Satu Islam Untuk Semua

Friday, 21 October 2016

KAJIAN—Basmi Terorisme Tak Cukup Hanya dengan Deradikalisasi


islamindonesia.id—Basmi Terorisme Tak Cukup Hanya dengan Deradikalisasi

 

Dalam beberapa tahun terakhir, aksi terorisme di Indonesia masih saja terus terjadi dan memakan banyak korban jiwa, baik dari kalangan masyarakat sipil maupun aparat keamanan negara.

Sebut saja aksi teror yang terjadi pada 14 Januari 2016 lalu di Starbucks Coffee dan kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, yang menewaskan 8 orang dan 26 orang lainnya terluka. Selang 10 bulan, menyusul teror serupa di Cikokol, Tangerang, menyebabkan tiga orang anggota kepolisian, salah satunya Kapolsek Tangerang Kota Kompol Effendi mengalami luka serius akibat sabetan golok pelaku berinisial SA. Belakangan SA dinyatakan tewas setelah terkena timah panas petugas.

Kenyataan ini mestinya kita jadikan keprihatinan bersama seluruh komponen bangsa dan perlu terus ‘diperangi’ oleh segenap masyarakat di Tanah Air untuk mencegah dan memastikan agar aksi-aksi terorisme itu tak terulang kembali.

Harus diakui, tak mudah mengurai akar masalah kenapa para teroris tersebut melakukan aksi terornya. Masalahnya seringkali bukan soal ideologi semata. Jika hal ini tidak segera ditangani secara bersama-sama dan komprehensif, dikhawatirkan mereka akan bergerak cepat dan melipatgandakan pengikutnya yang rata-rata generasi muda dengan cara merekrut dan mengindoktrinasinya dengan paham-paham jihad yang secara sepihak dan cenderung serampangan mereka klaim benar.

Terorisme seperti yang tercantum dalam pasal 14 ayat 1, didefinisiikan, “The Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut: “Terrorism means the use of violence for political ends and includes any use of violence for the purpose putting the public or any section of the public in fear.” Kegiatan Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa ketakutan dan senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, ketidak percayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat mentaati kehendak pelaku teror.

Untuk mengantisipasi kasus terorisme ini pemerintah telah mengesahkan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Pada Pasal 2 dinyatakan bahwa pemberantasan tindak pidana terorisme merupakan kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk memperkuat ketertiban masyarakat, dan keselamatan masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia, tidak bersifat diskriminatif, baik berdasarkan suku, agama, ras, maupun antar golongan (SARA).

Pencegahan dan pemberantasan terorisme ini dikenal dengan istilah deradikalisasi terorisme.

Deradikalisasi adalah segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama, dan sosial-budaya bagi mereka yang dipengaruhi atau terekspose paham radikal dan prokekerasan. Deradikalisasi terorisme ini diwujudkan dengan program reorientasi motivasi, re-edukasi, resosialisasi, serta mengupayakan kesejahteraan sosial dan kesetaraan dengan masyarakat lain bagi mereka yang pernah terlibat terorisme maupun bagi simpatisan, sehingga timbul rasa nasionalisme dan mau berpartisipasi dengan baik sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).

Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan terorisme ini sedikitnya ada dua hal yang perlu diperhatikan pemerintah. Pertama memperhatikan atau peduli terhadap keluarga mantan teroris, kedua melakukan kampanye deradikalisasi terorisme di sekolah-sekolah umum (khususnya Sekolah Menengah Atas), sekolah-sekolah Islam, dan pesantren-pesantren.

Mengapa keluarga mantan teroris perlu diperhatikan? Salah satu tujuannya adalah agar anak-anak keluarga mantan teroris ini tidak menyimpan dendam kepada pemerintah karena ayahnya dipenjara atau dihukum mati. Untuk memupus rasa dendam dan kebencian tersebut keluarga mantan teroris ini perlu diperhatikan. Di antaranya dengan cara dibantu pendidikan anak-anaknya dan diberikan modal usaha agar mereka bisa mandiri secara ekonomi sehingga mampu menghidupi keluarganya secara layak dan memadai.

Sedangan deradikalisasi terorisme di Sekolah-sekolah Menengah Atas (SMA) dilakukan secara kontinyu agar para pelajar ini mendapatkan informasi yang benar tentang paham-paham jihad yang keliru dan belajar Islam secara kaffah atau sempurna. Para santri pun juga perlu memahami agama Islam secara utuh dan bisa memaknai apa yang disebut dengan jihad.

Pendek kata, kalangan generasi muda mesti benar-benar disadarkan bahwa Islam dan semua agama, selalu menganjurkan umatnya untuk menjunjung tinggi sikap toleransi dalam beragama, mengutamakan kasih sayang dalam kehidupan, tidak menyakiti apalagi sampai tega membunuh orang lain yang tidak bersalah dengan alasan jihad atau atas nama agama.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *