Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 10 August 2022

Inilah Balasan Mengerikan untuk Pembunuh Sesama Manusia


islamindonesia.id – Dalam beberapa hari terakhir, hampir seluruh media massa di Tanah Air kompak memberitakan peristiwa pembunuhan terhadap seorang anggota Polri, Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, yang tersangka pelakunya ternyata atasannya sendiri, yakni mantan Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo.

Banyak pihak mengecam terjadinya peristiwa mengenaskan tersebut, karena bagaimanapun perbuatan membunuh atau menghilangkan nyawa manusia merupakan tindakan keji yang pelakunya layak dihukum berat, bahkan hingga hukuman mati atau dipenjara seumur hidup.

Lalu bagaimana pandangan Islam terkait tindakan pembunuhan yang dilakukan manusia terhadap manusia lainnya?

Agama Islam yang mempunyai prinsip rahmatan lil alamin melarang umat manusia untuk saling membunuh.

Sebaliknya Islam yang damai ini mengajarkan manusia untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan. 

Allah SWT dalam firmannya mengecam dengan keras orang yang membunuh orang beriman. Allah SWT mengancam pembunuh orang beriman dengan neraka jahanam. Hal ini sebagaimana penegasan Allah SWT dalam Alquran, “Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa’:93) 

Menurut tafsir ringkas Kementerian Agama (Kemenag) RI, Surah An-Nisa’ ayat 93 mengandung makna seperti ini: 

“Dan barang siapa membunuh seorang Mukmin dengan sengaja yakni dengan niat dan terencana, maka balasannya yang pantas dan setimpal ialah neraka jahanam yang sangat mengerikan, dia kekal di dalamnya dalam waktu yang lama disertai dengan siksaan yang amat mengerikan. Di samping hukuman itu, Allah murka kepadanya dan melaknatnya yakni menjauhkannya dan tidak memberinya rahmat, serta menyediakan azab yang besar baginya selain dari azab-azab yang disebutkan di atas di akhirat.”

Sahabat bernama Ibnu Mas’ud menyampaikan bahwa ia bertanya kepada Rasulullah tentang dosa paling besar. Maka Allah SWT menurunkan Surah Al-Furqan ayat 68-70 sebagai ayat yang membenarkan jawaban Rasulullah.

Allah berfirman: “Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat.”  

Islam melarang keras untuk menzalimi orang yang tidak bersalah, apalagi merenggut nyawanya. Pembunuhan bukanlah perkara biasa. Syariat menggolongkan pembunuhan sebagai dosa besar kedua setelah syirik.

Membunuh seorang manusia tanpa hak ditamsilkan dengan membunuh seluruh umat manusia. Sebagaimana firman-Nya: “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS. Al-Maidah:32)

Bahkan, Allah mengancam siapa yang membunuh orang beriman dengan sengaja, balasannya neraka jahanam sebagaimana firman-Nya dalam Surah An-Nisa’ ayat 93 di atas.

Pembunuhan diperbolehkan hanya dalam kondisi tertentu seperti peperangan yang terjadi dalam rangka mempertahankan agama, negara, dan harga diri. Dalam perspektif syariat, perkara yang pertama kali dihisab di Hari Kiamat adalah tentang darah (pembunuhan/pertumpahan darah).

Islam menilai nyawa Mukmin lebih berharga dari dunia dan sangat menekankan agar manusia menjauhi perkara zalim dan pertumparan darah.

Dalam satu hadis dari Al-Barra’ bin Azib, Rasulullah bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang Mukmin tanpa hak.” (HR An-Nasai, At-Turmudzi)

Sebaliknya, bagi mereka yang terbunuh di jalan Allah dan berjihad untuk agama, Allah menjamin mereka mendapatkan kenikmatan istimewa sebagaimana firman-Nya: “Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. Al-Baqarah:154)

Pakar Tafsir, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menjelaskan tafsir Al-Baqarah ayat 154 ini. Ayat ini mengandung larangan untuk meyakini bahwa orang yang terbunuh di jalan Allah itu sudah mati. Akan tetapi mereka hidup di alam barzakh, tidak mati. Mereka hidup di dalam surga mendapatkan rezeki dari Allah.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Arwah para syuhada dibawa oleh burung-burung hijau yang berkeliaran di surga sekehendak hatinya, kemudian mereka tinggal di dalam lampu-lampu gantung di bawah ‘Arsy.” (HR Muslim)

Karena itu orang yang mati terbunuh di jalan Allah tidak dikatakan mati. Akan tetapi mereka menjadi syahid dan hidup dipenuhi kenikmatan di sisi Rabbnya.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *