Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 28 April 2020

Penjelasan Tentang Niat Berpuasa oleh Imam Syafii


islamindonesia.id – Penjelasan Tentang Niat Berpuasa oleh Imam Syafii

Imam Syafii Rahimahullah dalam Kitab al-Umm Bab Puasa menjelaskan tentang permulaan (niat) puasa dan perbedaan pendapat seputar itu. Berikut ini pemaparan dari beliau:

Sebagian sahabat kami mengatakan bahwa tidak boleh berpuasa Ramadan kecuali dengan niat, sebagaimana tidak boleh salat kecuali dengan niat pula. Mereka ber-hujjah dengan perkataan lbnu Umar, “Tidak sah puasa kecuali bagi orang yang berniat puasa sebelum fajar (subuh).”

Akan tetapi – wallahu a’lam – hal itu hanya berlaku pada puasa Ramadan dan puasa nazar, serta puasa wajib lainnya.

Adapun untuk puasa sunah, maka seseorang boleh berniat puasa sebelum zuhur selagi dia belum makan dan minum. Akan tetapi sebagian orang berbeda pendapat dengan pendapat ini, mereka mengatakan bahwa justru maksud perkataan lbnu Umar di atas adalah puasa sunah.

Jadi, untuk puasa sunah harus diniatkan sebelum fajar dan untuk puasa Ramadan boleh diniatkan setelah fajar. Akan tetapi beberapa atsar yang ada temyata bertentangan dengan pendapat ini.

Kepada orang yang berpendapat seperti di atas kami katakan, “Mengapa kalian berpendapat bahwa puasa Ramadan boleh dilakukan tanpa niat, sedangkan puasa nazar dan puasa kafarat (yang hukumnya juga wajib) harus dengan niat? Sementara kalian juga berpendapat bahwa salat wajib dan salat nazar serta tayamum harus dilakukan dengan niat?”

Mereka menjawab, “Karena puasa nazar dan puasa kafarat itu tidak mempunyai waktu khusus, yaitu boleh dikerjakan kapan saja sebagaimana salat dan tayamum.”

Kami katakan kepada mereka, “Bagaimana pendapat kalian tentang orang yang bernazar untuk berpuasa satu bulan pada tahun ini (pada tahun tertentu), tapi kemudian dia menunda-nunda puasa nazarnya tersebut dan tidak segera menunaikannya, sampai akhirnya tahun tersebut tinggal satu bulan lagi.

“Kemudian dia berpuasa selama satu bulan di tahun itu, tapi dia tidak berniat untuk puasa nazar (dia lupa bahwa dia pernah bernazar untuk puasa selama satu bulan di tahun tersebut-pen). Apakah puasanya selama satu bulan tersebut bisa dianggap sebagai puasa nazar?”

Mereka menjawab, “Tidak boleh, karena dia berpuasa bukan dengan niat untuk puasa nazar.”

Kami katakan kepada mereka, “Tahun yang dia janjikan telah berlalu, dan hanya tinggal satu bulan lagi tahun tersebut akan habis. Maka jika dia tidak berpuasa di bulan itu, dia telah keluar dari waktu yang dijanjikan.

“Bagaimana pendapat kalian tentang seseorang yang meninggalkan salat Zuhur kemudian waktu zuhur hampir habis, lalu dia salat empat rakaat seperti salat Zuhur, tapi dia tidak berniat untuk salat Zuhur. Apakah salat tersebut dianggap sebagai salat Zuhur?”

Mereka menjawab, “Tidak, karena dia tidak berniat untuk salat Zuhur.”

Aku tidak mengetahui adanya perbedaan antara niat puasa Ramadan dengan niat salat Zuhur di atas. Mereka membolehkan puasa Ramadan tanpa niat dengan alasan bahwa puasa Ramadan tersebut mempunyai waktu khusus.

Padahal kita dapati bahwa hampir seluruh ibadah wajib mempunyai waktu khusus yang terbatas, di mana ibadah tersebut tidak boleh atau tidak sah dilakukan apabila waktunya telah lewat. Demikian juga salat nazar, dan begitu juga yang kita jumpai dalam dua waktu yang terbatas yang keduanya dikerjakan seperti mengerjakan amalan wajib dan mengerjakan amalan nazar.

Dalam dua waktu ini tidak ada yang lebih utama antara yang wajib dengan yang nazar, karena baik yang wajib atau yang nazar sama-sama membutuhkan waktu tersebut. Dalam contoh di atas, yaitu salat Zuhur dan salat nazar yang dilakukan di akhir waktu zuhur, salat tersebut tidak dianggap sebagai salat Zuhur apabila niatnya adalah salat nazar, begitu juga sebaliknya.

PH/IslamIndonesia/Foto ilustrasi: Unknown/Google

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *