Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 14 September 2016

KISAH–Agama itu Mudah, Jangan Dipersulit


Islamindonesia.id–Agama itu Mudah, Jangan Dipersulit

Alkisah, dua tetangga hidup damai di suatu perkampungan besar. Satu Islam dan satunya lagi non Muslim. Mereka sering bersua, bertukar pikiran. Dalam setiap kesempatan, si Muslim senantiasa mengunggulkan agamanya. Dia mengajak tetangganya memeluk Islam.

Usahanya itu berhasil.

Suatu hari, saat malam semakin larut dan fajar merambati ufuk, si muallaf mendengar seseorang menggedor pintunya. Tergeragap, dia bertanya: “Siapa di sana?”

Dari balik pintu, terdengar suara, “Aku adalah fulan bin fulan, tetanggamu.”

“Apa yang kau inginkan di malam selarut ini?”

“Cepat kenakan pakaianmu dan ambil air wudhu. Kita harus segera berangkat ke masjid bersama-sama.”

Si mualaf mengambil air wudhu dan bergegas menuju masjid. Di sana, dia mengikuti seluruh yang disarankan rekannya. Dia shalat sunah hingga menjelang subuh, berniat puasa sunah sebelum adzan berkumandang, dan membaca wirid setelah shalat Subuh.

Setelah semua selesai, dia merasa letih dan ingin pulang. Tapi belum lagi sampai di pintu keluar masjid, sahabatnya datang menegur: “Mau kemana?”

“Aku mau pulang. Shalat Subuh sudah selesai. Berbagai bacaan dan wirid sudah kukerjakan. Tak ada lagi yang bisa kulakukan di sini.”

“Tunggu sejenak dan lakukanlah beberapa amalan (sunah) berikut ini sampai matahari terbit.”

“Baiklah.” Dia pun kembali duduk dan melakukan beberapa amalan dengan temannya hingga matahari terbit. Saat hendak berdiri, temannya langsung meletakkan Al-Qur’an di tangannya. “Bacalah ini sampai matahari naik lebih tinggi. Tahukah kau betapa besar pahala orang yang berpuasa dan beritikaf di dalam masjid sambil membaca Al-Qur’an?”

Mualaf itupun kemudian melakukan apa yang disarankan hingga lohor. Tetangga muslimnya berkata: “Sekarang sudah masuk lohor; sebaiknya kita melaksanakan shalat dzuhur bersama.” Lantas dia berkata: “Sebentar lagi tiba waktu shalat Ashar. Sebaiknya kita melaksanakannya tepat waktu.” Akhirnya shalat Ashar pun terlaksanakan tepat waktu. Lalu si Muslim itu berkata, “Kini sudah dekat magrib,” sembari menahan tangan mualaf yang hendak pergi. Manakala si mualaf berbuka puasa, tetangganya berkata, “Ada satu lagi shalat wajib yang tersisa. Namanya Isya.” Maka mereka berdua menunggu beberapa waktu untuk melakukan shalat Isya tepat waktu. Setelah semua itu mualaf itu bangkit dan pulang.

Keesokan harinya, selepas tengah malam, lagi-lagi dia mendengar ketukan keras di pintu. “Siapa itu?”

“Aku … tetanggamu. Cepat kenakan pakaianmu dan ambil wudhu. Kita harus bergegas ke masjid bersama.”

“Ooh, begitu kembali dari masjid kemarin, aku memutuskan untuk keluar dari agamamu. Pergi dari sini dan carilah pemalas yang menganggur, sehingga dia bisa seharian di dalam masjid dalam keadaan berpuasa. Sedang aku adalah orang miskin yang telah mempunyai anak dan istri. Lebih baik aku pergi mencari nafkah.”

Setelah menuturkan kisah ini pada para sahabatnya, Ja’far al-Shadiq mengatakan: “Dengan cara demikian Muslim yang taat tadi telah mengajak seseorang memeluk Islam kemudian mengeluarkannya kembali dari Islam. Ingatlah baik-baik! Jangan sekali-kali kalian membebani manusia (meski dengan apa yang kau anggap sebagai kebaikan). Kalian harus bisa menimbang kemampuan dan kapasitas seseorang lalu bertindak sesuai dengannya, sehingga mereka bisa semakin dekat dengan agama dan tidak lari darinya. Bukankah kalian sudah tahu bahwa kebijakan Dinasti Bani Umayyah selalu berlandaskan pada kekerasan, penindasan dan intimidasi, sedangkan kami mendasarkan agama pada kemudahan, persaudaraan dan kelembutan.”

 

AJ/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *