Satu Islam Untuk Semua

Monday, 18 June 2012

“Ambilkan Bulan:” Petualangan Amelia dan Imajinasi Anak yang Cerdas


Adegan dalam Ambilkan Bulan. Dari kiri ke kanan Landung Simatupang sebagai Mbah Gondrong, Lana Nitibaskara sebagai Amelia, Bramantyo Suryo Kusumo sebagai Kuncung dan Hemas Nata Negari sebagai Pandu (Kredit foto: Mizan Production dan Falcon Pictures)

Oleh: Irvan Sjafari

 

Judul  Film           :  Ambilkan Bulan

Sutradara            :  Ifa Isfansyah

Bintang               :  Lana Nitibaskara, Astri Nurdin, Agus Kuncoro, Landung Simatupang, Marwoto

Rated                 :  **** (Excellent)

 

Dua anak perempuan berusia sekitar  10 tahun bercakap-cakap dengan kawannya.  Yang satu bernama Amelia (Lana Nitibaskara)  berada di suatu dunia dengan eskterior  balkon  apartemen khas metropolitan . Yang kedua berada di desa penuh pohon dan rumput hijau.  Kedua dunia itu bergantung di atas awan mengingatkan saya pada  filmAvatar dari sutradara Amerika James Cameron (2009). 

Opening Scene dari Ambilkan Bulan karya Ifa Isfansyah sudah cukup dahsyat. Paling tidak sudah mengisyaratkan dua hal.   Dari segi tehnis sineas Indonesia sebetulnya sudah mampu membuat film dengan teknologi animasi  3 D. Kedua, Ambilkan Bulanbenar-benar film anak-anak  dengan fantasi anak-anak juga. Cerita dua dunia berhadapan itu adalah imajinasi dua anak berkomunikasi melalui jejaring sosial   bernama Facebook. 

Adegan berikutnya adalah kronologi rutinitas kehidupan Amelia sehari-hari digambarkan dengan potongan gambar komik animasi, diselingi adegan hidup, jelas bahwa keluarga Amelai tinggal di apartemen.  Amelia  sarapan bersama ayah dan ibunya. Kemudian dia diantar ibunya pergi ke sekolah dengan mobil.  Kemudian diikuti kegiatan Amelia di sekolah, ibunya Ratna (Astri Nurdin) wanita karir menelepon ke rumah menanyakan apakah Amelia sudah makan.   Hingga akhirnya Joko,ayah Amelia meninggal karena kecelakaan.  Ratna menjadi single parent. 

Dua hal lagi sudah diungkapkan dengan cara bertutur seperti ini. Pertama kecerdasan Ifa Isfansyah bertutur soal latar belakang keluarga Amelia tanpa harus membuat adegan yang nyinyir seperti kebanyakan sinetron Indonesia.  Kedua, Ifa sudah membuat film anak-anak yang sesuai dengan semangat zaman anak-anak sekarang dengan nilai edukasi yang juga pas untuk  anak-anak juga. 

Bukankah anak-anak sekarang sudah kenal Facebook, sudah kenal BlackBerry dan perangkat yang namanya laptop atau notebook.? Bukankah single parent atau orang tua yang hanya punya satu anak sudah keniscayaan. Bukankah anak sekarang sebetulnya banyak yang kesepian karena kondisi zamanperkotaan sekarang dan bagi mereka mengobrol melalui Facebook adalah katarsis atau jalan keluar  bahwa manusia pada dasarnya mahluk sosial. 

Ceritanya sih sederhana, nyaris sebangun dengan Petualangan Sherina (1999) –yang juga merupakan film anak-anak yang berhasil untuk anak-anak di zamannya.  Berkat facebook Amelia dapat informasi bahwa Ambar adalah sepupunya.  Sang Ayah ternyata bersaudara dengan Bambang, ayah Ambar.  Ketika liburan tiba,  Amelia berlibur ke sebuah desa di lereng Gunung Lawu, Jawa Tengah tempat tinggal Ambar. 

Adegan menarik ketika Amelia menampik ajakan ibunya untuk berlibur ke Bali. Ternyata dia bisa mencaritahu ibunya ada kerjaan di sana. “Jadi Amelia ditinggalkan di kamar hotel  bersama televisi seperti waktu di Singapura?”  Kata-kata yang menusuk dari anak zaman sekarang. Di sekolahkan di sekolah internasional membuat Amelia menjadi berani untuk mengemukakan pendapatnya. 

Singkat cerita Amelia mengikuti  Pak De dan Bu De-nya ke desa. Ekspresi muka Amelia diterpa angin di bak belakang mobil pick up dan lagi-lagi animasi kereta api membuat saya memberikan aplaus kepada Ifa Isfansyah.   Di desa Amelia bertemu kakek dan neneknya, selain Ambar juga teman-teman barunya Pandu, Kuncung dan Hendra. Diceritakan Kakek, Amelia dalah Ki Lurah di sebuah desa dalam Kabupaten Karanganyar.  Mulailah Amelia menjelajahi desa dan menikmati kehidupan dan pemandangannya. Ifa Isfansyah berhasil memnajakan mata saya sebagai penonton. 

Cerita terus bergulir, agenda Amelia terutama  adalah melihat hutan dan kupu-kupu biru yang secara dipertunjukkan Ambar di facebook.  Dia pun nekad masuk hutan yang sebetulnya ditakuti Ambar dan kawan-kawannya.   Hutan itu terkenal angker karena menurut cerita yang didengar anak-anak di dalamnya tinggal Mbah Gondrong (Landung Simatupang) yang konon berteman dengan jin dan suka memangsa anak-anak. 

Teman-teman barunya pun akhirnya mengikuti.  Ternyata Mbah Gondrong justru menolong mereka di pondoknya karena tersesat. Amelia dan kawan-kawannya berhadapan dengan sekelompok penebang liar  yang didalangi orang kepercayaan kakeknya sendiri.  Poin buat penulis scenario film ini  dengan isu yang lebih aktual bahwa lawan anak-anak bukan bandit kecil  pecundang ala  Home Alone yang slapstick dan terlalu komikal (celakanya ditiru  sinetron Indonesia dalam  menggarap cerita anak-anak dengan sosok “penjahat” yang lebih membodohi) .

Ambilkan Bulan memberi pesan perusak lingkungan hidup lebih membahayakan umat manusia. Dari segi ini Ambilkan Bulan melangkah lebih maju dari Petualangan Sherina.  Ifa Isfansyah juga dengan cerdas menyelipkan sosok sang ayah yang hadir dalam imajinasi Amelia memberikannya semangat. 

Kelebihan lain adalah Ambilkan Bulan adalah sebuah film musikal yang menampilkan 10 lagu anak-anak ciptaan AT Mahmud.  Yang membawakannya juga 10 kelompok band  dan penyanyi kondang di bawah naungan bendera Sony Music. Di antaranya, Sheila on 7 menyanyikan Ambilkan Bulan,  Coklat menyanyikan Mendaki Gunung, Astrid menyanyikan Bintang Kejora, Superman is Dead membawakan Aku Anak Indonesia dan sebagainya. 

Lagunya pas dengan koreografi dan suasana cerita. Yang paling menyentuh dan membuat orang dewasa seperti saya tanpa terasa menitikan air mata ketika Amelia menyikan lagu Ambilkan Bulan ketika sedang tersesat bersama teman-temannya.  Lalu potongan adegan ketika keluarganya masih lengkap dan ayahnya melukis dia dengan bulan di jendela. 

Akting pemain?  Tepuk tangan untuk Lana Nitibaskara pemeran Amelia, serta pemeran anak-anak lain yang tampil natural, serta  Landung  Simatupang sebagai Mbah Gondrong dan Astri Nurdin sebagai wanita karir yang super sibuk kemudian mendadak jadi galau. Lebih terkesan lagi dengan Marwoto yang persis menggambarkan aparat desa yang pandai menjilat dan oportunis. Sayang Agus Kuncoro tidak terlalu cemerlang seperti biasanya. 

Film ini berakhir dengan happy ending sekaligus juga menyentuh ketika Sang Ibu akhirnya menyempatkan waktunya menjeput anaknya.  Sederhana, namun mendalam. Anak sebetulnya hanya membutuhkan perhatian orangtuanya.   Saya kira Ambilkan Bulan pas untuk liburan anak-anak. Kalau tak ada aral melintang tayang di bioskop  28 Juni mendatang. 

Sumber :http://hiburan.kompasiana.com/film/2012/06/17/review-ambilkan-bulan-petualangan-amelia-dan-imajinasi-anak-yang-cerdas/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *