Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 12 July 2022

Sabar dan Ridha Menerima Takdir Allah


islamindonesia.id – Suatu hari, Sayyidina Ali bin Abi Thalib melihat Ady bin Hatim bermuram durja, maka beliau bertanya, “Mengapa engkau tampak bersedih hati?”

Ady menjawab, “Bagaimana aku tidak bersedih hati, dua orang anakku terbunuh dan mataku tercongkel dalam pertempuran!?”

Sayyidina Ali terdiam haru, kemudian berkata, “Wahai Ady, barangsiapa ridha terhadap takdir Allah SWT, maka takdir itu tetap berlaku atasnya dan dia mendapatkan pahala-Nya, dan barang siapa tidak ridha terhadap takdir-Nya, maka hal itu pun tetap berlaku atasnya dan terhapus amalnya.”

Ada dua sikap utama bagi seorang hamba ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak dia inginkan, yakni sabar dan ridha. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian mutlak yang perlu dilakukan oleh sorang Muslim.

Ada sedikit perbedaan antara sabar dan ridha. Sabar merupakan perilaku menahan nafsu dan mengekangnya dari kebencian -sekalipun menyakitkan- dan mengharap akan segera berlalunya musibah. Adapun ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima takdir Allah SWT dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab, di dalam hatinya selalu tertanam sangkaan baik kepada Sang Khalik.

Orang-orang yang ridha ketika ditimpa musibah, dia akan mencari hikmah yang terkandung di balik ujian tersebut. Ia yakin, Allah SWT telah memilihnya (untuk menerima ujian itu), dan Dia sekali-kali tidak menghendaki keburukan dari ketentuan cobaan bagi makhluk-Nya.

Apabila ridha ini sudah mengakar dalam sanubari manusia, maka hilanglah semua rasa sakit yang diakibatkan oleh berbagai musibah yang menimpanya.

Dari Anas bin Malik bahwa Nabi s.a.w bersabda, “Sesungguhnya apabila Allah SWT mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Barangsiapa ridha terhadap ujian-Nya, maka dia memperoleh ridha-Nya dan barangsiapa tidak suka, maka mendapat murka-Nya.” (HR Tirmidzi)

Bagi orang yang ridha, ujian merupakan pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah, semakin menenggelamkan dirinya dalam bermusyahadah dengan-Nya.

Dalam satu kisah, Abu Darda’ pernah melayat pada sebuah keluarga yang salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan tabah serta memuji Allah SWT. Maka Abu Darda’ berkata kepada mereka, “Engkau benar, sesungguhnya Allah SWT apabila memutuskan suatu perkara, maka Dia senang jika takdir-Nya itu diterima dengan rela atau ridha.”

Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan bahwa tidak akan tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah SWT dalam situasi dan kondisi apa pun.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *