Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 05 January 2022

Kolom Abdillah Toha: Paguyuban Alawiyin yang Bernama Rabithah Alawiyah


islamindonesia.id – Kolom Abdillah Toha: Paguyuban Alawiyin yang Bernama Rabithah Alawiyah

Paguyuban Alawiyin yang Bernama Rabithah Alawiyah

Oleh Abdillah Toha | Pemerhati Sosial, Politik, dan Keagamaan

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi definisi paguyuban sebagai perkumpulan yang bersifat kekeluargaan, didirikan oleh orang-orang yang sepaham (sedarah) untuk membina persatuan dan kerukunan di antara para anggotanya.

Mengapa saya menyebut Rabithah Alawiyah (RA) sebagai paguyuban, bukan ormas? Karena sejak awal didirikan 93 tahun yang lalu RA memang dimaksudkan sebagai perkumpulan kekeluargaan keturunan Nabi Muhammad saw yang dikenal di Indonesia sebagai Ba ‘Alawi, dari jalur putri Nabi, Fatimah Azzhra lewat Imam Ahmad bin Isa Almuhajir. Beliau hijrah dari Basra ke Hadhramaut pada awal abad ke 10 masehi.

Hampir bersamaan dengan terpilihnya Ketua Umum Tanfidhiyah PBNU, dan menjelang tahun baru 2022 ini, RA telah juga mengangkat ketua barunya yakni Ustadz Sayyid Taufiq Assegaf.

Tujuan utama RA adalah untuk menjalin persatuan di antara anggotanya, menjaga kelestarian nasab keturunan Nabi, memberikan bantuan sosial bagi keluarga yang tidak mampu, dan menyelenggarakan pendidikan khususnya keagamaan, serta dakwah Islamiyah. Salah satu keunikan organisasi ini, anggotanya tidak harus resmi terdaftar. Jadi semua Alawiyin di negeri ini otomatis dianggap sebagai anggota.

Muktamar RA kali ini diadakan dalam situasi yang menurut penulis cukup genting dan penuh cobaan bagi reputasi mereka yang menyandang gelar habib di negeri ini. Pro dan kontra terjadi di mana-mana dan rasanya belum pernah terjadi sebelumnya kecuali pada awal masa penjajahan Belanda ketika pemerintah kolonial  mendiskreditkan keturunan Arab demi menyebarkan propaganda buruk terhadap agama Islam. Kita semua tahu bahwa Islam sangat berpengaruh dan mengambil peranan besar dalam perjuangan kemerdekaan negeri ini.

Ketua baru RA yang terpilih dalam muktamar lima tahunan bulan lalu umumnya dianggap memenuhi syarat, karena tidak seperti beberapa ketua sebelumnya, ketua baru ini cukup mumpuni ilmu agamanya dan menguasai bahasa Arab. Namun  demikian, banyak anggota yang menunda menilai kepemimpinan baru RA, menanti kiprahnya sebagai ketua baru.

Sebagian besar anggota berharap agar ketua baru ini dapat mengarahkan RA dengan memerhatikan paling sedikit lima prinsip-prinsip berikut ini:

Pertama, organisasi dan pengurusnya agar menjauhkan diri dari kiprah berpolitik praktis dan yang berbau partisan. Godaan ke situ memang besar karena anggota RA, yang dengan salah kaprah telah diberi julukan habib, dianggap sebagai pabrik suara bagi partai politik dan politisi karena banyak pengikutnya.

Anggota RA yang bukan pengurus dan tidak membawa nama organisasi tentu saja bebas berpolitik sebagaimana warga negara Indonesia lainnya. Namun sebagai organisasi, RA beserta seluruh jajaran pengurusnya tidak dibenarkan berpolitik karena Alawiyin di negeri ini beragam orientasi politiknya.

Di bawah kepengurusan yang lalu, ada kesan kuat bahwa RA sempat terseret ke dalam lumpur politik dengan adanya keberpihakan kepada kelompok politik tertentu. Pengurus RA boleh saja dan tidak dapat menolak sebagai tuan rumah menerima kedatangan tamu politisi dari mana saja, tetapi yang harus dihindari adalah mendatangi tokoh-tokoh politik di tempat mereka, apalagi dengan menyampaikan komitmen politik tertentu.

Kedua, sebagai paguyuban keluarga, RA diharapkan memelihara persatuan di antara seluruh anggota keluarga besar Alawiyin. Tidak peduli orientasi politik, mazhab, atau thariqah mereka. RA pada dasarnya bukanlah organisasi sektarian atau partisan. Dia adalah organisasi kekeluargaan. Semua anggota harus dirangkul, bahkan andai kata ada di antara mereka yang ateis atau bukan beragama Islam. Lebih bagus lagi bila dalam melengkapi pengurus baru, keragaman anggota tercermin dalam kepengurusan.

Bila Thariqah Alawiyah dianggap sebagai salah satu tugas RA untuk menyebarkannya, maka hal itu harus dilakukan dengan akhlak yang baik. Bukan dengan mengucilkan dan memusuhi sebagian anggota keluarga Alawiyin yang berbeda mazhab. Sahabat Nabi yang kita muliakan sebelumnya adalah orang-orang musyrik atau beragama bukan Islam yang kemudian diislamkan oleh Nabi lewat akhlaknya yang mulia.

Ketiga, RA harus memelihara hubungan baik dengan berbagai ormas Islam, khususnya NU dan Muhammadiyah sebagai ormas terbesar di negeri ini. Khusus NU, dari sejak awal berdirinya merupakan organisasi yang banyak terpengaruh oleh Thariqah Alawiyah dan banyak dari para tokohnya yang berguru kepada dan berhubungan erat dengan tokoh-tokoh dan ulama Alawiyin pada zamannya.

Keempat, pimpinan dan para tokoh RA agar memberikan keteladanan akhlak dan cara berdakwah yang mengikuti jejak dan Sunah Rasul saw kepada segenap Alawiyin. RA diharapkan bisa memberi bimbingan kepada para pengguna gelar habib yang menyimpang dari garis akhlak dalam berkiprah di masyarakat serta bila perlu memberikan peringatan kepada publik tentang ketidaksetujuannya dengan cara dan perilaku habaib (jamak dari habib-red) tertentu yang dianggap tidak etis atau melanggar hukum.

Gelar habib yang terlanjur dikenal sebagai tanda keturunan Nabi, bukan untuk dijadikan modal berbangga-bangga tetapi justru sebagai beban berat yang harus dipertanggungjawabkan di hari akhir nantinya.

Kelima, lembaga pendidikan Jamiat Kheir sebagai bagian tak terpisahkan dari RA agar dikembalikan kejayaannya seperti pada awal berdirinya yang telah menghasilkan tokoh-tokoh intelektual dan perjuangan bangsa. Jamiat Kheir agar dibesarkan dan dibangun cabang-cabangnya di seluruh Indonesia dan diarahkan kepada pendidikan modern untuk menciptakan pemuda yang beriman dan berkemajuan dalam bidang teknologi, ilmu pengetahuan, dan pembangunan ekonomi bangsa.

Yang segera harus menjadi perhatian RA dalam jangka pendek adalah upaya untuk mengembalikan marwah Bani Alawy yang terlanjur menjadi kontroversi yang merugikan keluarga besar Alawiyin maupun Islam secara umum sebagai akibat ulah beberapa oknum habaib. Upaya yang bisa dilakukan antara lain dengan melakukan silaturahim dengan berbagai tokoh umat Islam dan bangsa dan menjelaskan posisi RA pada berbagai kasus belakangan ini serta menyampaikan tujuan organisasi RA.

Semoga Allah memberikan jalan kemudahan bagi Rabithah Alawiyah dalam mencapai tujuan mulia yang dicanangkan oleh para pendahulu dan pendirinya. []

PH/IslamIndonesia/Foto utama: dok. Pribadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *