Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 15 May 2022

Amalan dan Doa Rasulullah Agar Menjadi ‘Manusia Bercahaya’


islamindonesia.id – Bagaimanakah menjadi “manusia yang bercahaya”? Rasulullah s.a.w ternyata telah memberikan teladan terkait amalan dan doa meminta cahaya dalam kehidupan sehari-hari sebagai hamba-Nya.

Diceritakan Abdullah bin Abbas bahwa dia pernah tidur di dekat Rasulullah. Tiba-tiba, Rasulullah bangun lalu bersiwak (sikat gigi) dan berwudhu. Selanjutnya, beliau membaca Surah Ali Imran ayat 190-200. Setelah selesai, Rasul mendirikan salat dua rakaat. Baik berdiri, ruku, dan sujud semuanya dilakukan dalam waktu yang panjang.

Selesai salat dua rakaat, Rasul tidur lagi. Hal itu dilakukannya sampai tiga kali, sehingga ada enam rakaat. Semuanya dilakukan dengan bersiwak, berwudhu, dan membaca ayat yang sama. Setelah itu, Rasul menunaikan salat witir tiga rakaat. Seusai azan dikumandangkan muazin, keluarlah Rasulullah untuk salat Subuh.

Beliau berdoa: Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya dan di dalam lisanku (juga) cahaya. Jadikanlah di dalam pendengaranku cahaya dan di dalam penglihatanku (juga) cahaya. Jadikanlah dari belakangku cahaya dan dari depanku (juga) cahaya. Jadikanlan dari atasku cahaya dan dari bawahku (juga) cahaya. Ya Allah, berilah aku cahaya.” (HR Bukhari Muslim)

Dalam doa tersebut jelas sekali bahwa yang pertama disebut adalah hati. Hati yang bercahaya yang letaknya berada di bagian pusat tubuh manusia adalah hati yang bersinar dan memberi efek terang pada seluruh tubuh.

Dalam doanya, Rasulullah juga menyebutkan lisan, pendengaran, penglihatan, belakang, depan, atas, dan bawah agar semuanya bercahaya. Intinya, menjadi manusia yang benar-benar bercahaya. Manusia yang hatinya bercahaya akan merasakan luas dan lapang di dalam dadanya.

Rasulullah bersabda, “Ketika cahaya telah masuk di dalam hati maka (hati itu) akan menjadi luas dan lapang.” Para sahabat bertanya, “Apa tandanya, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Al-inabah ila dar al-khulud, wa at-tajafa‘an dar al-ghurur, wa al-isti’dad lil maut qabla nuzulih.”  Yakni, kembali ke negeri keabadian (akhirat), menjauh dari negeri ketertipuan (dunia), dan bersiap-siap menjemput kematian sebelum datang kematian itu. (HR At Tirmidzi) 

Menjadi manusia bercahaya memang tidak mudah. Selain harus membersihkan hati dari segala kotorannya, setiap pancaindra juga harus digunakan dengan cara yang baik. Yaitu, dengan menghiasi tubuh dengan segala bentuk tutur kata dan perilaku yang baik. 

Dengan makna lain, jika cahaya identik dengan segala kebaikan, manusia yang bercahaya adalah manusia yang baik lahir dan batinnya. Keduanya memancarkan cahaya kebaikan yang memberikan petunjuk bagi manusia lainnya keluar dari segala kesesatan. Dia bisa menjadi panutan bagi manusia lain yang ingin keluar dari kegelapan dan kesesatan.

Kebalikan dari cahaya adalah gelap atau kegelapan yang identik dengan kejelekan, kejahatan, dan kesesatan. Manusia yang tidak memiliki atau kehilangan cahaya akan hidup dalam kegelapan karena jauh dari kebaikan dan kebenaran. Jauh dari iman, jauh dari sifat dan perilaku yang baik. Ia tidak mampu memberikan petunjuk dan tentu dia tidak dapat dijadikan pemimpin atau panutan.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *