Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 05 January 2023

4 Kewajiban Ayah terhadap Anaknya


islamindonesia.id – Seorang ayah setidaknya memiliki empat kewajiban terhadap anaknya, yakni memberi nama yang bagus, mendidik, menafkahi, dan menikahkan.

1. Memberikan nama yang bagus

Kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh ayah kepada anaknya adalah memberikan nama yang bagus. Hal ini karena nama merupakan sebuah doa yang akan terus mengalir sejak anak dilahirkan hingga akhir hayat.

2. Mendidik anak

Selanjutnya, seorang ayah juga memiliki kewajiban untuk mengajari anaknya ilmu-ilmu pengetahuan, terutama ilmu agama. Misalnya, tata cara salat lima waktu, ilmu tauhid, cara membaca Alquran, dan akhlak yang baik.

Namun, apabila ayah sebagai orangtua merasa tak memiliki waktu atau kemampuan yang baik perihal agama, maka hendaklah membayar orang lain untuk mengajarkan ilmu agama Islam kepada si anak.

3. Memberikan nafkah

Menafkahi anak sejatinya merupakan tanggung jawab yang dibebankan syariat berdasarkan nilai kasih dan sayang kepada sang ayah. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 33 yang berbunyi, “Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (QS. Al-Baqarah:33)

Selain itu, bagi pasangan suami-istri yang sudah bercerai, sosok ayah juga tetap memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi anak. Nafkah tersebut meliputi pemenuhan kebutuhan anak secara umum, mulai dari makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan lain yang bersifat pokok.

Hanya saja, tanggung jawab dan kewajiban menafkahi anak dapat berhenti saat anak sudah beranjak balig dan telah mampu bekerja. Tidak hanya itu, saat anak belum balig pun sistem nafkah bisa berhenti jika sang anak telah menerima warisan dan memiliki simpanan uang yang cukup untuk biaya hidupnya.

Pernyataan tersebut sesuai dengan keterangan yang terdapat dalam kitab Hasyiyah al-Baijuri: “Anak kecil yang kaya atau orang balig yang fakir tidak wajib (bagi orangtua) menafkahi mereka. Dan dapat dipahami bahwa anak yang mampu bekerja yang layak baginya tidak berhak lagi menerima nafkah, sebaliknya ia (justru) dituntut untuk bekerja. Bahkan, ada pendapat yang mengatakan bahwa anak yang mampu bekerja ini masuk kategori anak yang kaya.”

“Dikecualikan ketika anak yang telah mampu bekerja ini sedang mencari ilmu agama dan diharapkan nantinya akan menghasilkan kemuliaan (dari ilmunya) sedangkan jika ia bekerja maka akan tercegah dari rutinitas mencari ilmu, maka dalam keadaan demikian ia tetap wajib untuk dinafkahi dan tidak diperkenankan untuk menuntutnya bekerja.” (Syekh Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri)

4. Menikahkan anak dengan orang yang tepat

Terakhir, seorang ayah wajib menikahkan anaknya dengan orang yang tepat. Bahkan, bagi anak laki-laki yang tidak wajib didampingi, sosok ayah masih berperan penting dalam pernikahannya. Sedangkan bagi anak perempuan, tetap wajib didampingi ayah kandung selaku wali apabila masih ada.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *