Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 03 May 2020

Hikayat Resep dari Malaikat Pencabut Nyawa


Sedari pagi Bedul memojok seorang diri di kamarnya. Hingga matahari sedang berayun, ia masih di sana, duduk dengan bertumpu pada kedua kaki sembari melipat kedua lututnya.

Bedul tak kuat menanggung tanggungan hidup yang dirasainya begitu berat. Ia tak kuasa lagi menjalani hari-hari selanjutnya.

“Cukup sampai di sini,” katanya kepada dirinya sendiri. Ia putus asa dan memilih menutup hidup dengan bunuh diri.

Ia bangkit dari duduknya lalu berjalan gontai menuju dapur. Di sana, ia temukan sebilah pisau.

Ia ingin menikam jantungnya sendiri dengan benda tajam. Namun ia merasa ngeri menggunakan cara ini.

Matanya kemudian jelalatan ke berbagai sudut dapur. Ia pun menemukan racun tikus.

“Tapi bagaimana jika saya terlalu lama menanggung kesakitan sebelum mati? Atau mungkin saya hanya merasakan sakit tanpa menemui kematian.”

Akhirnya ia batal menyentuh botol berisi cairan racun itu. Tak lama kemudian, terlintas di benaknya untuk terjun dari atas gedung pencakar langit. Dengan cara itu, ia yakin bisa menemui ajal dengan cepat.

Pemuda ini kemudian keluar dari rumahnya menyelusuri lorong dan jalan hingga menemukan bangunan setinggi 28 lantai. Sesampainya di puncak bangunan, jantungnya berdenyut kencang. Langkahnya tak kuasa mendekati tepi bangunan lantaran takut menyaksikan ketinggian.

Sembari menyesali tingkahnya, ia beranjak pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan ia meminta orang lain untuk membunuhnya. Tentu saja orang lain kaget dan segera meninggalkan Bedul.

Namun ia tetap mencoba melakukan itu setiap berjumpa orang lain di jalanan. Tiap kali Bedul meminta, ia dianggap gila lalu ditinggalkan pergi begitu saja.

Hingga ia bertemu seseorang yang tampak menantinya di depan pintu rumahnya. Tanpa pikir panjang, Bedul memelas kepadanya agar ‘tamu’ itu bersedia membunuhnya.

“Apakah Anda mengenal saya?”

“Tidak,” jawab Bedul

“Saya adalah Izrail, malaikat pencabut nyawa”.

“Aduhai, sudah lama saya mencarimu. Tolong cabut nyawaku!”

“Tidak! Aku hanya mencabut nyawa jika ada perintah Allah dan aku belum mendapatkan perintah mencabut nyawamu”.

Bedul tertunduk lesu. Ia lalu mencurahkan semua isi hatinya, dari himpitan ekonomi hingga kekasih yang pergi ke lain hati.

Usai mendengarkan keluh kesah, sang malaikat memberinya ‘resep’ manjur memperoleh rezeki. Resep itu berupa ramuan menyembuhkan penyakit.

“Berikan ramuan ini kepada pasienmu. Perhatikanlah, jika engkau melihatku berada di sisi kepala pasien, tak perlu engkau repot-repot mengobatinya. Pasien itu akan segera mati. Tapi jika engkau melihatku berada di sisi kaki pasien, obatilah dia karena ajal yang ditetapkan Allah untuknya belum saatnya tiba.”

Bedul menerimanya dengan gembira. Ia melihat harapan untuk bangkit dari keterpurukan.

Setelah membangun balai pengobatan dan sibuk menerima pasien, Bedul jatuh sakit. Ia lalu mempersiapkan ramuan malaikat untuk mengobati tubuhnya sendiri yang terbujur di peraduan.

Setelah ramuan itu masuk ke kerongkongannya, ia menyaksikan Izrail berada di dekat kepalanya. Sontak Bedul kaget dan segera memutar posisinya.

Tapi malaikat ikut berpidah mengikuti arah kepalanya. “Dulu Engkau enggan hidup dan mengharapkan mati, tapi Allah belum menghendaki. Kini Engkau enggan mati, tapi Allah memerintahkanku mencabut nyawamu. Sudi atau tak sudi, Engkau harus kembali kepada-Nya karena ajalmu telah tiba,” ujar sang malaikat.

Redaksi:
Kisah di atas diadaptasi dari salah satu artikel dalam buku ‘Yang Ringan dan Yang Jenaka’ karya Prof. Qurish Shihab (Lentera Hati, 2007) dengan harapan pembaca dapat memetik hikmah di balik cerita.


YS/Islamindonesia/Gambar ilustrasi: Vector Stock

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *