Satu Islam Untuk Semua

Friday, 19 May 2023

Kisah Abu Nawas dan ‘Kurma yang Datang Sendiri’


islamindonesia.id – Alkisah, suatu hari Baginda Raja mengundang sejumlah ulama untuk berkumpul di istana. Tentu saja termasuk Abu Nawas.

Raja mengundang Abu Nawas dan para ulama untuk membahas berbagai hukum Islam. Dengan begitu, Raja tetap bisa menimba ilmu tanpa harus meninggalkan istananya.

Ulama fikih menyampaikan keilmuannya seputar halal-haram dalam hukum agama Islam. Ulama tauhid menyampaikan keilmuannya seputar keesaan Allah SWT beserta kekuasaannya yang meliputi alam semesta. Begitu juga dengan ulama lainnya.

Setelah setiap ulama menyampaikan ilmu sesuai bidangnya, tibalah giliran Abu Nawas.

Dikarenakan bingung harus menyampaikan apa, Abu Nawas pun berkata, “Ampun Paduka yang mulia, apa yang ingin Paduka dengar dari hamba? Hamba rasa para ulama ini sudah menyampaikan semuanya.”

“Kalau menurutmu demikian, baiklah berarti sekarang waktunya tanya jawab,” ucap Baginda Raja.

“Abu Nawas, apa yang kau ketahui mengenai rezeki?” tanya Baginda Raja.

“Kita semua pasti meyakini bahwa rezeki datangnya dari Allah SWT, sebagaimana dalam firman-Nya: Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya,” jelas Abu Nawas.

“Rezeki itu bisa datang dari mana saja, Paduka. Kita sebagai manusia cukup bertawakal dengan benar, niscaya rezeki akan datang kepada kita. Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah mengurus lainnya.”

“Ini berdasarkan hadis Nabi yang berbunyi: Andai kalian bertawakal kepada Allah sebenar-benar tawakal, niscaya Allah akan berikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung yang pergi dalam keadaan lapar lalu pulang dalam keadaan kenyang,” papar Abu Nawas. 

Ternyata pandangan Abu Nawas mengenai rezeki tidak sama dengan para ulama yang hadir.

“Wahai Abu Nawas, seandainya seekor burung tidak keluar dari sangkarnya bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki?” tanya salah satu ulama.

“Untuk mendapatkan rezeki dibutuhkan usaha dan kerja keras, Abu Nawas. Rezeki itu tidak datang sendiri, melainkan harus dicari dan didapatkan melalui sebuah usaha,” timpal ulama yang lain.

Namun Abu Nawas bersikukuh dengan pendapatnya, sehingga terjadilah sedikit perdebatan di antara mereka.

Tidak ingin debat berkepanjangan, Abu Nawas lalu berkata, “Begini saja, besok kita berkumpul lagi di sini dan buktikan pendapat kalian di hadapan Paduka Raja.”

Para ulama ini pun sepakat dengan tawaran Abu Nawas tersebut. Abu Nawas dan para ulama kemudian pamit kepada Baginda Raja dan meninggakan istana.

Setelah berpamitan kepada Baginda Raja, Abu Nawas pun segera pulang ke rumahnya, sebab ia harus mengajar murid-muridnya. Sementara para ulama tersebut sibuk mencari cara untuk membuktikan pendapat mereka.

Sampai pada akhirnya saat berjalan pulang menyusuri sebuah desa, para ulama melihat penduduk setempat sedang panen buah kurma, kemudian terbesitlah niatan untuk membantu warga.

Setelah selesai dengan pekerjaannya, para ulama ini mendapat imbalan beberapa ikat buah kurma dari warga setempat. Mereka senang bukan main. Para ulama itu senang bukan karena mendapatkan kurma, tetapi memiliki alasan untuk menyampaikan kepada Abu Nawas dan Baginda Raja bahwa pendapat mereka soal rezeki adalah benar.

“Kita mendapatkan buah kurma karena berusaha dan bekerja, sedangkan Abu Nawas hanya diam di rumah, mana mungkin dia mendapatkan kurma. Ini menunjukkan bahwa rezeki bisa didapat bila mencarinya dan bekerja, jadi pendapat kita sudah benar. Besok kita bawa ini sebagai buktinya kita tunjukkan kepada Abu Nawas dan Baginda Raja,” kata salah satu ulama kepada kawannya.

Maka pada keesokan harinya para ulama ini datang ke istana. Sesampainya di sana ternyata sudah ada Abu Nawas duduk di hadapan Baginda Raja. Melihat para ulama sudah datang, Baginda Raja segera menyambutnya.

“Kemarilah, silakan duduk Tuan-tuan,” sambut Baginda Raja.

Mereka lalu duduk bersebelahan dengan Abu Nawas.

Salah satu ulama kemudian berkata, “Ampun Paduka yang mulia, sesuai dengan janji kami, kami membawakan bukti atas pendapat kami. Kami rasa pendapat Abu Nawas kurang tepat, justru pendapat kamilah yang lebih tepat.”

Mendengar hal itu, Baginda Raja pun bertanya, “Bukti apa yang kalian bawa?” 

Para ulama ini segera menunjukkan beberapa ikat buah kurma dan meletakkannya di hadapan Abu Nawas dan Baginda Raja.

“Buah kurma ini kami dapat karena kemarin kami bekerja membantu warga panen kurma. Jadi mengenai pendapat Abu Nawas yang mengatakan seseorang cukup bertawakal dengan benar nanti rezeki akan datang sendiri, kami rasa pendapat tersebut kurang tepat, Paduka. Pendapat kamilah yang lebih tepat, karena rezeki itu harus dicari.”

“Seandainya kami tidak bekerja membantu warga, kurma ini tentu tidak akan sampai di tangan kami. Sedangkan Abu Nawas kemarin hanya berdiam diri di rumah. Apakah Abu Nawas mendapat kurma seperti kami? Tentu saja tidak Paduka, karena kemarin Abu Nawas tidak bekerja,” kata ulama menjelaskan.

“Yang kalian katakan itu benar sekali, aku sependapat dengan kalian,” sahut Baginda Raja.

“Bagaimana denganmu Abu Nawas, apakah kamu masih membantahnya?” tanya Baginda Raja.

Mendengar itu, Abu Nawas hanya tersenyum seraya mengambil kurma dan mencicipinya, kemudian ia berkata, “Kemarin aku memang hanya di rumah seharian, karena aku harus mengerjakan tugasku sebagai guru yaitu mengajar murid-muridku. Hari ini saat kalian bercerita tentang kurma, tiba-tiba saya jadi inginmakan kurma. Alhamdulillah, kalian datang bukan hanya membawa ceritanya, tapi juga buah kurmanya untukku.” 

“Bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang tanpa sebab, seperti yang hamba ucapkan kemarin Paduka? Bahwa cukup dengan tawakal yang benar kepada Allah, niscaya Allah akan berikan rezeki. Lakukan yang menjadi tugasmu, selanjutnya biarkan Allah yang mengurus lainnya. Hamba melakukan tugas sebagai guru, lalu Allah mengirim kurma ini untukku,” ucap Abu Nawas tidak mau kalah.

Mendengar penjelasan Abu Nawas, para ulama pun langsung tertawa satu sama lain. “Kamu memang cerdik Abu Nawas,” puji Baginda Raja.

Sementara para ulama ini meskipun berbeda pendapat tidak saling menyalahkan dan membenarkan pendapatnya sendiri. Begitulah indahnya Islam apabila saling menghormati perbedaan pendapat.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *