Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 05 July 2016

FIKIH–Shalat Ied menurut pelbagai Mazhab


Islamindonesia.id–Shalat Ied menurut pelbagai Mazhab

Hukum Shalat Hari Raya

Para ahli fikih berbeda pendapat tentang hukum Shalat Hari Raya. Menurut mazhab Hanafi, Shalat Hari Raya hukumnya fardu ‘ain dengan syarat-syarat seperti pada shalat Jumat. Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, kewajiban tersebut menjadi gugur. Sama halnya dengan mazhab Ja’fari yang menilai hukum Shalat Hari Raya adalah fardu ‘ain, jika syarat-syaratnya terpenuhi sebagaimana shalat Jumat. Shalat Hari Raya menjadi Sunah secara berjamaah atau pun perorangan, baik dalam keadaan bepergian maupun tidak, jika syarat-syarat sebagaimana pada shalat Jumat tidak terpenuhi, baik sebagian atau pun keseluruhan.

Sampai di sini kiranya perlu dijelaskan beberapa syarat Shalat Jumat yang disyaratkan pula pada Shalat Hari Raya;

1. Imam
Para ahli fikih berbeda pendapat apakah dalam kewajiban shalat Jumat disyaratkan adanya seorang imam (penerus Nabi Saw) atau wakilnya? Ataukah wajib dalam berbagai situasi?

Menurut mazhab Hanafi, Al-Auza’i, dan sebagian ahli fikih mazhab Ja’fari, disyaratkan adanya imam atau wakilnya. Jika tidak didapatkan, gugurlah kewajiban mereka untuk melaksanakan shalat Jumat.

Sedangkan mazhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali tidak mensyaratkan adanya imam. Mayoritas ahli fikih mazhab Ja’fari mengatakan bahwa jika tidak ada imama atau wakilnya, tetapi ada ahli fikih yang adil, maka boleh memilih antara melaksanakan shalat Jumat atau shalat Zhuhur; meski melaksanakan shalat Jumat lebih dianjurkan.

2. Berjamaah
Seluruh ahli fikih sepakat bahwa shalat Jumat harus dilakukan secara berjama’ah, namun mereka berbeda pendapat tentang jumlah minimal orang yang melakukannya.

Menurut mazhab Maliki sekurang-kurangnya 12 orang selain imam. Juga disebutkan menurut mazhab Maliki sekurang-kurangnya adalah 40 orang.

Menurut mazhab Syafi’i, sekurang-kurangnya 40 orang dengan imam.

Menurut mazhab Hanbali dan Ishaq bin Rahawaih, shalat Jumat tidak dapat dilakukan jika kurang dari 40 orang. Juga disebutkan menurut mazhab Hanbali, syarat shalat Jumat adalah sebanyak 50 orang.

Menurut mazhab Ja’fari, sekurang-kurangnya lima orang dan seseorang darinya sebagai imam. Sementara menurut Al-Laits bin Sa’ad dab Abu Yusuf Al-Qadhi, sekurang-kurangnya tiga orang, salah satunya adalah imam, karena bilangan tiga adalah jamak yang paling sedikit. Sedangkan menurut Al-Hasan bin Shaleh, sekurang-kurangnya dua orang.

3. Kesucian
Seluruh ahli fikih sepakat bahwa kesucian dari hadas adalah syarat sah shalat Jumat; kecuali menurut mazhab Hanafi dan Syafi’i dalam qaul qadimnya yang memperbolehkan khutbah tanpa dalam keadaan suci.

4. Mukim
Orang yang dalam perjalanan (musafir) tidak wajib melaksanakan shalat Jumat
5. Sehat
6. Melihat
Orang yang buta, tidak wajib melaksanakan shalat Jumat
7. Dengan dua khutbah
Menurut mazhab Hanafi, Syafi’i, Ja’fari, Al-Auza’i, Al-Tsauri dan lain-lainm shalat Jumat tanpa khutbah tidak sah. Sedangkan menurut Hasan Al-Basri, shalat Jumat tanpa khutbah tetap sah.

Kembali lagi tentang hukum shalat Hari Raya. Menurut mazhab Maliki dan Syafi’i, hukum shalat Hari Raya adalah Sunah muakkadah.

Sedangkan menurut mazhab Hanbali dan Abu Sa’id Al-Isthakhari (ahli fikih mazhab Syafi’i), hukumnya fardu kifayah. Faktor yang menyebabkan perbedaan di antara mazhab-mazhab tersebut adalah berdasarkan perbedaan riwayat.

Waktu Shalat Hari Raya

Menurut mazhab Syafi’i, Maliki, dan Ja’fari, waktu shalat Hari Raya adalah sejak terbitnya matahari hingga matahari tergelincir. Namun menurut mazhab Syafi’i, Sunah datang pagi-pagi untuk mengambil tempat shalat.

Sedangkan menurut mazhab Hanbali, waktu shalat Hari Raya adalah sejak naiknya matahari setinggi satu tombak hingga matahari tergelincir.

Tata Cara Melaksanakan Shalat Hari Raya

Menurut mazhab Hanafi, shalat Hari Raya dimulai dengan niat, lalu melakukan takbiratul ihram, dan memuji Allah Swt. Setelah itu, membaca takbir sebanyak tiga kali dan setiap selesai takbir, diam sejenak sekadar bacaan tiga kali takbir, atau boleh juga mengucapkan kalimat:

tasbih

subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illa-Llah wa-Llahu akbar

lalu membaca surah Al-Fatihah dan salah satu surah. Kemudian rukuk dan sujud. Pada rakaat kedua, dimulai dengan membaca surah Al-Fatihah, lalu membaca satu surah. Setelah itu membaca takbir sebanyak tiga kali, kemudian rukuk dan sujud, lalu menyempurnakan shalat hingga selesai.

Menurut mazhab Maliki, shalat Hari Raya dimulai dengan niat dan mengucapkan takbiratul ihram, lalu mengucapkan takbir sebanyak enam kali. Setelah itu, membaca surah Al-Fatihah dan surah Al-A’la, lalu rukuk dan sujud. Pada rakaat kedua, setelah takbir untuk berdiri, maka dilanjutkan dengan takbir lima kali, kemudian membaca surah Al-Fatihah dan surah Al-Syams, atau surah lainnya, lalu menyelesaikan shalat dengan sempurna.

Menurut mazhab Syafi’i, shalat Hari Raya dimulai dengan niat dan takbiratul ihram. Kemudian membaca doa iftitah,

DOA-iftitah-Shalat-Hari-Raya-Menurut-Pelbagai-Mazhab

subhanakAllaahumma wa bihamdika wa tabarakasmuka wa ta’aala jadduka wa laa ilaaha ghayruka

Setelah itu mengucapkan takbir sebanyak tujuh kali, dan setiap selesai takbir diselingi dengan bacaan:

tasbih

subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illa-Llah wa-Llahu akbar

dengan suara lirih. Kemudian membaca ta’awudz,

DOA-ta'awudz-Shalat-Hari-Raya-Menurut-Pelbagai-Mazhab

a’uudzu billahi minas-syaythonir-rajiim

yang dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah dan surat Qaf. Setelah itu, rukuk dan sujud. Pada rakaat kedua, setelah takbir untuk berdiri, maka dilanjutkan dengan takbir lima kali. Setiap selesai takbir, diselingi dengan bacaan:

tasbih

subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illa-Llah wa-Llahu akbar

Setelah itu, membaca surah Al-Fatihah dan surah Al-Qamar. Lalu menyempurnakan shalat tersebut hingga selesai.

Menurut mazhab Hanbali, shalat Hari Raya dimulai dengan niat dan takbiratul ihram. Kemudian membaca doa iftitah, kemudian mengucapkan takbir sebanyak enam kali; di antara dua takbir membaca:

DOA-takbir-Shalat-Hari-Raya-Menurut-Pelbagai-Mazhab

Allahu Akbar kabiiran wal hamdulillaahi katsiran, wa subhanallaahi bukratan wa ashiilan, wa shallallaahu ‘ala Muhammadin wa Aalihi tasliman katsiran.

Kemudian membaca basmalah, dilanjutkan dengan surah Al-Fatihah, dan surah Al-A’la. Setelah itu menyempurnakan rakaat pertama. Pada rakaat kedua, setelah takbir untuk berdiri, maka dilanjutkan dengan takbir lima kali. Setiap selesai takbir membaca bacaan yang sama pada rakaat pertama. Kemudian membaca basmalah, Al-Fatihah dan surah Al-Ghasyiyah. Lalu rukuk dan menyempurnakan shalat.

Menurut mazhab Ja’fari, shalat Hari Raya dimulai dengan niat dan takbiratul ihram. Lalu membaca surah Al-Fatihah dan salah satu surah Alquran. Setelah itu, mengucapkan takbir sebanyak lima kali. Setiap selesai takbir diselingi dengan doa qunut. Kemudian rukuk dan sujud. Pada rakaat kedua, membaca surah Al-Fatihah dan surah lain, kemudian takbir sebanyak empat kali. Setiap selesai takbir diselingi dengan doa qunut. Setelah itu rukuk dan menyempurnakan shalat.

Hukum Khutbah Shalat Hari Raya

Menurut mazhab Hanafi dan berbagai mazhab lain hanya Sunah. Sedangkan menurut mazhab Ja’fari, hukum khutbah setelah Shalat Hari Raya adalah wajib, yakni sebagaimana pada dua khutbah Jumat.

Seluruh ahli fikih sepakat bahwa khutbah Shalat Hari Raya dilakukan setelah melaksanakan Shalat Hari Raya. Yaitu, kebalikan dari khutbah Shalat Jumat, yang disampaikan sebelum melaksanakan shakat Jumat.

Haruskah Berjama’ah?

Menurut mazhab Syafi’i dan Ja’fari, Shalat Hari Raya dapat dilakukan secara perorangan (seorang diri) maupun secara berjama’ah.
Sedangkan menurut mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali, shalat Hari Raya wajib berjama’ah.

Wallahu a’lam bis-shawab.

 

Tom/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *