Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 08 April 2023

Bersahabat dengan Al-Qur’an dan Mendapatkan Syafaatnya


islamindonesia.id – Al-Qur’an adalah kalam Allah yang mulia. Ia menjadi petunjuk, obat untuk penyakit-penyakit hati, dan salah satu wujud kasih sayang Allah agar hamba-hamba-Nya tidak kehilangan arah dalam menjalani kehidupan.

Al-Qur’an juga mencintai para Shahib Al-Qur’an atau sahabat-sahabatnya. Rasulullah s.a.w menjelaskan bahwa Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat sebagai syafaat (penolong) bagi sahabat-sahabatnya. Beliau s.a.w bersabda: “Bacalah Al-Qur’an, karena dia akan datang pada hari kiamat sebagai syafaat bagi sahabat-sahabatnya.” (HR. Muslim)

Dari hadis di atas dapat kita simpulkan bahwa orang yang “membaca Al-Qur’an” adalah sahabatnya. Namun, makna “iqra’” sesungguhnya bukan hanya membaca.  Secara harfiah, “iqra’” artinya ‘mengumpulkan’. Membaca Al-Qur’an hendaknya tidak berhenti pada mengucapkannya di lisan, tetapi mengumpulkan raga dan jiwa saat membaca Al-Qur’an.

Imam Muhammad At-Tabrizi menjelaskan bahwa makna membaca pada hadis di atas adalah “menikmati membaca Al-Qur’an dan merutinkannya”. Menikmati hanya bisa dilakukan dengan hati. Dengan demikian, saat membaca Al-Qur’an, hendaklah hati ikut meresapinya sehingga terasa kenikmatan dalam membacanya.

Al-Qur’an adalah risalah cinta Allah yang Dia turunkan kepada hamba yang paling dicintai-Nya, yaitu Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w kemudian mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabat, lalu diajarkan kembali ke generasi-generasi setelahnya.

Sebuah risalah cinta tidak seyogiyanya dibaca dengan perasaan terbebani. Sebagaimana seorang yang menerima pesan dari kekasihnya, begitulah hendaknya perasaan kita ketika membaca Al-Qur’an, surat cinta dari Rabb yang sangat mencintai hamba-Nya.

Bersahabat berarti selalu dekat dan tak terpisahkan. Bersahabat dengan Al-Qur’an berarti selalu bersama Al-Qur’an dalam setiap aktivitas. Shahib Al-Qur’an berarti menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan dalam setiap aktivitas kehidupan.

Rasulullah s.a.w adalah teladan terbaik dalam menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabat. Seluruh kandungan Al-Qur’an tervisualisasikan dalam perilaku Rasulullah s.a.w. Allah mendeklarasikan bahwa Rasulullah s.a.w adalah orang yang paling tinggi akhlaknya dalam firman-Nya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam:4)

Maka dari itu, dalam sebuah riwayat, ketika ada yang bertanya: “Bagaimanakah akhlak Rasulullah?” Maka dijawab: “Akhlaknya adalah Al-Qur’an.” (HR. Ahmad)

Imam Suhrawardi mendefinisikan bahwa akhlak adalah “nilai dari makhluk”. Maka, nilai kita sebagai manusia diukur dari akhlak kita. Jika kita berusaha mengikuti akhlak Rasulullah s.a.w, maka nilai diri kita tentu akan meningkat pula.

Shahib Al-Qur’an juga dapat bermakna penghafal Al-Qur’an. Para ulama terdahulu menyebut penghafal Al-Qur’an dengan “Hamil Al-Qur’an” atau pembawa Al-Qur’an. 

Imam Nawawi menulis sebuah buku berjudul At-Tibyan fi Adab Hamalah Al-Qur’an. “Hamalah” memiliki akar kata yang sama dengan hamil pada seorang ibu. 

Seorang hamalah Al-Qur’an membawa Al-Qur’an dalam dirinya dengan sangat hati-hati, dan menjaganya dengan penuh kasih sayang, sebagaimana seorang ibu yang mengandung janin di dalam dirinya, seperti Imam Sufyan Ats-Tsauri.

Imam Sufyan Ats-Tsauri adalah orang yang sangat konsisten dalam menjaga Al-Qur’an dalam dirinya. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa saat beliau berkendara, beliau membaca Al-Qur’an. Saat berhenti atau menetap, beliau shalat yang di dalamnya juga membaca Al-Qur’an. Hal ini membuat beliau sering mengkhatamkan Al-Qur’an dalam perjalanan.

Menjadi sahabat Al-Qur’an berarti menabung syafaat di Hari Kiamat. Hari Kiamat adalah hari ketika seseorang tak dapat meminta bantuan kepada siapa pun, kecuali kepada Allah, Rasulullah s.a.w, dan Al-Qur’an. Dengan menjadi sahabat Al-Qur’an, maka kita menabung tiket syafaat untuk hari akhir.

Ada banyak cara untuk menjadi Shahib Al-Qur’an. Pertama, membaca Al-Qur’an dengan seluruh jiwa dan raga. Kedua, berusaha selalu mengamalkan kandungan Al-Qur’an dalam hidup. Ketiga, menghafalkan Al-Qur’an, menjaga hafalannya, dan memahami kandungan Al-Qur’an seperti para ulama. 

Kini tinggal giliran kita, mau memilih jalan yang mana untuk bersahabat dengan Al-Qur’an?

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *