Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 11 February 2023

Mengenal Tawadhu’, Rendah Hati Ibarat Ilmu Padi


islamindonesia.id – Tawadhu’ adalah sifat yang amat mulia, namun sedikit orang yang memilikinya. Ketika manusia sudah memiliki gelar yang mentereng, berilmu tinggi, memiliki harta yang berlimpah, sedikit dari mereka yang memiliki sifat kerendahan hati, alias tawadhu’. Padahal kita seharusnya seperti ilmu padi, “Kian berisi, kian merunduk”.

Memahami Tawadhu’

Tawadhu’ adalah ridha jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak (Lihat Adz Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah, Ar Roghib Al Ash-fahani, 299).

Ibnu Hajar berkata, “Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” (Fathul Bari, 11: 341)

Keutamaan Sifat Tawadhu’

Pertama: Sebab mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat

Rasul s.a.w bersabda, “Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim)

Adapun yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142)

Tawadhu’ juga merupakan akhlak mulia dari para nabi. Lihatlah Nabi Musa a.s yang melakukan pekerjaan rendahan, memantu memberi minum pada hewan ternak dalam rangka menolong dua orang wanita yang ayahnya sudah tua renta. Lihat pula Nabi Daud a.s yang makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Begitu pula dengan Nabi Zakariya yang dulunya seorang tukang kayu. Sedangkan sifat tawadhu’ Nabi Isa ditunjukkan dalam perkataannya, “Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam:32). Lihatlah sifat mulia para nabi tersebut. Karena sifat tawadhu’, mereka menjadi mulia di dunia dan di akhirat.

Kedua: Sebab adil, disayangi, dicintai di tengah-tengah manusia

Orang tentu saja akan semakin menyayangi orang yang rendah hati dan tidak menyombongkan diri. Itulah yang terdapat pada sisi Nabi kita s.a.w. Beliau pernah bersabda, “Dan sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.” (HR. Muslim)

Mencontoh Sifat Tawadhu’ Nabi Muhammad s.a.w

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab:21)

Diriwayatkan, Nabi s.a.w masih memberi salam kepada anak kecil dan yang lebih rendah kedudukannya di bawah beliau. “Sungguh Nabi s.a.w biasa berkunjung ke orang-orang Anshar. Lantas beliau memberi salam kepada anak kecil mereka dan mengusap kepala mereka.” (HR. Ibnu Hibban) 

MasyaAllah, ini sifat sungguh mulia yang jarang kita temukan saat ini. Sangat sedikit orang yang mau memberi salam kepada orang yang lebih rendah derajatnya dari dirinya. Padahal boleh jadi orang tersebut lebih mulia di sisi Allah karena takwa yang ia miliki.

Coba lihat lagi bagaimana keseharian Nabi s.a.w di rumahnya. Beliau membantu istrinya. Bahkan jika sandalnya putus atau bajunya sobek, beliau menjahit dan memperbaikinya sendiri. Ini beliau lakukan di balik kesibukan beliau untuk berdakwah dan mengurus umat.

Rasulullah s.a.w tanpa rasa malu membantu pekerjaan istrinya. “Beliau selalu membantu pekerjaan keluarganya, dan jika datang waktu shalat maka beliau keluar untuk melaksanakan shalat.” (HR. Bukhari)

Nasihat para Ulama Tentang Tawadhu’

Al Hasan Al Bashri berkata, “Tahukah kalian apa itu tawadhu’? Tawadhu’ adalah engkau keluar dari kediamanmu lantas engkau bertemu seorang Muslim. Kemudian engkau merasa bahwa ia lebih mulia darimu.”

Imam Asy Syafi’i berkata, “Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 304)

Basyr bin Al Harits berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang kaya yang duduk di tengah-tengah orang fakir. Yang bisa melakukan demikian tentu yang memiliki sifat tawadhu’.”

‘Abdullah bin Al Mubarrok berkata, “Puncak dari tawadhu’ adalah engkau meletakkan dirimu di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat Allah, sampai-sampai engkau memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia dirinya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 298)

Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Siapa yang maksiatnya karena syahwat, maka taubat akan membebaskan dirinya. Buktinya saja Nabi Adam a.s bermaksiat karena nafsu syahwatnya, lalu ia bersitighfar (memohon ampun kepada Allah), Allah pun akhirnya mengampuninya. Namun, jika siapa yang maksiatnya karena sifat sombong (lawan dari tawadhu’), khawatirlah karena laknat Allah akan menimpanya. Ingatlah bahwa Iblis itu bermaksiat karena sombong (takabbur), lantas Allah pun melaknatnya.”

‘Urwah bin Al Warid berkata, “Tawadhu’ adalah salah satu jalan menuju kemuliaan. Setiap nikmat pasti ada yang merasa iri kecuali pada sifat tawadhu’.”

Yahya bin Ma’in berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang semisal Imam Ahmad! Aku telah bersahabat dengan beliau selama 50 tahun, namun beliau sama sekali tidak pernah menyombongkan diri atas kebaikan yang ia miliki.”

Ziyad An Numari berkata, “Orang yang zuhud namun tidak memiliki sifat tawadhu’ adalah seperti pohon yang tidak berbuah.”

Ya Allah, muliakanlah kami dengan sifat tawadhu’ dan jauhkanlah kami dari sifat sombong. Ya Allah, tunjukilah aku akhlak yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlak tersebut kecuali Engkau.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *