Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 16 August 2022

Tetaplah Mawas Diri, Ojo Adigang Adigung Adiguna


islamindonesia.id – “Orang itu nggak boleh adigang, adigung, adiguna. Sombong dan sewenang-wenang kepada orang lain. Bukan cuma Tuhan akan membalas, tapi juga bahwa sikap-sikap jumawa itu suatu saat akan memakan pelakunya. Orang sombong akan sembrono. Sebutlah itu karma, hukum alam, atau hukum Tuhan. Mari berhati-hati…”

Demikian dipesankan Cendekiawan Muslim, Haidar Bagir lewat cuitan di akun Sosmed Cinta beberapa waktu lalu.

Pesan ini senada dengan petuah yang biasa kita temukan di kalangan masyarakat Jawa, khususnya dari para pinisepuh, yang layak kita pedomani dalam hidup, yaitu “Ojo adigang, adigung, adiguna.”

Adapun maksud dari petuah ini, menurut filosofi Jawa adalah larangan agar kita tidak memiliki ketiga sifat (adigang, adigung, adiguna) tersebut.

Adigang dari segi bahasa berarti orang yang memiliki kelebihan kekuatan dan kekuasaan; semisal memegang satu kendali urusan yang ada di tengah masyarakat. Maka dalam posisi tersebut, orang tidak boleh membanggakan kekuatan dan kekuasannya.

Adapun Adigung adalah orang yang membanggakan harta, keturunan, dan keagungan lainnya.

Sedangkan Adiguna adalah orang yang membanggakan kecerdasan, kemampuan, serta kepintarannya.

Mengapa kita diajarkan untuk menjauhi ketiga sifat atau sikap buruk tersebut? Tentunya karena memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain; baik dalam kekuasaan, harta, ataupun ilmu, tidak berarti bahwa kita boleh membanggakannya.

Kelebihan yang kita miliki bukan untuk disombongkan ataupun dibangga-banggakan, karena kelebihan tersebut merupakan pinjaman dari Allah SWT dan akan diminta pertanggungjawabannya ketika di akhirat nanti.

Maka dari itu, pada saat kita memiliki kekuasaan atau memegang salah satu kendali masyarakat, kita tidak boleh merasa posisi kita lebih tinggi daripada orang lain sehingga kita merasa layak menindas mereka. Sebaliknya, kita harus bersikap adil dan bijaksana.

Begitupun ketika memiliki kelebihan harta, kemuliaan pada keturunan, atau bahkan kepintaran dan kemampuan; semua itu dapat dijadikan sarana bersyukur kepada Allah dan dimanfaatkan untuk membantu sesama makhluk-Nya.

Kelebihan-kelebihan tersebut juga dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk terus mawas diri. Jangan sampai kelebihan yang ada disalahgunakan dengan tidak bijak. Namun justru menjadikan semua itu sebagai ajang untuk introspeksi diri, sehingga kita tidak akan mudah menyalahkan apalagi sampai menindas atau berperilaku kejam terhadap orang lain, dan pada akhirnya akan terkena konsekuensi dari tindakan tersebut.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *