Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 28 January 2018

Kata Kiai Sahal Mahfudh Tentang LGBT


islamindonesia.id – Kata Kiai Sahal Mahfudh Tentang LGBT

 

Di tengah hangatnya isu LGBT belakangan ini, situs resmi Nahdlatul Ulama, http://www.nu.or.id/, mengutip kembali pendapat Kiai Sahal Mahfudh tentang LGBT yang diambil dari buku KH MA Sahal Mahfudh, berjudul “Dialog dengan Kiai Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Umat”, yang diterbitkan pada tahun 2003. Di halaman 302-307 buku yang diterbitkan oleh Penerbit Ampel Suci dan LTNNU Jawa Timur tersebut, terdapat tanya jawab antara Kiai Sahal dengan seorang yang bernama Ubaidillah F, dari Purworejo.

Pertanyaannya adalah sebagai berikut:

Begini Kiai, saya mempunyai permasalahan dalam orientasi seks yang mempunyai ketertarikan pada sesama jenis. Saya tidak tahu apa penyebabnya, demikian pula saya tidak berdaya bahkan rasanya mustahil mengubah perilaku negatif tersebut. Bagaimana posisi saya (homoseks) dipandang dari perspektif syariat Islam dan bagaimana langkah terbaik yang harus saya tempuh dalam mengarungi kehidupan dunia ini terutama tentang pernikahan?

Terkait pertanyaan ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak tahun 2000 hingga 2014 ini menjawab sangat komprehensif. Beliau mengupas isu ini dari banyak perspektif, hingga beberapa tawaran solusinya. Berikut ini jawaban tokoh nasional yang juga Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sejak 1999 hingga 2014 yang redaksi Islamindonesia kutip dari http://www.nu.or.id/:

Homoseks sering dimaknai sebagai hubungan seks antara sesama laki-laki baik dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam dubur atau anus sejenisnya. Perilaku ini disebut liwath atau dalam istilah medis dinamakan anal seks. Cara lain dapat juga dengan memasukkan alat kelamin di antara dua pangkal paha sejenisnya yang disebut mufakhadzah.

Terhadap hubungan seks antara sesama laki-laki dengan cara liwath maupun mufakhadzah, para ulama sepakat bahwa hukumnya haram bahkan dianggap sebagai perilaku yang sangat menjijikkan, keji, dan melebihi hewan. Karena hewan saja tidak melakukan hal seperti itu.

Dalam menentukan sanksinya, ada 3 (tiga) pendapat, Imam Malik dan Imam Ahmad Ibn Hanbal memberikan sanksi dibunuh, baik yang mengerjai maupun yang dikerjai dengan alasan hadits riwayat Imam Lima (Imam Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, Nasai).

Selain adanya nash:

“Bila kalian menemukan seseorang mengerjakan pekerjaan kaum Luth (homoseks), maka bunuhlah yang mengerjai dan dikerjai.” (HR. Abu Daud, Nasai, dan Ibn Majah).

Golongan As-Syafiiyah berpendapat bahwa sanksi pelaku tercela itu sama dengan hukum zina berdasar hadits:

“Apabila ada laki-laki menyetubuhi sesama laki-laki, maka keduanya adalah berzina.”

Pendapat ketiga, golongan Hanifiyah berpendapat bahwa hal itu tidak sama dengan zina. Karena itu, maka sanksinya cukup dengan ta’zir (hukuman yang dapat menjadikan orang jera).

Pada dasarnya para ulama yang berpendapat bahwa haram melakukan hubungan seks antara sesama laki-laki atau yang tidak lazim dan tidak wajar, adalah bertolak dari firman Allah sebagai berikut:

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (QS. Al-Mukminun: 5-6)

Kebutuhan biologis manusia berupa kepuasan seks, dalam syariat Islam bukan sekadar watak manusia yang tanpa makna. Karena manusia hidup totalitas sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang diciptakan Allah lebih sempurna dan mulia.

Memang, manusia sulit untuk tidak memenuhi seksnya, namun pemenuhan itu tidaklah kemudian dilakukan secara bebas yang absolut, tetapi ada batas-batas tertentu yang secara normatif disetujui oleh masyarakat lingkungannya maupun ajaran agama yang ia yakini kebenarannya. Karena bila tidak demikian maka ia akan kehilangan kesempurnaannya dan kemuliaan, yang pada gilirannya juga akan menghilangkan identitas dirinya. Kebebasan hubungan seksual yang absolut, disadari atau maupun tidak, akan mengakibatkan perilaku yang tidak normatif dari sudut pandang sosial maupun agama. Akibatnya timbul kerusakan moral dan kehormatan yang tidak mustahil juga kerusakan jasmani.

Problema yang dihadapi para pelaku homoseks dan pelaku free sex umumnya bukan sekadar hasrat terhadap pemenuhan kebutuhan seks semata, tetapi sudah merupakan perilaku kebiasaan, fantasi, selera, hobi, bahkan watak yang sangat sulit diubah apalagi dalam waktu yang singkat.

Namun demikian, penyembuhan terhadap permasalahan Anda bukankah hal yang mustahil. Ada banyak hal yang bisa dilakukan sebagai penyembuhan homoseks atau kelainan seks yang lain. Hal itu bisa berlaku secara individual dengan cara memperbanyak ibadah, dzikir, atau aktivitas yang dapat mengurangi pada dorongan seks, semisal tidak bergaul dengan sesama pelaku homoseks. Namun rasanya terapi individual ini relatif sangat sulit karena manusia ketika ia sendirian tetaplah manusia, ia akan berperilaku sesuai dengan dorongan psikis pribadinya. Saya yakin semua orang tahu bahwa homoseks adalah perilaku seks yang tidak sehat dan keliru tetapi kadang orang tidak kuasa untuk mengendalikannya. Apalagi ketika nafsu seksual sudah begitu menguasai dirinya, orang seringkali kehilangan kontrol. Oleh karena itu, terapi individual ini tidak bisa tidak harus didukung oleh niatan serta tekad yang kuat untuk sembuh, kesabaran, sekaligus disiplin yang tinggi.

Tipis kemungkinan orang dapat sembuh dari kelainan psikis seks ini dengan sendirinya, karena itu tidak ada salahnya usaha penyembuhan itu juga melibatkan orang lain, seperti menikah misalnya. Karena dengan demikian akan ada interaksi dengan sang istri yang tidak menutup kemungkinan akan bisa memberikan kontribusi besar pada Anda, setidak-tidaknya memberikan penyaluran seks yang sehat, atau bergaul dengan pribadi-pribadi atau komunitas masyarakat yang memperhatikan norma-norma sosial serta agama dengan baik yang tidak membenarkan adanya homoseks atau aktivitas free sex yang lain. Bila memungkinkan, mintalah bantuan dari psikiater.

 

AL/IslamIndonesia

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *