Satu Islam Untuk Semua

Friday, 03 December 2021

Yang Pantas Sombong itu Hanya Tuhan, Manusia Jangan


islamindonesia.id – Manusia memiliki pilihan berupa dua sisi berlawanan dalam setiap tindakannya, seperti sombong (takabur) atau rendah hati (tawadhu). Dua hal tersebut akan saling bertentangan. Satu sikap menyeru manusia pada kebaikan, dan lainnya mengajak manusia pada keburukan dan perbuatan dosa.

Takabur misalnya, adalah sifat yang dimiliki oleh Iblis. Sifat sombongnya menempatkan Iblis berada dalam kekekalan api neraka. Iblis menolak perintah Allah untuk hormat kepada Nabi Adam dengan mengatakan:
“Aku lebih baik dari Adam. Kau ciptakan aku dari api sementara Kau ciptakan dia dari tanah.” (QS. Al-A’raf:12)

Takabur serupa dengan ‘ujub yang membuat pelakunya cenderung meremehkan dan merendahkan orang lain. Imam Al Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah menyebut ‘ujub sebagai penyakit kronis. Siapa pun yang merasa dirinya lebih baik dari hamba Allah lainnya maka dia telah bersikap takabur.

Berkebalikan dengan takabur, tawadhu adalah sikap rendah hati. Tawadhu adalah sikap dan perbuatan manusia yang menunjukkan adanya kerendahan hati, tidak sombong dan tinggi hati, serta tidak mudah tersinggung. Pembahasan tentang sikap tawadhu dapat ditemukan dalam Alquran surah Al-Furqan ayat 63: “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”

Orang yang tawadhu tidak melihat diri sendiri lebih baik dari hamba Allah lainnya. Dia menyadari bahwa segala sumber kenikmatan datangnya dari Allah. Tidak ada rasa sombong dan merasa lebih baik pada diri orang yang tawadhu, ketika dia berhasil mendapatkan berbagai kenikmatan dalam hidupnya.

Tawadhu menunjukkan sikap tenang, sederhana, dan bersungguh-sungguh menjauhi rasa takabur atau sum’ah agar orang lain mengetahui amal kebaikan yang dikerjakan.

Inilah salah satu akhlak terpuji yang mesti diteladani oleh setiap umat Islam yang ingin mendapatkan kebaikan dalam agama hingga muamalahnya di lingkungan sosial.

Berikut ini beberapa ciri yang menunjukkan sikap tawadhu:

  1. Seseorang tidak suka atau tidak berambisi agar dirinya menjadi sosok terkenal dan penuh pujian. Popularitas tidak menjadi prioritas insan yang tawadhu.

Sebaliknya, dia akan ikhlas saat beramal semata-mata mencari ridha Allah dan bukan pengakuan dari manusia.

  1. Selalu menjunjung tinggi kebenaran dan menerimanya, tanpa memandang apakah kebenaran tersebut disampaikan oleh orang dengan status sosial yang lebih rendah.

Bagi orang yang tawadhu, kebenaran apa pun harus diterima. Hal ini sejalan dengan ucapan Imam Ali bin Abi Thalib yang menyatakan, “Jangan melihat siapa yang mengatakan, tapi lihatlah apa yang dikatakannya.”

  1. Mau bergaul dengan siapa pun termasuk fakir miskin, lalu mencintai mereka.

Nabi Muhammad s.a.w. adalah teladan dalam mencintai kaum fakir dan miskin. Beliau tidak membedakan mereka dalam pergaulan.

  1. Mudah membantu orang lain yang memerlukan bantuan.

Orang tawadhu tidak akan pernah membeda-bedakan siapa yang akan dibantunya, baik sederajat maupun tidak. Dia senantiasa ikhlas dalam meringankan beban orang lain yang membutuhkan.

Walau dirinya mempunyai banyak kelebihan dan kemampuan, namun ia menyadari bahwa semua kelebihan tersebut adalah karunia dari Allah SWT yang bisa hilang dalam sekejap, kapan pun Dia menghendakinya.

Sikap ini sesuai dengan perintah Allah yang dinyatakan dalam Alquran surah Al-Hijr ayat 88: “Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.”

Sedangkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak akan masuk surga siapa yang dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar zarrah”.

Untuk diketahui, zarrah adalah semacam biji sawi yang ukurannya sangat kecil. Artinya, hati manusia dilarang terjangkit penyakit kesombongan meski sekecil apa pun.

Tawadhu mencegah seseorang menjadi sombong, karena sejatinya yang berhak sombong di dunia ini hanya Allah SWT saja. Sebab Dia adalah pemilik segala sesuatu dan Dia pula yang menciptakan semua yang ada di alam semesta.

Itu sebabnya, bahkan sikap sombong dan memalingkan wajah dari seseorang karena merasa lebih baik pun, terlarang untuk dilakukan.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surah Luqman ayat 18: وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Merujuk pada tafsir Jalalain, makna dari ayat tersebut kurang lebih adalah: berbeda dengan orang sombong yang bersikap angkuh dan bangga diri, orang yang tawadhu biasanya akan berjalan di muka bumi dalam keadaan haunan, yaitu dalam keadaan tenang dan rendah hati.

Semoga Allah SWT sebagai satu-satunya Dzat yang pantas sombong, berkenan mengaruniai kita kesadaran mumpuni, sehingga kita mampu bersikap tawadhu dan rendah hati di muka bumi.

EH/Islam yang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *