Satu Islam Untuk Semua

Monday, 27 August 2018

Nasihat Thawus tentang Balasan untuk Pemimpin Zalim


islamindonesia.id – Nasihat Thawus tentang Balasan untuk Pemimpin Zalim

 

Kesombongan adalah awal dari kehancuran. Mungkin kalimat ini sudah tidak asing terdengar di telinga kita. Karena itulah kita dilarang bersikap dan berwatak sombong.

Ada sebuah kisah tentang seorang ulama yang menasihati penguasa yang bernama Hisham bin Abdul Malik, salah seorang gubernur Dinasti Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.

Hisham yang sering mengadakan perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji, suatu ketika meminta agar bisa dipertemukan dengan salah seorang dari sahabat Nabi yang masih hidup.

Namun sayang, mereka semua sudah wafat. Sebagai gantinya Hisham minta dipertemukan dengan salah seorang dari generasi tabi’in atau generasi pasca sahabat saja.

Thawus Al-Yamani datang mewakili para tabi’in. Dia tanggalkan alas kakinya persis ketika akan menginjak permadani merah yang terbentang megah di hadapan Hisham. Dia nyelonong ke dalam tanpa mengucapkan salam takzim kepada sang Khalifah yang tengah duduk.

Dia hanya mengucapkan salam biasa, Assalamu alaika…., dan langsung duduk di sampingnya. Kemudian Thawus bertanya, “Bagaimana keadaanmu hai Hisham?” tanpa menggunakan kata-kata penghormatan sedikit pun.

Melihat tingkah laku Thawus seperti itu, Hisham merasa sangat tersinggung. Dia marah bukan kepalang, hampir-hampir Thawus dibunuhnya.

“Anda berada dalam wilayah tanah suci Allah dan tanah suci Rasul-Nya (Haramullah dan haramurasulihi). Karenanya, demi tempat yang mulia ini Anda tidak diperkenankan melakukan perbuatan buruk seperti itu,” kata Thawus menasihati Hisham yang hendak berlaku zalim.

“Lalu, apa maksud Anda melakukan semua ini?” tanya Hisham kepada Thawus.

“Apa yang telah saya lakukan?” tanya Thawus.

Dengan nada marah, Hisham berkata keras, “Anda tanggalkan alas kaki persis di hadapan karpet merahku. Anda masuk tanpa mengucapkan salam takzim kepadaku sebagai khalifah dan tidak mencium tanganku. Anda memanggilku hanya dengan nama kecil tanpa gelar dan kuniyah-ku; dan Anda duduk di sampingku tanpa seizinku. Bukankah semua itu penghinaan?”

“Wahai Hisham! Kutanggalkan alas kakiku karena aku juga menanggalkannya lima kali sehari saat aku menghadap Tuhanku, Allah Azza wa Jalla’. Dia tidak marah apalagi murka kepadaku lantaran itu.

Aku tidak cium tanganmu lantaran kudengar Ali berkata bahwa seseorang tidak boleh mencium tangan orang lain kecuali tangan istrinya karena syahwat atau tangan anaknya karena kasih-sayang.

Aku tidak ucapkan salam takzim dan menyebutmu dengan kata-kata “Wahai Amirul Mukminin..” Pemimpin orang-orang Mukmin) lantaran tidak semua orang rela akan kepemimpinanmu; karenanya aku tak sudi untuk berbohong.

Aku tidak memanggilmu dengan sebutan gelar kebesaran (kuniyah) lantaran Allah memanggil para kekasih-Nya (para nabi) di dalam Al-Quran dengan sebutan nama semata-mata, seperti: Ya Daud, Ya Yahya, Ya Isa; dan memanggil musuh-musuh-Nya dengan sebutan kuniyah, seperti Abu Jahal….(Bapak Kebodohan).

Aku duduk persis di sampingmu lantaran kudengar Ali ra. berkata: `Apabila Anda ingin melihat calon penghuni neraka, lihatlah orang yang duduk sementara orang sekitarnya tegak berdiri.’”

Mendengar penjelasan Thawus, Hisham yang merasa bersalah kemudian berkata, “Jika demikian wahai Thawus, nasihatilah Aku.”

“Kudengar Ali berkata dalam sebuah nasihatnya: ‘Sungguh, dalam api neraka ada ular-ular yang berbisa dan kalajengking raksasa yang menyengat setiap pemimpin yang tidak adil terhadap rakyatnya.’”

***

Semoga cerita singkat ini bisa kita ambil hikmahnya. Yang terpenting mari sama-sama kita hilangkan kesombongan dalam diri kita ini, siapa pun kita jangan pernah sedikitpun mengharap pujian serta penghormatan dari orang lain agar kita bisa berjalan di muka bumi ini dengan penuh kerendahan hati.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *