos Indah dan Berjaya

 

Oleh : Arif Zaman

 

Bagaimana kabarmu wahai al Husain cucunda Nabi?

Ada darah di Karbala sekaligus ada cinta dan iman yang teruji dan menyala-nyala untuk selalu dikenang sampai dunia menutup usia.

Kita bisa terpaku pada duka Karbala namun lihatlah lebih saksama dari masa ke masa sungguh terlihat jelas rencana al Husain di Karbala begitu tuntas, gemilang serta berjaya di dunia dan akhirat.

Kisah al Husain dan 72 pengikutnya adalah sumber inspirasi yang tak habis-habisnya dan selalu menyelamatkan dan menghangatkan iman.

Setiap kita, 14 abad setelah peristiwa itu, bisa menuliskan refleksi masing-masing berdasarkan renungan yang kita peram dan kemudian menjadi “anak-anak” kesadaran bagi diri kita sendiri tentang musibah akbar dalam sejarah Islam sekaligus titik balik maha-penting dalam gerakan Islam.

“Jika kalian tidak beragama, setidaknya jadilah manusia merdeka,” seru al Husain, cucu Nabi untuk ke sekian kali mencoba untuk menyadarkan hati dan pikiran tentara Yazid yang kemudian membantai al Husain, keluarga dan sahabat setianya di Padang Karbala pada 10 Muharram.

Memang benar. Setiap perincian dari kisah Karbala adalah pelajaran soal pilihan dan kemerdekaan sebagai cara manusia menjaga martabatnya dan pantang hina untuk tunduk kepada penguasa lalim. Epos Karbala dihidupi oleh daya cinta dan makrifat yang bersumber pada sosok al Husain.

Pada 61 Hijriah, Al Husain berada di titik didih sebuah zaman edan ketika ajaran Islam yang penuh rahmat dan pembebasan yang dibawa kakeknya nyaris padam oleh penguasa yang menggunakan jubah agama sebagai alat untuk menindas dan melanggengkan kekuasaan termasuk dengan cara menuntut al Husain untuk tunduk berbaiat kepada penguasa lalim Yazid dari garis Bani Umayah.

Peristiwa Asyura adalah titik balik ketika ajaran Ar Rasul Muhammad yang cukup lama diselewengkan penguasa telah menciptakan ketakutan, apatisme bahkan kebangkrutan sosial terhadap ajaran Kanjeng Nabi Muhammad namun kemudian lahir kembali dan hidup dengan elan vital yang sungguh sempurna oleh pengorbanan al Husain dan pengikut setianya.

Itulah mungkin makna sabda Nabi “Husain dari Aku dan Aku dari Husain”.

Darah dan syahadah di Karbala telah menjamin lahirnya kembali kehidupan. Kisah Imam Husain bersama keluarga dan sahabatnya 72 orang, berhadapan dengan puluhan ribu pasukan Yazid adalah lembar-lembar kisah yang terbuka milik siapa saja mahluk sejarah yang ingin mengambil pelajaran.

Al Husain telah menyaring mana yang hak dan batil, memisahkan suara agama dari dusta penguasa sebagai tujuan tertinggi menggapai ridha Ilahi di Karbala bahkan jika itu harus melalui kematian.

Imam Husain tidak datang untuk mencari kematian begitu saja namun untuk menjadi suara dan raga Islam yang tak terbantahkan pengorbanannya hingga kemudian abadi dan mengandung banyak pelajaran yang tak pernah mati bahkan terus bersinar terang di hati setiap mukmin.

Semenjak pembantaian mengerikan di Karbala, telah terjadi kesadaran kolektif dari Kufah hingga Damaskus, Makkah sampai Madinah tentang bagaimana kekuasaan telah begitu batil dan semena-mena terhadap keluarga Nabi.

Kesadaran itu terutama diperankan oleh adik al Husain bernama Zainab dan anak al Husain bernama Ali Zainal Abidin yang ditawan dan diarak penguasa Yazid dari Karbala menuju Damaskus.

Dalam keadaan diliputi paranoia kekuasaan dan akal yang pendek karena begitu sering dilumasi arak memabukkan, Yazid tidak mengerti bahwa darah al Husain di Karbala, penawanan dan pengarakkan keluarga Nabi serta demonstrasi sadis kepala al Husain sepanjang jalan dari Karbala menuju Damaskus adalah tontonan yang menjadi titik balik yang membuka mata, kesadaran dan perlawanan umat terhadap Yazid dan pada gilirannya menjadi akhir dari Bani Umayyah.

Al Husain dengan posisinya yang tinggi di hadapan Allah bisa saja menjadi Nabi Musa dengan mukjizat tongkatnya yang membelah lautan untuk melumat tentara musuh dan menyelamatkan pengikutnya. Namun al Husain memilih untuk memberikan seluruh apa yang ada pada dirinya sebagai persembahan pengorbanan yang tak pernah mati bahkan terus menyala-nyala hingga kini.

Melalui lembar-lembar sejarah, kita melihat al Husain yang dihujani tombak, panah, tubuh yang dicincang, kepala yang disembelih dan tulang-tulang yang remuk diinjak puluhan kuda-kuda tentara Yazid. Kita seolah melihat dunia dalam babakan yang paling durhaka dan sepotong kekuasaan yang kebatilannya begitu sempurna.

Namun di sisi al Husain dan di sisi Allah Sang Maha-sutradara, kisah Karbala sama sekali bukan terutama kisah pembantaian belaka melainkan racikan strategi adiluhung maha-bijaksana dan sangat filsafatik untuk mengembalikan ajaran Muhammadi yang tengah berada di tubir jurang kematian untuk kemudian lahir kembali dan menjaminnya terus hidup dari masa ke masa melalui peristiwa Karbala.

Al Husain memberikan semuanya dan bersedia untuk mengalami pembantaian dengan derajat yang paling memilukan. Namun jika kita melihat bobot pelajaran dari Asyura, al Husain juga mendapatkan semuanya bukan hanya persembahan ukhrawi namun pula misi sosial keummatan di dunia ini terutama dari keabadian pelajaran Asyura dan begitu banyaknya teladan dan hikmah dari peristiwa tersebut.

Nasib agama telah selamat dengan syahadah al Husain. Epos itu begitu nyata terlihat dan iman begitu meyakinkan diperagakan dan pengorbanan begitu memanggil dengan segala bentuk-bentuk persembahannya. Semuanya ada di dalam Asyura.

Madrasah Karbala mengajarkan keimanan dan pengorbanan dengan bahan ajar maha-dahsyat tiada habisnya dan tiada bandingnya.

Jangan lupa anjuran menangis dan menumpahkan air mata sebagai bentuk kasih sayang Allah dan al Husain untuk menyelamatkan dan memberi syafaat kepada siapa saja yang mampu menangis, karena menangis itu menandakan dirinya masih manusia merdeka dan tangisan adalah modal untuk kesediaan berkorban.

Al Husain telah meraup begitu banyak dimensi nilai-nilai dalam sebuah peristiwa Asyura. Kita harus memuji Sang Maha-sutradara dan aktornya yang memberikan sebanyak-banyaknya untuk meraih sebagus-bagusnya capaian.

Wallahua’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *