Satu Islam Untuk Semua

Monday, 15 August 2022

Benarkah Dalil Cinta Tanah Air Tidak Ada dalam Alquran dan Hadis?


islamindonesia.id – Dua hari lagi, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2022, kita semua, rakyat Indonesia bakal merayakan Hari Kemerdekaan yang ke-77.

Setiap tahun, pada momen penting seperti ini biasanya semangat nasionalisme dan spirit cinta Tanah Air kembali dikumandangkan dan digelorakan hingga ke seluruh pelosok negeri.

Nasionalisme berasal dari kata nation (B. Inggris) yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata bangsa memiliki beberapa arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri; (2) golongan manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan, dan (3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi (Lukman Ali. Dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1994, hal. 98).  

Adapun istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa.

Sedangkan nasionalisme dalam arti sempit dapat diartikan sebagai cinta Tanah Air. Pengertian nasionalisme inilah yang akan kita bahas dalam tulisan ini.  

Al-Jurjani dalam kitabnya, al-Ta’rifat mendefinisikan Tanah Air dengan al-wathan al-ashli, yakni tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya. (Ali Al-Jurjani, al-Ta’rifat, Beirut, Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1405 H, halaman 327)

Nah, berkenaan dengan nasionalisme ini, benarkah seperti yang dikatakan sebagian orang bahwa cinta Tanah Air itu tak ada dalilnya dalam Alquran dan hadis? 

Dalil-dalil Cinta Tanah Air  

Mencintai Tanah Air adalah hal yang sifatnya alami pada diri manusia. Karena sifatnya yang alamiah melekat pada diri manusia, maka hal tersebut tidak dilarang oleh agama Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran atau nilai-nilai Islam.   

Meskipun cinta Tanah Air bersifat alamiah, bukan berarti Islam tidak mengaturnya. Islam sebagai agama yang sempurna bagi kehidupan manusia mengatur fitrah manusia dalam mencintai Tanah Airnya, agar menjadi manusia yang dapat berperan secara maksimal dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.   

Berkenaan dengan vonis bahwa cinta Tanah Air tidak ada dalilnya, maka guna menjawab vonis tersebut, perlu kiranya kita mencermati paparan ini.

Berikut adalah dalil-dalil tentang bolehnya cinta Tanah Air:

1. Dalil Cinta Tanah Air dalam Alquran

Salah satu ayat Alquran yang menjadi dalil cinta Tanah Air menurut penuturan para ahli tafsir adalah yang terdapat pada surah Al-Qashash ayat 85, “Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Alquran benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.”

Para mufassir dalam menafsirkan kata “ma’ad” terbagi menjadi beberapa pendapat. Ada yang menafsirkan kata “ma’ad” dengan Makkah, akhirat, kematian, dan hari kiamat. Namun Imam Fakhr Al-Din Al-Razi dalam tafsirnya Mafatih Al-Ghaib, mengatakan bahwa pendapat yang lebih mendekati yaitu pendapat yang menafsirkannya dengan Makkah.  

Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan: “Di dalam tafsirnya ayat (QS. Al-Qashash:85) terdapat suatu petunjuk atau isyarat bahwa ‘cinta Tanah Air sebagian dari iman’. Rasulullah s.a.w (dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; “Tanah Air, Tanah Air”, kemudian Allah SWT mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah)….. Sahabat Nabi berkata; “Jika bukan karena cinta Tanah Air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta Tanah Air itulah, dibangunlah negeri-negeri”. (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6, hal. 441-442)  

Selanjutnya, ayat yang menjadi dalil cinta Tanah Air menurut ulama yaitu Alquran surah An-Nisa’ ayat 66: “Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): ‘Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!’ niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka…”

Syekh Wahbah Al-Zuhaily dalam tafsirnya al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj menyebutkan: “Di dalam firman-Nya (keluarlah dari kampung halaman kamu!) terdapat isyarat akan cinta Tanah Air dan ketergantungan orang dengannya, dan Allah menjadikan keluar dari kampung halaman sebanding dengan bunuh diri, guna menunjukkan betapa sulitnya hijrah dari Tanah Air.” (Wahbah Al-Zuhaily, al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj, Damaskus, Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir, 1418 H, Juz 5, hal. 144)  

Pada kitabnya yang lain, Tafsir al-Wasith, Syekh Wahbah Al-Zuhaily mengatakan:  Di dalam firman Allah “keluarlah dari kampung halaman kamu” terdapat isyarat yang jelas akan ketergantungan hati manusia dengan negaranya, dan (isyarat) bahwa cinta Tanah Air adalah hal yang melekat di hati dan berhubungan dengannya. Karena Allah SWT menjadikan keluar dari kampung halaman dan Tanah Air, setara dan sebanding dengan bunuh diri. Kedua hal tersebut sama beratnya. Kebanyakan orang tidak akan membiarkan sedikitpun tanah dari negaranya manakala mereka dihadapkan pada penderitaan, ancaman, dan gangguan.” (Wahbah Al-Zuhaily, Tafsir al-Wasith, Damaskus, Dar Al-Fikr, 1422 H, Juz 1, hal. 342)  

Ayat Alquran selanjutnya yang menjadi dalil cinta Tanah Air, menurut ahli tafsir kontemporer, Syekh Muhammad Mahmud Al-Hijazi yaitu pada surah At-Taubah ayat 122: “Dan tidak sepatutnya orang-orang Mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”

Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi dalam Tafsir al-Wadlih menjelaskan ayat di atas sebagai berikut: “Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa belajar ilmu adalah suatu kewajiban bagi umat secara keseluruhan, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad, dan mempertahankan Tanah Air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena Tanah Air membutuhkan orang yang berjuang dengan pedang (senjata), dan juga orang yang berjuang dengan argumentasi dan dalil. Bahwasannya memperkokoh moralitas jiwa, menanamkan nasionalisme dan gemar berkorban, mencetak generasi yang berwawasan ‘cinta Tanah Air sebagian dari iman’, serta mempertahankannya (Tanah Air) adalah kewajiban yang suci. Inilah pondasi bangunan umat dan pilar kemerdekaan mereka.” (Muhammad Mahmud al-Hijazi, Tafsir al-Wadlih, Beirut, Dar Al-Jil Al-Jadid, 1413 H, Juz 2, hal. 30)  

Ayat-ayat di atas sebagaimana telah dijelaskan oleh para mufassir dalam kitab tafsirnya masing-masing merupakan dalil cinta Tanah Air di dalam Alquran.  

2. Dalil Cinta Tanah Air dalam Hadis  

Berikut ini adalah hadis-hadis yang menjadi dalil cinta Tanah Air menurut penjelasan para ulama ahli hadis, yang dikupas tuntas secara gamblang.

“Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi s.a.w ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).  

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari (Beirut, Dar Al-Ma’rifah, 1379 H, Juz 3, hal. 621), menegaskan bahwa dalam hadis tersebut terdapat dalil (petunjuk): pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta Tanah Air dan rindu padanya.  

Sependapat dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar, Badr Al-Din Al-Aini (wafat 855 H) dalam kitabnya ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari menyatakan: “Di dalamnya (hadis) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah, dan (petunjuk) atas disyariatkannya cinta Tanah Air dan rindu padanya.” (Badr Al-Din Al-Aini, ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 10, hal. 135)  

Imam Jalaluddin Al-Suyuthi (wafat 911 H) dalam kitabnya Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih menyebutkan: “Bercerita kepadaku Sa’id ibn Abi Maryam, bercerita kepadaku Muhammad bin Ja’far, ia berkata: mengabarkan kepadaku Humaid, bahwasannya ia mendengan Anas berkata: Nabi s.a.w ketika kembali dari bepergian, dan melihat tanjakan-tanjakan Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya. Berkata Abu Abdillah: Harits bin Umair, dari Humaid: beliau menggerakkannya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah.” (Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih, Riyad, Maktabah Al-Rusyd, 1998, Juz 3, hal. 1360)  

Sependapat dengan Ibn Hajar Al-Asqalany, Imam Suyuthi di dalam menjelaskan hadis sahabat Anas di atas, memberikan komentar: di dalamnya (hadis tersebut) terdapat unsur disyariatkannya cinta Tanah Air dan merindukannya.  

Ungkapan yang sama juga disampaikan oleh Syekh Abu Al Ula Muhammad Abd Al-Rahman Al-Mubarakfuri (wafat 1353 H), dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi Syarh at-Tirmidzi (Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Juz 9, hal. 283)

Hadis berikutnya yang menjadi dalil cinta Tanah Air yaitu hadis riwayat Ibn Ishaq, sebagimana disampaikan Abu Al-Qosim Syihabuddin Abdurrahman bin Ismail yang masyhur dengan Abu Syamah (wafat 665 H) dalam kitabnya Syarhul Hadits al-Muqtafa fi Mab’atsil Nabi al-Mushtafa sebagai berikut:  “Al-Suhaily berkata: Dan di dalam hadis (tentang) Waraqah, bahwasanya ia berkata kepada Rasulullah s.a.w; sungguh engkau akan didustakan, Nabi tidak berkata sedikitpun. Lalu ia berkata lagi; dan sungguh engkau akan disakiti, Nabi pun tidak berkata apapun. Lalu ia berkata; sungguh engkau akan diusir. Kemudian Nabi menjawab: “Apa mereka akan mengusirku?”. Al-Suhaily menyatakan di sinilah terdapat dalil atas cinta Tanah Air dan beratnya memisahkannya dari hati.” (Abu Syamah, Syarhul Hadits al-Muqtafa fi Mab’atsil Nabi al-Mushtafa, Maktabah al-Umrin Al-Ilmiyah, 1999, hal. 163)  

Abdurrahim bin Husain Al-Iraqi (wafat 806 H) di dalam kitabnya Tatsrib fi Syarh Taqribil Asanid wa Tartibil Masanid, pada hadis yang sama, juga mengutip pendapatnya Al-Suhaily: “Al-Suhaily berkata: di sinilah terdapat dalil atas cinta Tanah Air dan beratnya memisahkannya dari hati.” (Abdurrahim Al-Iraqi, Tatsrib fi Syarh Taqribil Asanid wa Tartibil Masanid, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 4, hal. 196)  

Nah, dari sekilas pemaparan di atas, dapat kita ketahui bahwa cinta Tanah Air memiliki dalil yang bersumber dari Alquran dan Hadis, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama seperti; Al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalany, Imam Jalaluddin al-Suyuthi, Abdurrahim al-Iraqi, Syekh Ismail Haqqi al-Hanafi, dan yang lainnya. Sehingga anggapan bahwa cinta Tanah Air tidak ada dalilnya dalam Alquran dan Hadis, jelas tidak benar dan tidak berdasar.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *