Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 12 July 2023

Hakikat Syukur dan Langkah Penerapannya menurut Al-Ghazali


islamindonesia.id – Kapan terakhir kali kita bersyukur kepada Allah SWT? Kata kunci dari perilaku bersyukur adalah suka berterima kasih, tahu diri, tidak mau sombong, dan tidak boleh lupa dengan kehadiran Tuhan yan telah memberikan kesempatan kepada kita untuk hidup di dunia dan memberikan nikmat dan rezeki dalam hidup.

Bagi seorang Muslim, kunci bersyukur bisa dilakukan dengan sangat mudah, yakni bisa dengan mengingat Allah SWT. Manusia ada karena Allah SWT, dan kepada-Nya manusia juga akan kembali. Maka, di sinilah syukur sering disamakan dengan ungkapan rasa “terima kasih” dengan bentuk segala pujian hanya untuk Allah SWT semata.

Semakin sering bersyukur dan berterima kasih, kita akan semakin baik, tenteram dan bahagia. Sebab, hidup akan terasa lebih mudah dan penuh makna. Bersyukur adalah penanda bahwa manusia sadar kehidupan di dunia penuh dengan makna.

Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat, sedangkan hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat berarti menggunakannya pada tempat dan kondisi atau situasi yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah.

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, dengan sangat cermat dan rinci, Imam al-Ghazali menguraikan tentang hakikat syukur dan langkah-langkah untuk merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Bersyukur menurut Imam al-Ghazali, mencakup tiga hal; yakni ilmu, hal, dan amal. Apa yang dimaksud dengan ilmu adalah pengetahuan tentang nikmat yang dianugerahkan oleh sang pemberi nikmat atau al-mun’im.

Sedangkan hal merupakan rasa gembira yang terjadi karena pemberian nikmat. Sementara itu, amal berarti melakukan apa yang menjadi tujuan dan disukai oleh Sang Pemberi Nikmat, Allah SWT. Amal terkait dengan tiga hal yaitu hati, lisan dan anggota-anggota tubuh.

Kaitannya amal dengan hati adalah kehendak hati untuk melakukan kebaikan dan menyimpannya untuk semua makhluk. Lalu, kaitan amal dengan lisan adalah menampakkan rasa syukur kepada Allah SWT dengan menyenandungkan berbagai pujian dalam rangka menunjukan rasa terima kasih. Adapun kaitan amal dengan anggota-anggota tubuh yakni menggunakan nikmat karunia Allah SWT untuk menunaikan ketaatan kepada-Nya dan menghindarkan diri dari kemungkinan menggunakannya untuk berbuat durhaka dan maksiat kepada-Nya.

Seorang Muslim, baru bisa dikatakan bersyukur kepada Allah SWT apabila ia telah menggunakan nikmat-Nya untuk hal-hal yang disenangi-Nya.

Syukur atas nikmat kedua mata yang dianugerahkan Allah SWT berarti juga menutupi setiap aib yang kita lihat pada seseorang. Syukur atas nikmat kedua telinga berarti menutupi setiap aib yang kita dengar mengenai seseorang. Sebaliknya, apabila seseorang menggunakan nikmat Allah SWT untuk melakukan hal-hal yang tidak disenangi-Nya, maka berarti ia telah kufur atau ingkar terhadap nikmat tersebut.

Sama halnya apabila seorang Muslim membiarkan begitu saja nikmat tersebut dan tidak memfungsikannya. Meskipun hal ini lebih ringan dosanya dibandingkan dengan yang sebelumnya, tapi dengan menyia-nyiakan itu, seorang Muslim dianggap telah kufur terhadap nikmat Allah SWT.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *