Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 09 August 2022

Rezeki Tak Sebatas Materi, Pekerjaan Bukan Penentu dan Jaminan


islamindonesia.id – Di zaman modern seperti saat ini, banyak orang menganggap rezeki sebagai sebuah hal yang bersifat materi, lebih khusus lagi adalah uang. Seolah-olah selain uang bukan rezeki. Padahal rezeki seluruh makhluk termasuk manusia sudah ditanggung oleh Allah SWT.

Semakin menggebu-gebunya manusia saat ini untuk mendapatkan harta, membuat mereka telanjur terjebak dalam pemahaman bahwa rezeki ditentukan oleh pekerjaan. Padahal urusan hasil merupakan hak prerogatif Allah SWT. Bekerja tidak lain sekadar bentuk ikhtiar yang sejatinya tidak dapat memastikan apapun.

Allah SWT sah-sah saja memberikan rezeki kepada hamba-Nya yang tidak bekerja. Di sisi lain, Allah SWT juga sah-sah saja untuk tidak memberi rezeki kepada hamba-Nya meski ia bekerja mati-matian. Namun hal ini bukan pembenaran bahwa kita boleh bermalas-malasan, karena Allah SWT tidak akan mengubah nasib seseorang jika ia tidak berusaha untuk mengubah nasibnya sendiri.

Pemahaman yang keliru tentang hal ini membuat kita sering tergelincir. Pada akhirnya yang kita andalkan bukan Allah SWT, namun justru pekerjaan kita sendiri. Efek sampingnya, ketika kita merasa telah bekerja secara maksimal namun hasil yang didapat tidak sesuai harapan, akan timbul rasa kecewa.

Pun ketika kita tidak dapat bekerja maupun tidak memperoleh pekerjaan, akan timbul rasa putus asa sebab telanjur menganggap rezeki kita terbelenggu. Lupa bahwa Allah SWT adalah sebaik-baik pemberi rezeki.

Kita lupa bahwa rezeki yang diberikan Allah SWT kepada kita amat luas cakupan dan bentuknya. Rezeki bukan melulu soal makanan dan minuman yang masuk ke mulut kita. Rezeki juga bukan hanya uang, rumah, kendaraan dan pakaian yang kita kenakan.

Kita hidup sehat, memiliki keluarga yang harmonis, punya teman-teman yang baik, dan bisa bekerja pun termasuk rezeki dan anugerah yang tak ternilai dari Allah SWT. Bahkan jika hitung-hitung berapa banyak nikmat yang Allah SWT berikan kepada kita, niscaya kita tak akan mampu menghitungnya.

Nahas, kesibukan kita memikirkan hal yang sudah pasti—dalam hal ini rezeki—justru membuat kita terlena dan lalai terhadap sesuatu yang belum pasti dan sangat substansial, yakni mengabdi kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Kita terlena oleh iming-iming kekayaan duniawi hingga mata batin kita silau bahwa tujuan kita sebenarnya adalah kebahagiaan di akhirat. Padahal dalam surah Thaha ayat 132, Allah SWT telah mengabarkan bahwa akhir yang baik di akhirat nanti hanya dimiliki oleh orang-orang yang bertakwa:

“…Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.”

Lebih lanjut, jauh-jauh hari Ibnu Athaillah dalam Al-Hikam sudah memperingatkan kita akan fenomena ini:

“Usaha kerasmu dalam hal yang sudah dijamin untukmu dan kelalaianmu terhadap hal yang dituntut bagimu adalah pertanda terhapusnya mata hatimu.”

Bekerja tidak dilarang, bahkan harus dilakukan sebagai bentuk ikhtiar. Namun jangan sampai keseriusan kita dalam bekerja justru membuat ibadah kepada Allah SWT yang merupakan kewajiban kita menjadi terabaikan.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *