Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 17 September 2016

KAJIAN—Hakikat Dunia (Bagian 1)


Islamindonesia.id–Hakikat Dunia (Bagian 1)

 

Dunia adalah Rahim Ruh

Perpindahan dari alam ini menuju alam lain menyerupai kelahiran bayi dari rahim ibunya. Penyerupaan ini memang, dari satu sisi, tidaklah sempurna. Tapi, dari sisi yang lain, ia sudah cukup sempurna.

Ketidaksempurnaannya ada pada sisi perbedaan antara dunia dan akhirat yang jauh lebih mencolok dan substansial ketimbang perbedaan antara kehidupan di dalam dan di luar rahim. Kehidupan di dalam dan di luar rahim sama-sama bagian dari alam fisik dan duniawi. Sedangkan dunia dan akhirat adalah dua tahapan kehidupan sangat berbeda satu dengan lainnya.

Tetapi, penyerupaan itu disebut sempurna dari segi bahwa ia menjelaskan adanya perbedaan beragam kondisi. Seorang bayi, ketika berada dalam rahim, merima makanan melalui ari-ari dan tali pusar. Tapi, begitu lahir ke dunia, ari-ari dan tali pusar itu tersumbat, dan bayi mulai makan dengan mulut dan saluran pencernaannya. Saat di dalam rahim, kedua paru-paru bayi itu sudah terbentuk, tapi belum berfungsi. Begitu bayi keluar dari rahim, kedua paru-paru itu langsung berfungsi.

Sungguh mengagumkan dan menakjubkan bagaimana selama janin menempel dengan rahim, tidak sekalipun ia menggunakan paru-paru dan saluran pernapasannya. Sekiranya alat pernapasan sudah berfungsi saat janin di dalam kandungan, niscaya ia akan mendadak mati. Keadaan seperti ini berlangsung sampai masa akhir kehidupan janin itu di dalam rahim. Tapi, begitu kaki janin ini keluar dari rahim, saluran pernapasannya langsung berfungsi. Sekiranya untuk sesaat saja saluran pernapasan itu tidak berfungsi, niscaya bayi tersebut segera menemui ajalnya.

Begitulah sistem kehidupan bayi sebelum dan sesudah kelahiran. Sistem kehidupan sebelum kelahiran berubah menjadi sistem kehidupan setelah kelahiran. Sebelum dilahirkan, calon bayi yang masih berupa janin itu hidup dengan sistem tertentu; dan sesudah dilahirkan, ia hidup dengan sistem lain yang berbeda.

Pada dasarnya, sekalipun saluran pernapasan itu dibuat secara bertahap selama janin berada di dalam rahim, tapi ia tidak dirancang untuk berfungsi di dalam rahim. Pembuatan saluran atau alat tersebut berpijak pada persiapan masa mendatang. Ia dipersiapkan dan disediakan untuk periode kehidupan berikutnya. Demikian pula halnya sistem pendengaran, penglihatan, perabaan, dan penciuman dengan segala keluasan dan kompleksitasnya, tidak satu pun yang dirancang untuk berfungsi pada fase kehidupan janin di dalam rahim. Sebaliknya, semua sistem itu diciptakan dirancang untuk berfungsi pada fase kehidupan berikutnya.

Dunia ini dalam hubungannya dengan kehidupan akhirat serupa dengan rahim yang di dalamnya rancangan dan kesiapan sistem-sistem psikis dan spiritual manusia disempurnakan, demi kehidupannya di alam berikutnya.

Segenap kesiapan psikis manusia—sifat tak berkomposisi dan imaterialnya, ketakterbagian dan kekonstanan relatif “ego”-nya, harapan-harapannya yang tak berujung, pikiran-pikirannya yang terus merentang dan tak berhingga—semuanya ini diciptakan untuk kehidupan yang lebih luas, lebih panjang, dan lebih lebar, dan bahkan abadi dan kekal. Semua itu pula yang sejatinya membuat manusia “terasing” dan “tidak sejenis” lagi dengan alam fana ini.

Semua ini pula yang menyebabkan manusia mirip “buluh perindu” (nay) yang terpisah dari “rumpunnya” “sehingga bunyinya membuat pria dan wanita merintih kesedihan”, dan selalu mencari “hati yang patah akibat perpisahan” untuk mengulang kembali “penjabaran tentang duka kerinduan”. Semua itu pula yang menyebabkan manusia melukiskan dirinya “melalui pandangan agung Raja yang duduk di Sidrat Al-Muntaha” dan melukiskan dunia dalam hubungannya dengan dirinya sebagai “surau ujian manusia” atau melukiskan dirinya sebagai “burung Taman Kudus” dan dunia sebagai “perangkap peristiwa-peristiwa”. Allah Swt. berfirman di dalam Al-Quran:

Apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian sia-sia dan bahwa sesungguhnya kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami (QS Al-Mu’minûn [23]: 115).

Maksudnya, apakah kalian mengira bahwa  segala sistem yang telah diberikan kepada kalian ini diciptakan dengan sia-sia, dan bahwasanya seluruh perlengkapan ini tidak mempunyai fungsi tertentu, sekalipun fungsi itu baru ada setelah kalian kembali kepada Kami?

Seandainya segala perlengkapan dan sistem rumit milik manusia ini tidak berfungsi untuk kembali menuju Allah dan medan luas yang sejalan dengan kekayaan ini, maka pengandaian itu serupa dengan kehidupan di dalam rahim yang tidak berlanjut dengan kehidupan di dunia. Dan seandainya semua janin akan binasa setelah berakhirnya babak kehidupannya di dalam rahim, maka sia-sialah penciptaan dan pembentukan sistem pendengaran, penglihatan, penciuman, saraf, otak, dan perut besar, yang tidak sesuai dan tidak berfungsi di dalam rahim pada tubuh janin. Ujung-ujungnya, semua persiapan dan pembentukan janin untuk menjadi bayi sehat di luar rahim itu sia-sia belaka, karena tak pernah berfungsi dan tak memberi manfaat apa pun bagi si janin.

Sungguh, kematian adalah akhir periode kehidupan (duniawi) manusia, sekaligus awal kehidupannya yang baru. Kematian, dalam kaitannya dengan dunia, adalah sebuah kematian; tapi, dalam kaitannya dengan akhirat, kematian adalah sebuah kelahiran. Mirip dengan kelahiran bayi: dalam kaitan dengan dunia, kelahiran bayi itu adalah suatu kelahiran; tapi dalam kaitannya dengan rahim, kelahiran itu adalah kematian.

Dunia adalah Sekolah Manusia

Dalam kaitannya dengan akhirat, dunia adalah fase persiapan, pelatihan, dan penyempurnaan manusia. Dunia ini ibarat tingkat persiapan di sekolah dan di perguruan tinggi bagi para pelajar atau mahasiswa. Pada hakikatnya, dunia adalah sekolah dan tempat pendidikan.

Dalam Nahj Al-Balaghah, bagian kalimat-kalimat pendek, dikisahkan bahwa seorang lelaki datang menemui Imam ‘Ali. Lelaki itu mulai mencela dunia, karena memperdaya manusia, merusak, menipu, dan berbuat jahat padanya. Lelaki itu sepertinya telah mendengar sejumlah pemuka agama mencela dunia, lalu mengira bahwa yang mereka cela adalah realitas alam ini—menganggap bahwa alam ini secara inheren jahat. Lelaki lalai tersebut tidak tahu bahwa yang sebenarnya tercela dan jahat adalah “cinta dunia”, pandangan sempit dan rendah terhadap wujud sehingga bertentangan dengan (ketinggian derajat) manusia dan kebahagiaannya.

Kemudian, Imam Ali menjawab, “Sesungguhnya engkaulah yang tertipu oleh dunia ini, padahal dunia tidak menipumu. Engkaulah yang menganiaya dunia, bukan dunia yang menganiayamu,” sampai beliau berkata, “Dunia akan jujur pada siapa saja yang memperlakukannya dengan jujur; ia adalah sarana kesembuhan bagi yang mengetahui hakikatnya. Dunia adalah tempat ibadah para kekasih Allah, musala para malaikat Allah, tempat turunnya wahyu Allah, dan pusat berniaga para wali Allah.”

Syaikh Fariduddin Al-Aththar menggubah bait-bait syair berdasarkan kandungan ucapan Imam Ali tersebut:

Seseorang telah datang menemui Singa yang adil, ia kecam dunia di hadapannya

Singa menjawab, “Dunia tidaklah jelek. Engkaulah yang jelek.

Karena engkau tidak mau berpikir.

Sungguh dunia laksana ladang. Kita harus bekerja dan menanamaminya siang malam

Karena keterperdayaan dan kejayaan agama sama-sama bisa dicapai di dunia

Benih hari ini akan berbuah esok hari

Kalau tak disemai, maka ‘alangkah sesalnya’ yang akan engkau petik

Jika tidak bisa mengambil manfaat dari dunia, 

maka kau akan meninggalkannya seakan tanpa pernah melaluinya.

Sungguh kau akan tersiksa; sulit berbuat, jalan begitu panjang, dan pahala sangat sedikit.”

Dalam Al-Quran, Allah berfirman: Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapakah di antara kalian yang paling baik amalnya (QS Al-Mulk [67]: 2).

Maksudnya, dunia yang terdiri atas kehidupan dan kematian ini adalah tempat manusia mencoba perbuatan-perbuatan baik. Di sini perlu digarisbawahi bahwa pengujian Allah ini bertujuan untuk mengaktualisasikan semua kesiapan dan kapasitas manusia. Dan aktualisasi ini sendiri tidak lain kecuali untuk memberi kedewasaan dan proses penyempurnaan baginya.

Jadi, dalam kasus ini, “pengujian” ini tidak untuk “menyingkapkan” rahasia tiap maujud, melainkan untuk mengaktualisasikan segenap kesiapan yang tersembunyi bagaikan rahasia itu. Dengan demikian, ““pengujian”” Ilahi dimaksud untuk menyingkapkan semua ciri-khas manusiawi dari persembunyian potensialitas dan kesiapan ke lapangan aktualitas dan kesempurnaan. Ia merupakan pengujian untuk menambah bobot, bukan untuk menakarnya. Dengan begitu, ayat di atas menjelaskan hakikat bahwa dunia adalah tempat pendidikan, persiapan, dan pengembangan potensi dan kapasitas manusia. []

 

AJ/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *