Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 03 January 2023

Tak Selamanya, Takut kepada Allah itu Sikap Terpuji


islamindonesia.id – Tak selamanya takut kepada Allah merupakan sikap yang terpuji. Ada kalanya takut kepada Allah justru tercela.

Lalu bagaimana seharusnya kita menempatkan rasa takut kepada Allah secara benar dan pada tempatnya? Berikut ini sekilas penjelasannya.

Takut kepada Allah yang Terpuji

Takut kepada Allah merupakan sikap terpuji. Takut kepada Allah dapat melahirkan kebaikan-kebaikan. Takut kepada Allah membuat seseorang berhati-hati dalam menjalani kehidupan agar tidak melanggar larangan agama.  

Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa takut merujuk pada hati yang “luka” dan “terbakar” karena memikirkan sesuatu yang tidak menyenangkan di masa mendatang. (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin)

Takut kepada Allah mendapat apresiasi dari Allah Swt. Pada ayat ini takut kepada Allah terbatas pada kalangan ulama atau mereka yang mengetahui kebesaran dan kuasa-Nya. “Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama.” (QS. Fathir:28)

Rasulullah s.a.w dalam berbagai riwayat juga mengakui bahwa dirinya adalah orang yang paling takut kepada Allah. “Aku orang di antara kalian yang paling takut kepada Allah.” (HR. Bukhari)

.Rasulullah s.a.w dalam riwayat ini menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah. “Demi Allah, aku orang di antara kalian yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah.” (HR. Bukhari)

Adapun pada riwayat berikut Rasulullah s.a.w menyatakan hubungan ilmu atas kebesaran Allah dan ketakwaan kepada-Nya. “Aku orang di antara kalian yang paling tahu dan paling takut kepada Allah.” (HR. Bukhari-Muslim)

Takut kepada Allah yang Tercela

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa takut kepada Allah merupakan sikap terpuji sejauh ketakutan itu menjadi motivasi bagi seseorang untuk meningkatkan amal saleh dan ilmunya.

Akan tetapi, ketika ketakutan kepada Allah tidak membuahkan ilmu dan amal saleh, maka rasa takut hanya menjadi penyesalan, takut yang tercela kepada Allah.

“Ketahuilah, takut kepada Allah adalah hal terpuji. Tetapi, kadang orang mengira, ketika semua rasa takut itu terpuji, maka kebanyakan dan kekuatan rasa takut dari sewajarnya menjadi lebih terpuji, ini justru keliru. Takut kepada Allah merupakan pecut-Nya yang memotivasi hamba-Nya untuk tetap menambah ilmu dan amal saleh agar dengan keduanya mereka dapat mendekatkan diri kepada-Nya.”

Takut kepada Allah yang Ideal

Binatang dan anak-anak, kata Imam Al-Ghazali sebagai ilustrasi, tentu memerlukan “cambuk” untuk memotivasi mereka. Namun bukan berarti kebanyakan “pukulan,” “cambukan”, ancaman, atau hukuman menjadi hal yang terpuji. Sebaliknya, hal itu justru bisa menimbulkan rasa takut yang tercela.

Rasa takut kepada Allah memiliki takaran. Ada rasa takut seseorang yang rendah kepada Allah, ada yang berlebihan, dan ada yang sewajarnya.

Rasa takut yang terpuji dan ideal adalah takut kepada Allah yang wajar, proporsional, dan moderat (al-I’tidal wal wasath).

Artinya, jangan sampai rasa takut seseorang pada (siksa, azab, dan hukuman) Allah yang berlebihan dari sikap sewajarnya sehingga menimbulkan putus asa, padahal putus harapan adalah rasa takut yang tercela.

Rasa takut yang tercela ini justru dapat mencegah orang untuk menambah ilmu dan amal salehnya.

Dengan demikian, rasa takut yang terpuji dan ideal kepada Allah adalah rasa takut sewajarnya yang membangkitkan semangat orang untuk menambah ilmu dan amal salehnya secara wajar dan proporsional.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *