Satu Islam Untuk Semua

Monday, 31 December 2018

Muhasabah Diri Bukan Hanya Ketika Tahun Berganti


islamindonesia.id – Muhasabah Diri Bukan Hanya Ketika Tahun Berganti

 

Saudara sebangsa kita di Indonesia, khususnya kaum Kristiani, setiap akhir Desember hampir dapat dipastikan akan selalu bersiap menjelang pergantian tahun dengan beragam acara dan pesta meriah. Namun tak sedikit juga di antara sebagian kaum Muslimin yang turut berpartisipasi dalam memeriahkannya, sebatas sebagai momen budaya menyambut Tahun Baru Masehi. Sebagaimana sebaliknya, saat perayaan pergantian Tahun Baru Hijriah, banyak pula umat dari agama selain Islam yang turut menyemarakkannya dengan turut hadir dalam beragam acara yang di tiap daerah seringkali dikemas sebagai prosesi budaya dan wisata.

Selain menyemarakkan pergantian tahun dengan pesta meriah, lazimnya juga diiringi dengan apa yang kerap disebut sebagai momen evaluasi diri. Dalam Islam, hal ini dikenal dengan istilah muhasabah, yakni upaya “menghitung diri”. Momen introspeksi, terkait apa yang sudah berhasil dicapai dan apa yang belum sukses digapai. Hal itu dilakukan dengan harapan, ke depan bisa berusaha lebih baik lagi dari tahun sebelumnya.

Muhasabah diri, sebenarnya perlu kita lakukan setiap saat. Lebih-lebih di saat pergantian tahun seperti sekarang ini. Kita tidak boleh bertindak abai dan lengah dalam bermuhasabah diri. Dengan demikian, kita lebih tahu diri dan tidak telanjur berlarut-larut membuat kesalahan yang menimbulkan penyesalan di kemudian hari.

Evaluasi diri harus secepatnya dilakukan dengan mengadakan suatu perhitungan terhadap tingkah laku kita selama ini. Sebagaimana anjuran yang kerap kita dengar: perhitungkanlah dirimu sebelum kamu diperhitungkan oleh Allah dan timbanglah dahulu amalanmu sebelum ditimbang di hari kiamat.

Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa orang yang beragama ibarat seorang pedagang yang memperhitungkan harta perniagaannya. Modal pokoknya adalah amalan-amalan wajib, keuntungannya adalah amalan-amalan Sunah, adapun kerugian-kerugiannya adalah perbuatan maksiat yang dilarang agama.

Pertama-tama, hendaklah dibuat perhitungan tentang ibadah wajib. Jika ibadah wajib telah dikerjakan maka bersyukurlah kepada Allah dan semoga untuk selanjutnya kita tetap senang berbuat dan beribadah wajib dengan meningkatkan mutu dan kualitas ibadah tersebut.

Namun, apabila merasa kekurangan dalam beribadah wajib, hendaklah kekurangan tersebut kita tutupi dengan memperbanyak menunaikan ibadah-ibadah sunah. Tidak hanya sebagai penutup kekurangan dalam mengerjakan ibadah wajib, tetapi juga sebagai bekal dan keuntungan kita kelak di kemudian hari.

Kemudian, apabila kita merasakan telah banyak berbuat kemaksiatan maka bersegeralah bertobat kepada Allah dengan penyesalan mendalam dan bertekad tidak akan mengulangi perbuatan maksiat tersebut selama-lamanya.  Hal ini sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Al-Quran: Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu menutupi kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (QS at- Tahrim [66]: 8)

Ala kulli hal, bukan hanya di setiap pergantian tahun, bahkan setiap saat, sebagai Muslim kita mesti sadar pentingnya muhasabah diri, seiring upaya meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Kita bersihkan akidah dan akhlak kita dari berbagai ucapan, sikap, dan perbuatan yang menjurus kepada kemaksiatan dan kemusyrikan kepada-Nya.

Dengan begitu, apa yang kita harapkan dari sisi-Nya cepat atau lambat insya Allah akan terwujud, sesuai dengan permohonan kita setiap saat: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka. (QS al-Baqarah [2]: 201).

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *