Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 09 July 2015

Apa Salah Islam Indonesia?


Laiknya tubuh, agama dan budaya menjadi tak terpisahkan dalam perjalanan manusia umat menuju sejatinya kehidupan. Manusia tanpa agama seperti orang berjalan namun tak tahu arah dan tujuan. Manusia tanpa budaya seperti berjalan tanpa perbekalan dan kendaraan. Sekali waktu, guru besar studi Islam, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, berpendapat: ”Anggap saja agama itu dari langit dan yang beragama adalah penduduk bumi. Sebagai penduduk bumi, ia tumbuh dan diasuh oleh budaya dimana ia tinggal.” Pendapat itu, sedikit banyaknya, mempertegas ketakterpisahan manusia, agama dan budaya tadi.
Budaya, tentu saja, bisa berbeda, seperti halnya kendaraan yang bermacam bentuknya; ada kereta, bus, taksi, maupun kendaraan pribadi. Tapi esensinya tetaplah sama, yaitu kendaraan. Apapun nama budayanya — entah itu Arab, Persia maupun Indonesia — ia tetaplah budaya; sarana tumbuh kembang umat manusia.

Berangkat dari titik itu, Islam lalu menemukan karakteristik dan keunikannya di berbagai penjuru dunia. Ada ‘Islam Indonesia’ (Islam yang tumbuh dalam budaya Indonesia), ‘Islam Arab’ (Islam yang tumbuh dalam budaya Arab) dan seterusnya. Namun esensinya tetaplah sama: Islam.

Islam Indonesia dengan sendirinya menjadi unik. Sejarah, misalnya, tak pernah mencatat ada kisah berdarah-darah dalam kehadiran dan perkembangannya di Nusantara. Islam diterima dengan baik dan berkembang dengan baik. Tak seperti bangsa Arab yang, saat awal kemunculan Islam, berselimut kejahiliyahan, Islam Indonesia menyebar dengan keharuman yang memesona.

Kuncinya ada pada kemampuan Islam Indonesia menyatu dengan ragam budaya negeri. Dalam penyebarannya, ia mengejewantah — dan nyaman — dalam berbagai tradisi, seperti wayang, syair, acara-acara peringatan maulid, tahlil, kenduri dan sebagainya. Hebatnya, sapuan budaya itu tak menyebabkan ajaran Islam kehilangan esensi Ketauhidan dan Kenabian. Pun ia tak menjadikan berarus juta Muslim di negeri ini sampai terpikir untuk mengabaikan ritual inti agama, seperti saolat, puasa, zakat dan haji.

Namun, belakangan ini, banyak kalangan mengendus apa kerap digambarkan sebagai ‘ancaman’ atas Islam Indonesia. Sekelompok orang, dengan membawa panji “pemurnian agama’’, kerap mengusik ketentraman Islam Indonesia yang telah membudaya. Ironisnya, kelompok ini menggunakan senjata “bid’ah” untuk menyesatkan umat Islam lainnya.

Salah satu sasaran mereka adalah acara keislaman yang menyatu dengan budaya dan tradisi masyarakat Indonesia. Mereka, yang umumnya terpaku pada dalil teks letterlet, menganggap apa-apa yang tidak ada di zaman Nabi sebagai ‘sesat’, dan pelakunya dianggap ahli neraka yang harus dimusuhi. Mereka juga cenderung mengabaikan esensi dan makna sejati Islam yang suci. Mereka tak melihat nilai-nilai persatuan, kasih sayang dan wujud kecintaan yang besar terhadap Tuhan dan utusan-Nya dalam sebuah ritual ibadah yang menyatu dengan budaya negeri. Mereka terjebak pada sarana, meributkan masalah kendaraan, namun justru lupa tujuan perjalanan.

Apa yang kemudian mereka sebut sebagai ‘pemurnian ajaran’, justru tak lebih sekedar menghasilkan perpecahan dari kalangan umat Islam, menggunting tali kasih sayang dan silaturrahmi antar manusia, serta menjauhkan esensi Islam dari makna sesungguhnya sebagai rahmatan lil ‘alamin, kasih sayang atas seluruh alam.

Padahal, jika bicara tentang memurnikan agama dalam arti esensi Islam sebagai rahmatan lil alamin, justru budaya Indonesia sangat mendukung bagi perkembangan Islam. Latar belakang sejarah bangsa yang memiliki karakter gotong-royong, dan saling menghargai, membuatnya mudah bertemu antara ajaran Islam yang rahmat dan budaya yang ramah. Fakta lain, negeri ini terdiri dari ribuan pulau, suku, budaya dan agama yang berbeda, namun penduduknya mampu meleburkan diri, mengesampingkan ego dan perbedaan dalam sebuah wadah bersama yaitu Indonesia.

Tak heran jika, meski jauh dari tempat lahirnya Islam dan tak satupun bahasa-bahasa di Indonesia menggunakan bahasa Arab (yang dipakai dalam Al-Qur’an), fakta mengejutkannya justru Indonesia menjadi negara dengan pemeluk Islam terbanyak di dunia.

Tantangan besar yang menghadang Islam Indonesia saat ini adalah keinginan sekelompok orang memisahkan antara Islam dan budaya yang tumbuh bersamanya. Ini seperti halnya memisahkan orang yang sedang menempuh perjalanan dari kendaraannya. Tujuannya hanyalah menghalangi seorang hamba dalam menempuh perjalanan menuju Tuhannya. (Kamila Ridwan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *