Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 07 January 2023

Sikap, Solusi dan Hikmah di Balik Setiap Musibah


islamindonesia.id – Tidak ada seorangpun di muka bumi ini melainkan pasti akan mendapatkan ujian dari Allah SWT. Lebih-lebih orang shalih dan para auliya’ullah (kekasih Allah).

Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Sesungguhnya Allah apabila Dia mencintai suatu kaum maka Dia akan memberinya ujian. Barang siapa yang ridha, maka ia akan mendapat ridha Allah, dan barang siapa yang murka maka ia akan mendapat murka Allah.” (HR. Tirmidzi)

Hikmah di Balik Musibah

Pertama: Musibah bisa menjadi penyebab gugur dan diampuninya dosa seorang hamba.

Rasulullah s.a.w bersabda: “Tidak ada seorang Muslim yang ditimpa oleh sesuatu yang menyakitkan berupa tusukan duri atau lebih dari pada itu kecuali dengan sebab (musibah itu) Allah SWT ampuni kesalahan-kesalahannya, Allah gugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Kedua: Seseorang akan mendapatkan pahala yang besar sebanding dengan besarnya musibah.

Rasulullah s.a.w bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan besarnya musibah yang menimpa.” (HR. at-Tirmidzi)

Ketiga: Musibah bisa menjadi bentuk hukuman dunia bagi seorang hamba yang dikehendaki kebaikan akhirat oleh Allah SWT sehingga di akhirat nanti selamat dari siksa.

Rasulullah s.a.w bersabda, “Apabila Allah menginginkan kebaikan untuk seorang hamba maka Allah akan menyegerakan hukuman baginya di dunia ….” (HR. at-Tirmidzi)

Sikap di Kala Ujian Menerpa

Pertama: Meyakini bahwa semua yang kita alami telah ditakdirkan oleh Allah SWT dan tidak akan pernah meleset dari ketetapan takdir tersebut.

Rasulullah s.a.w bersabda: “Ketahuilah bahwa apa saja yang ditakdirkan tidak akan menimpamu maka ia tidak akan pernah menimpamu. Sebaliknya apa saja yang telah ditakdirkan akan menimpamu maka ia tidak akan pernah meleset darimu.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Kedua: Seorang Mukmin hendaknya bersabar terhadap setiap musibah yang menimpanya karena itulah yang terbaik untuknya.

Ketiga: Tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan syariat dalam menyikapi musibah, seperti mengurbankan hewan untuk dipersembahkan seluruhnya atau kepalanya saja kepada dewa dari kalangan jin dan setan yang diyakini sebagai penguasa laut, lembah, gunung dan lainnya. Karena berkurban merupakan ibadah yang tidak boleh diperuntukkan kepada selain Allah SWT, sebagaimana firman-Nya, “Maka shalatlah untuk tuhanmu dan berkurbanlah (hanya) untuk-Nya.” (QS. al-Kautsar:2)

Solusi Saat Ditimpa Musibah

Pertama: Bertaubat kepada Allah

Imam Ibnul Qayyim dalam Miftah Daris Sa’adah, mengatakan, “Tidaklah suatu bala turun melainkan karena dosa, dan tidaklah bala tersebut akan diangkat melainkan dengan taubat.”

Imam Al-Qurthubi (wafat: 671 H) dalam Tafsir al-Qurthubi mengatakan, “Istigfar jika dipanjatkan oleh orang-orang yang berdosa (sekalipun), bisa menolak terjadinya hal-hal yang buruk dan mampu menepis berbagai kemudaratan.”

Kedua: Menegakkan Tauhid, Menjauhi Syirik

Allah berjanji dalam firman-Nya, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. (Syaratnya) mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun…” (QS. an-Nur:55)

Ketiga: Menghidupkan Sunah Rasulullah dan Senantiasa Beristighfar

Allah SWT berfirman, “Dan tidaklah Allah akan mengazab mereka (orang-orang kafir di Makkah) sementara engkau (Wahai Muhammad) masih berada di tengah-tengah mereka, dan tidaklah Allah akan mengazab mereka selama mereka senantiasa beristighfar.” (QS. al-Anfal:33)

Ibnul Qayyim dalam I’lamul Muwaqqi’in, mengomentari ayat tersebut dengan ucapannya yang indah: “Jika keberadaan Rasulullah s.a.w secara fisik di tengah-tengah mereka (kafir Makkah) mampu mencegah turunnya azab atas mereka, padahal mereka adalah musuh-musuh beliau s.a.w, maka bagaimana kiranya jika keberadaan beliau pada diri seseorang atau pada suatu kaum, terwujud dalam bentuk cinta dan iman kepada beliau, serta dalam bentuk tegaknya apa yang beliau bawa (berupa Sunah)? Bukankah yang demikian ini lebih utama dan lebih pantas untuk terhindar dari azab?”

Keempat: Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Dalam Misykaatul Mashaabiih Rasulullah s.a.w bersabda, “Tidaklah merebak pada suatu kaum praktik kemaksiatan, lantas mereka tidak menghilangkan kemaksiatan tersebut, padahal mereka mampu, melainkan sedikit lagi mereka akan ditimpakan oleh Allah azab yang merata.”

Allah SWT juga berfirman, “Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan dan perbaikan.” (QS. Huud:117)

Kelima: Berdoa dan Berharap Hanya kepada Allah

Rasulullah s.a.w bersabda, “Sesungguhnya doa itu bermanfaat pada apa-apa yang telah terjadi (berupa musibah, dll) dan bermanfaat pada apa-apa yang belum terjadi. Maka wajib atas kalian untuk berdoa wahai hamba-hamba Allah!”

Sedangkan Ibnul Qayyim dalam Jawabul Kafir mengatakan, “Doa termasuk obat yang paling mujarab. Ia adalah musuh bagi bala, yang menolaknya, yang memperbaiki dampak buruknya, yang mencegah turunnya, yang mengangkat bala tersebut, atau meringankannya jika ia telah turun, dan ia adalah senjata Mukmin.”

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *