Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 13 January 2016

OPINI-Adu Kekuatan Terakhir


Oleh Abdillah Toha

Suka atau tidak suka dengan mantan ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov), kita semua mau tidak mau harus mengakui ketahanan dan staminanya yang luar biasa. Lawan-lawannya tidak tanggung-tanggung. Penguasa, penegak hukum, politisi, media dan publik. Dengan kata lain Setnov benar-benar dikeroyok. Dan sampai sekarang dia survive hanya dengan sedikit terluka.

Kita tahu bahwa sebelum ini ada bertumpuk kasus yang pernah dihadapi atau dikaitkan dengan Setnov. Beberapa kali dipanggil penegak hukum sebagai “saksi” tetapi tak pernah berlanjut menjadi tersangka. Semuanya sirna sehingga dia mendapat julukan “the untouchable” (yang tak tersentuhkan). Terakhir sekali adalah drama “papa minta saham” yang telah dan sedang kita saksikan bersama.

Majelis Kehormatan Dewan (MKD) gagal memvonis Setnov. Didahului dengan taktik pengunduran diri sebagai ketua DPR beberapa menit sebelum vonis, dia lolos dari hukuman melanggar etika. Karena tidak ada vonis melanggar etika maka dia bebas dari ancaman dicopot dari keanggotaan DPR.

Beberapa hari kemudian setelah itu kita diberi kejutan baru. Setnov oleh partainya, tanpa rasa malu dan risih, diangkat sebagai ketua fraksi Golkar. Suatu kedudukan di DPR yang teoritis bisa lebih tinggi dari ketua DPR karena ketua DPR baru yang menggantikannya berasal dari partainya sendiri dan karenanya harus mengikuti bleid (kebijakan) fraksi. Disini terbukti keampuhan Setya Novanto.

Presiden yang merasa namanya dicatut tak mampu berbuat apapun karena telah mengatakan sebelumnya bahwa beliau akan menghormati apapun keputusan MKD. Dengan demikian proses politik dari peristiwa ini sudah dianggap selesai. Tidak demikian halnya dengan sisi hukum dari kasus ini. Kejaksaan Agung sudah terlanjur memerosesnya, meski awalnya tampak lamban dan penuh keraguan. Bagaimana dengan Polri?

Polri melalui pimpinannya menghindar dan menyatakan tidak dapat mengambil langkah hukum karena kasus Setnov bukan perkara tindak pidana umum, kata Kapolri. Juga tidak bisa menggunakan pasal pencemaran nama baik presiden karena Mahkamah Konstitusi telah mencabut delik terhadap presiden. Kapolri juga belum bisa meneruskan kasus tersebut ke delik penipuan.

Satu-satunya jalan yang masih mungkin terbuka adalah bila Setnov dikenakan tindak pidana khusus berupa permufakatan jahat yang menjurus kepada korupsi, kata Kapolri. Dan untuk ini polisi tidak berwenang karena itu berada dalam jurisdiksi Jaksa Agung. Sekali lagi Setnov lolos. Kali ini dari jeratan Polri.

Jadi apa yang dimaksud dengan ‘tindak pidana khusus’? ‎Sebenarnya tidak ada definisi yang jelas tentang apa itu ‘tindak pidana khusus’. Tindak Pidana Khusus bisa diartikan sebagai tindak pidana yang pengaturannya diatur di luar KUHP, atau yang berhubungan dengan UU yang secara khusus dibuat untuk mengatur tindak pidana tertentu seperti UU Tindak Pidana Korupsi. Atau yang tata cara penanganannya memerlukan tata cara khusus atau hukum acara khusus yang memiliki perbedaan dari hukum acara yang berlaku umum.

Kabar terbaru, Jaksa Agung akhirnya melayangkan surat panggilan kepada Setnov untuk diperiksa, setelah yakin bahwa persetujuan presiden dan Majelis Kehormatan Dewan tidak diperlukan karena menurut kejaksaan, kasus Setnov tidak berhubungan dengan tugasnya sebagai anggota legislatif. Jurus Setnov kali ini, menolak menerima surat panggilan yang dikirim kerumahnya sehingga Kejaksaan terpaksa menitipkan surat itu ke ketua Rukun Tetangga. Dengan demikian, panggilan kedua akan diluncurkan dan bila masih membangkang, panggilan ketiga, dan bila perlu dengan pemaksaan.

Apa kira-kira jurus Setnov berikutnya? Inilah yang menjadi kekhawatiran Jaksa Agung. Setnov diperkirakan akan mengajukan pra-peradilan. Kekhawatiran Kejaksaan cukup beralasan sebab Jaksa agung pernah dikalahkan oleh Dahlan Iskan di pra-peradilan. Apalagi sekarang menghadapi seorang Setya Novanto yang lebih lihai, lebih berpengaruh, lebih berani bermanuver, dan kelebihan lain yang sudah terbukti sebelum ini. Di sisi lain, proses pra-peradilan dilaksanakan oleh hakim tunggal yang berwenang penuh membebaskan Setnov dari ancaman penegak hukum.

Jurus-jurus yang dibahas diatas semuanya adalah jurus-jurus Setnov yang terbuka, legal, dan terang benderang. Diluar itu, kita semua hanya bisa menduga-duga jurus-jurus lain yang mungkin digunakan olehnya tetapi tertutup dan tak kasat mata. Jurus-jurus apa itu? Lebih baik penulis serahkan kepada imaginasi masing-masing pembaca.

Mengingat presiden Jokowi yang lemah lembut itu sempat meledak marah karena simbol negara dipermainkan dalam kasus ini, maka diperkirakan pimpinan eksekutif ingin melihat Setnov mendapat ganjaran hukum yang setimpal. Disamping itu, didudukkannya Setnov kembali sebagai ketua fraksi Golkar akan merupakan ganjalan tersendiri dalam hubungan pemerintah dan DPR, mengingat seorang Setnov yang terluka dan presiden yang tersinggung dalam kasus ini, tidak akan mudah melupakan semuanya dengan cepat. Barangkali bila Setnov tidak lagi berada di DPR, Jaksa Agung sebagai wakil pemerintah akan lebih cenderung untuk tidak melanjutkan kasus ini.

Maka adu kekuatan terakhir antara Setnov dan pemerintah akan berlanjut dengan hasil yang belum bisa diperkirakan. Silahkan pembaca menaruh taruhan masing-masing, siapa kira-ikira yang akan unggul dalam pertandingan final nanti. []

*Tulisan ini pertama kali tayang di blog pribadi penulis di situs Kompasiana.com.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *