Satu Islam Untuk Semua

Monday, 28 December 2015

SEJARAH – Mengenal Abu Thalib, Paman Nabi Muhammad (5)


Misi ‘Islam rahmat bagi semesta’ telah dimulai, sesuai dengan wahyu yang diterimanya, suami Khadijah Al Kubra itu memulai dakwahnya ke para kerabatnya. Sebagian menerima, sebagian lagi menolaknya. Abu Jahal termasuk yang bersikeras menolak misi yang dibawa Muhammad sebagai nabi. Bahkan ia mengolok-olok Abu Thalib, paman Nabi, yang turut mendukung misi Muhammad.

Meski usianya telah mencapai 70 tahun, Abu Thalib masih kuat berdiri demi membela misi agung keponakannya. Berselang beberapa tahun, semakin banyak penduduk Makkah meninggalkan penyembahan pada berhala hingga hilanglah kesabaran para pemimpin Quraisy. Perubahan yang dipicu dakwah damai Muhammad itu membuat tekanan dan teror yang diterima Abu Thalib semakin banyak.

“Abu Thalib! cegahlah keponakanmu karena ia menghina tuhan-tuhan kami,” kata salah satu pemimpin Quraisy yang mendatangi Abu Thalib dalam keadaan marah.

“Berikan saya waktu untuk berbicara padanya…” kata Abu Thalib tenang meski sedang sakit.

Derasnya tuntutan para pemimpin Quraisy disusul ancaman yang membahayakan keponakannya, membuat Abu Thalib mencoba menyampaikan permintaan mereka ke Muhammad. Dengan penuh hormat pada pamannya, nabi berkata, “Paman, saya tidak dapat membangkang perintah Tuhanku”

Melihat Abu Thalib kembali dengan tangan kosong, Abu Jahal kembali membujuk Abu Thalib dengan menawarkan harta dan kekuasaan pada Muhammad, “kami akan berikan apapun yang ia mau dari uang kami. Lebih dari itu, kami akan jadikan ia raja di antara kami jika ia menginginkan”

Abu Jahal pun dipertemukan langsung dengan Muhammad dan keponakan Abu Thalib itu menjawab, “saya tidak ingin sesuatu kecuali satu kalimat.”

“Kalimat apa itu? Kami akan berikan sepuluh kali lipat,” pinta Abu Jahal penasaran

“Tiada Tuhan selain Allah,” kata Muhammad.

“Mintalah kalimat yang lain!” kata Abu Jahal melonjak emosi.

“Walau kalian bawakan saya matahari dan meletakkan di tanganku, saya tetap tidak akan meminta kalimat yang lain,” kata Muhammad.

Susana pertemuan semakin panas. Melihat keadaan tidak kondusif bagi keselamatan keponakannya, Abu Thalib siaga dan berpesan pada Muhammad, “selamatkan jiwamu dan jangan menghiraukanku.”

Muhammad meneteskan air matanya dan berkata, “paman, demi Allah, bila mereka letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar saya melepaskan misiku ini, saya tetap tak akan menerimanya sampai Allah menolongku atau saya terbunuh karenanya.”

Mendengar keteguhan iman keponakannya itu, Abu Thalib yang sepuh itu memanggil keponakannya. Ketika Muhammad menghampirinya, Abu Thalib menciumnya dan berkata, “keponakanku, pergi dan katakan apa yang engkau mau. Demi Allah, saya tak akan meninggalkanmu sendiri.”

Pria yang mengasuh Muhammad sejak kecil hingga menikah dengan ibu Fatimah Azzahra itu kembali menegaskan kesetiaannya dengan melantukan syair;

Demi Allah, mereka semua tak akan menjangkaumu

Hingga aku terbunuh

Hingga aku terkubur

 

Bersambung….

 

Edy/ ks/ Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *