Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 17 July 2022

Bentuk Kefakiran Terbesar Ternyata Bukan Sedikitnya Harta


islamindonesia.id – Yahya Bin Muadz berkata, “Dunia hanya jembatan menuju akhirat, lewati saja dan jangan memperindahnya. Tidak masuk akal membangun istana di atas jembatan.”

Seorang Mukmin yang beriman dan bertakwa akan mulia di sisi Allah meskipun kehidupan ekonominya serba kekurangan. Kesabarannya dalam menghadapi keterbatasan makanan, tempat tinggal, pakaian, dan berbagai fasilitas penunjang hidup tidak menggoyahkannya untuk tetap komitmen pada tuntunan Islam.

Kemiskinan dihadapinya dengan penuh tawakal dan sabar karena inilah yang telah dipilihkan Allah, sebagai pilihan yang terbaik untuk dunia dan akhiratnya.

Nabi s.a.w bersabda, ” … dan tidak ada pemberian yang lebih baik dan lebih luas bagi seseorang daripada kesabaran.” (HR. Bukhari-Muslim)

Selama seorang Mukmin masih kokoh memegang agama, menjaga sikap dan perilakunya sesuai dengan teladan Rasulullah, niscaya ia akan bahagia meskipun orang-orang menilai mereka orang yang menderita dan serba kekurangan.

Kenikmatan yang tiada tandingnya telah mereka nikmati ketika hidup mereka diniatkan sebagai ibadah, hari-harinya dipenuhi dengan giat menuntut ilmu agama, hak-hak mereka mulia karena meneladani Rasulullah dan mereka senantiasa beramal salih.

Inilah sejatinya kekayaan hati dan nikmat iman yang jarang diraih oleh para pemburu dunia yang lebih mengutamakan kenikmatan sesaat dan memandang remeh orang yang mencintai kehidupan akhirat.

Di zaman fitnah ini seorang Mukmin harus selalu memperkokoh iman, giat belajar agama, dan senantiasa berdoa kepada Allah agar tetap memegang agama dan menjadikannya sebagai petunjuk agar hidupnya tidak tersesat. Agama merupakan harta termulia, termahal, dan tiada bandingannya.

Banyak kisah mengagumkan orang-orang yang ikhlas meninggalkan dunia demi mencari kebahagiaan hakiki dalam Islam. Mereka rela menderita untuk mempertahankan agamanya dengan pengorbanan yang sedemikian besar. Semua ini karena keyakinannya yang tinggi bahwa agama adalah kekayaan terbesar dan harus dijaga dan dipertahankan.

Rasulullah s.a.w bersabda, “Hampir-hampir sebaik-baik harta orang Muslim ialah kambing yang digembalakannya di gunung dan di lembah karena ia lari mengasingkan diri demi menyelamatkan agamanya dari fitnah.” (HR. Bukhari)

Alangkah beruntungnya para sahabat Rasulullah yang tidak terjebak dalam fitnah harta sehingga mereka berhijrah menuju Madinah untuk menyelamatkan agamanya. Dan sangat cerdasnya para sahabat Anshar yang demi ukhuwah iman, mereka membantu para Muhajirin agar tetap kokoh agamanya dengan berbagai bantuan meskipun mereka juga sangat membutuhkannya.

Sedikit maupun banyaknya kekayaan bagi seorang Mukmin tetap mulia ketika semua itu tidak melalaikannya dalam ibadah. Bahkan, kekayaan yang mampu mengokohkan dalam ketaatan dan amal salih, inilah harta yang berkah.

Rasulullah bersabda, “Nikmat harta yang baik adalah yang dimiliki laki-laki yang salih.” (HR. Ahmad)

Dalam Kitab Majmu’u ar-Rasa`il, Imam Ibnu Rajab berkata, “Janganlah sekali-sekali engkau menganggap bahwa fakir itu dengan hilangnya kekayaan akan tetapi hilangnya agama adalah bentuk kefakiran yang paling besar.”

Faktor agama merupakan standar hidup yang harus diupayakan setiap Mukmin. Status seseorang itu miskin (harta), namun dia menjadi unggul karena keshalihannya di sisi Allah SWT.

Demikian pula, ketika seseorang dianugerahi kekayaan atau harta yang melimpah maupun kedudukan, namun tak memiliki adab, tidak mau belajar agama, enggan beramal salih, dan mengutamakan dunia dibandingkan kehidupan akhirat, maka merekalah orang yang fakir.

Makhluk cerdas tak tergoyahkan imannya ketika mayoritas manusia berlomba-lomba membangun kehidupan dunia. Mukmin bertakwa justru lebih fokus menghibahkan waktunya untuk membangun kehidupan akhiratnya.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *