Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 09 January 2022

Dengan Kebaikan, Umur Bertambah. Benarkah?


islamindonesia.id – “Tiada yang menambah umur kecuali kebaikan,” sabda Rasulullah s.a.w.

Sementara firman Allah dalam Alquran surah Ali Imran ayat 145 menegaskan:
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.”

Begitu pula di surah Al-A’raf ayat 34, dinyatakan: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”

Sekilas, mungkin pembaca beranggapan bahwa seolah hadis di awal tulisan ini bertentangan dengan dua ayat Alquran yang disebutkan kemudian. Benarkah demikian?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, sebagai tambahan, berikut ini penulis sajikan beberapa hadis yang sekilas juga terkesan bertentangan dengan ayat-ayat tersebut.

“Anas bin Malik mengabarkan kepadaku, bahwasanya Rasulullah s.a.w bersabda: Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka sambunglah tali silaturahmi.” (Muttafaq ‘alaih)

“Dari Salman (al-Farisi), ia berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali kebaikan.” (HR. Al-Tirmidzi)

Secara sepintas terlihat bahwa dua ayat di atas menyatakan bahwa setiap manusia telah ditetapkan batas umurnya sehingga tidak dapat ditambah atau dikurangi. Sebaliknya kedua hadis di atas menyebutkan bahwa silaturahmi dan kebaikan dapat menambah umur.

Bagaimana cara kita memahami ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut yang sekilas terkesan kontradiktif tersebut?

Dalam menyikapi hal ini, para ulama terbagi menjadi 2 pendapat.

Pertama: umur benar-benar dapat bertambah, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis.

Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, para ulama ahli tahqiq (muhaqqiqin) lebih memilih pendapat ini, di antaranya Ibnu Hazm, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Syaukani, dan selainnya. Namun mereka berbeda dalam memberikan keterangan dan mengompromikannya:

  1. Bahwa penambahan umur sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis adalah berdasarkan catatan malaikat pencatat amal. Adapun yang disebutkan dalam ayat Alquran (yaitu tidak adanya penambahan umur) adalah berdasarkan ilmu Allah. Maka, makna hadis tersebut adalah: bahwa penundaan umur merupakan umur yang tercatat di dalam catatan malaikat, adapun umur yang berdasarkan ilmu Allah maka tidak dapat dimajukan atau ditunda. Ini merupakan pendapat Ibnu hajar, al-Baihaqi, Ibnu Hajar, al-Safarini, dan ‘Abdurrahman al-Sa’di.
  2. Pendapat kedua, bahwa makna hadis: Allah menjadikan silaturahmi sebagai sebab untuk panjangnya umur, sebagaimana seluruh amal (perbuatan) yang Allah perintahkan secara syariat, dan Allah telah mengatur balasan perbuatan-perbuatan tersebut dengan ketentuan tertentu. Maka barangsiapa mengetahui jika ia melakukan silaturahmi maka ajalnya menjadi (bertambah) sampai sekian, dan jika ia memutuskan silaturahmi ajalnya habis sampai sekian. Semuanya telah selesai ditulis/ditetapkan pada azali, dan pena (penulis takdir) telah kering.

Ini merupakan pendapat al-Thahawi, Qadhi ‘Iyadh, Ibnu Hazm, al-Zamakhsyari, al-Syaukani, al-Alusi dan Ibnu ‘Utsaimin.

Kedua: umur tidak dapat bertambah.

Sebagian ulama memahami bahwa hadis tersebut dipahami secara majazi, bukan hakiki. Namun mereka berbeda pendapat dalam memahami kata “bertambah” ke dalam beberapa pendapat:

  1. “Bertambah” merupakan kiasan dari berkahnya umur, disebabkan karena taufik (petunjuk) yang didapatkan oleh pelakunya kepada ketaatan, menjaga waktunya dengan perkara-perkara yang bermanfaat dan menghindarkan diri dari membuang-buang umur, sehingga ia mendapatkan (keberkahan) pada umurnya yang pendek, yang hal itu tidak didapatkan oleh orang yang umurnya panjang.

Ini merupakan pendapat: Abu Hatim al-Sijistani, Ibn Hibbaan, al-Nawawi dan al-Thiibii.

  1. “Bertambah” merupakan kiasan dari abadinya pujian, namanya disebut-sebut dengan baik (kebaikannya senantiasa diingat), dan pahala yang berlipat ganda setelah wafatnya, sampai seolah-olah dia belum wafat. Ini pendapat Abu al-‘Abbas al-Qurthubi.
  2. “Bertambah umurnya”, dapat dimaknai sebagai bertambahnya pemahamannya, akalnya, dan pandangannya.
  3. “Bertambah” yang dimaksud adalah luas rezekinya dan sehat badannya.
  4. Maksud dari “bertambah” adalah ia memiliki keturunan yang saleh yang senantiasa mendoakannya.

Mana di antara pendapat tersebut yang lebih tepat?

Pendapat mayoritas ulama mengatakan bahwa umur dapat bertambah dan ajal diakhirkan namun bukan ajal yang ada dalam “Ilmu Allah”. Ajal tidak dapat diundur apabila telah datang, jika sebelum datang maka dapat diundur kedatangannya.

Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, ”Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah yang mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” (QS. Al-An’am:2).

Umur manusia sepenuhnya ditentukan oleh Allah SWT. Manusia hanya dapat menerima keputusan Allah SWT tentang umurnya. Karenanya, manusia tidak mengetahui panjang pendek umurnya. Manusia juga tidak mengetahui sampai kapan ia akan hidup di dunia. Hanya Allah-lah yang mengetahui.

Manusia juga tidak bisa mengurangi atau menambah umurnya. Jika ajalnya telah tiba, maka manusia akan mati walaupun ia berusaha mengundurkannya. Sebaliknya, jika ajalnya belum tiba, manusia tetap tidak akan mati walaupun ia berusaha mempercepat kematiannya.

Allah SWT menegaskan, ‘‘Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka jika telah datang waktunya, mereka tidak akan dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”

Rasulullah s.a.w pun melarang umatnya memohon kematian. Beliau bersabda, ”Janganlah salah seorang di antara kamu sekalian mengharapkan kematian dan jangan pula berdoa agar cepat mati sebelum kematian itu benar-benar datang kepadanya. Sesungguhnya jika salah seorang di antara kamu sekalian mati, maka terputuslah amalnya. Dan sesungguhnya tidak ada yang dapat menambah umur seorang Mukmin kecuali kebaikan yang diperbuatnya.” (HR. al-Bukhari).

Umur yang diberikan Allah SWT kepada manusia adalah amanat yang harus dijaga dengan baik. Karenanya, harus diisi dengan kebaikan-kebaikan dan amal saleh. Nilai umur manusia tidak ditentukan oleh panjang atau pendeknya, melainkan oleh kualitas amal yang diperbuat dalam masa hidupnya.

Dalam pandangan Rasulullah s.a.w, umur yang panjang pada hakikatnya adalah yang diisi dengan perbuatan baik dan amal saleh. Beliau bersabda, ”Barang siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, maka hendaklah ia berbuat baik kepada kedua orang tua dan menjalin silaturahmi dengan sesama.” (HR. Ahmad).

Panjangnya umur seseorang tidak akan bernilai sama sekali jika tidak diisi dengan amal saleh. Bahkan, boleh jadi hanya menjerumuskan ke dalam azab Allah SWT. Umur panjang yang diisi dengan perbuatan baik dan amal saleh menjadi bukti kualitas hidup manusia di dunia dan meninggikan derajatnya di sisi Allah SWT.

Ketika ditanya tentang siapa orang yang paling baik, Rasulullah s.a.w menjawab, ”Yaitu orang yang panjang umurnya dan baik amalnya. Sedangkan orang yang paling buruk adalah orang yang panjang umurnya tetapi buruk amalnya.” (HR. Ahmad).

Setiap Muslim hendaknya menyadari kembali bahwa kematian akan datang tanpa diduga. Kesadaran terhadap hal ini akan memotivasi untuk bersegera mengisi umur di dunia dengan perbuatan baik dan amal saleh. Sebab, umur yang disia-siakan pada akhirnya hanya akan melahirkan penyesalan yang tidak berguna.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *